Mulyanto: Indonesia Butuh Presiden yang Berani Evaluasi Program Hilirisasi SDA

- Rabu, 27 Desember 2023 | 17:01 WIB
Mulyanto: Indonesia Butuh Presiden yang Berani Evaluasi Program Hilirisasi SDA


JAKARTA, paradapos.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, secara tegas mengkritik pelaksanaan program hilirisasi sumber daya alam (SDA) oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, langkah-langkah hilirisasi yang diterapkan Jokowi lebih banyak merugikan negara dan berpotensi merusak lingkungan hidup.

Kritik Mulyanto tidak datang tanpa dasar. Ledakan smelter PT. ITTS di Kawasan IMIP yang menyebabkan 18 orang tewas menjadi sorotan utama.

Baginya, kejadian ini adalah kasus terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter nasional. "Tanpa tindakan korektif dari Pemerintah, smelter ini akan menjadi mesin pembunuh para pekerja kita," ujar Mulyanto dengan nada prihatin,Rabu 27 Desember 2023.

Berdasarkan insiden ini, Mulyanto mendesak perlunya audit total terhadap industri smelter. Upaya ini diharapkan dapat menjamin keselamatan para pekerja dan menghindari tragedi serupa di masa depan.

Selain itu, Mulyanto menegaskan perlunya koreksi dan evaluasi mendalam terhadap program hilirisasi mineral yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi.

Mulyanto menunjukkan keprihatinannya terhadap minimnya respons yang konstruktif dari Pemerintah terhadap kritik yang telah disampaikan oleh berbagai pihak terkait program hilirisasi.

"Kita butuh tindakan konkret, bukan sekadar pembelaan," tegasnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini melanjutkan dengan menggambarkan keuntungan yang dinikmati oleh industri smelter hingga saat ini.

Harga bijih ore yang murah, tax holiday, kemudahan mendatangkan peralatan dan mesin, tenaga kerja asing (TKA), sumber energi yang tidak ramah lingkungan, dan produk nikel dengan nilai tambah rendah menjadi sorotannya.

Namun, Mulyanto mengingatkan bahwa keuntungan tersebut belum tentu bermanfaat secara optimal bagi negara.

Sebagian besar hasil ekspor industri smelter masuk kembali ke negara asal investor, meninggalkan pertanyaan besar terkait penerimaan negara Indonesia.

Mulyanto juga menyampaikan keprihatinannya terkait cadangan nikel Indonesia yang semakin menipis, diperkirakan tinggal di bawah 10 tahun operasi.

Kasus di Blok Mandiono yang mengakibatkan pelarangan penambangan nikel di blok tersebut telah mendorong beberapa industri smelter untuk melakukan impor bijih nikel.

"Ke depan, yang perlu kita percepat adalah industrialisasi mineral dengan nilai tambah dan efek multiflier yang tinggi. Bukan hanya sekadar hilirisasi setengah hati dengan produk setengah jadi dan nilai tambah rendah," tukasnya.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: pojokbaca.id

Komentar