GERAK MAJU PASANGAN CAPRES

- Selasa, 26 Desember 2023 | 02:20 WIB
GERAK MAJU PASANGAN CAPRES

Oleh: Abdissalam Mazhar Madoh

SEJARAH  jargon menang satu putaran adalah awal mula ide paslon Capres nomor urut 1, yang terpola rapih dan mampu memancing lawan ikut larut dalam air arusnya. Hingga yang lain vulgar dengan duit memaksakan situasi.

Padahal, jargon ini (menang satu putaran) tak mungkin untuk ke-3 paslon presiden itu. Alasannya cuma satu, presentase pemilih  fanatiknya hampir berimbang.

Menyeberangkan isu guncangan pemilih fanatik pasti tak akan terganggu. Sudah terbentuk basisnya. Semua terletak bagaimana metodeloginya memanfaatkan massa yang kecewa pada partai kecil, baru dan terkhianati.

Baca Juga: Kampanye Capres Ganjar Pranowo di Sulteng Senin Besok, Sasar Tiga Lokasi Ini Polda Sulteng Siap Beri Pengamanan Profesional

Opsi paksa ombak ini bukan pada duit, tapi akomodir ide secara masif dan faktual. Makanya beberapa ormas afiliasi angkatan muda, memanfaatkan status ini untuk kumpulkan pundi aji mumpung banyak chen (uang) dan aji mumpung merebut tempat strategis buangan menteri. Jangan heran kalau ada pemasyarakatan jargon menang satu putaran meluas.

Berperang dengan kekuatan uang bukan cara efektif meraih premis mayor kepercayaan rakyat, karena akan menyisakan pertanyaan darimana uangnya?

Tapi menggunakan trik logika adalah hal yang paling efektif dalam situasi sekarang ini. Kata koruptor itu majemuk dalam masyarakat sebagai penjahat, dan tak akan mungkin berubah jadi pebaik. Demikian pula sebaliknya.

Kisruh politik sekarang adalah khayalan rumit kebangsaan kita. Soo, "lets to get up" bro. Kesempatan sekarang adalah kesempatan pemurnian karena sistem politik kita telah mengarah ke gerbang kejenuhan.

Baca Juga: Anies Baswedan Kunjungan ke Morowali, Salah Satu Agendanya Hadiri Haul Ibunda Waketum NasDem Ahmad Ali

Standarnya, siapa pilih siapa, bukan urusan yang penting yang jadi pilihan adalah haqiqiyah kebaikan menurut nurani. Ingat nurani tak pernah buta untuk melihat baik dan buruk karena itu pekerjaannya.

Indonesia juga belum seratus persen menggunakan politik sekuralisme, karena gerakan pengaruh masih terbuka dan masif terpantau. Jika kembali ke masing-masing orang tetap fungsinya kembali kepada hati sebagai pemutus pilihan.

Mekanisme pemilihan sebenarnya adalah alur terbalik dari proses mekanisme menjalankan roda pemerintahan. Pressing justru berasal dari bawah (rakyat) bukan dari atas (pemerintah/penguasa).

Jika rakyat puas dengan pemerintah yang bertugas mengemban amanatnya, maka tanpa disuruh mereka akan berdiri  mempertahankan pilihannya yang pertama. Tapi jika rakyat tak puas, maka mereka akan bergeser menentukan pilihan kepada yang dianggap mampu untuk itu.

Politik uang dan kekuasaan sangatlah jauh dari standar liberirasi politik itu sendiri. Sebab liberisasi bukan pemaksaan fokus obyeknya, tapi justru mempropaganda profesionalitas pemimpin calon penguasa pemerintahan.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: metrosulteng.com

Komentar