[ANALISIS] Pantaskah Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

- Selasa, 22 April 2025 | 08:45 WIB
[ANALISIS] Pantaskah Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?




PARADAPOS.COM - Nama Presiden kedua RI Soeharto masuk daftar 10 usulan Kementerian Sosial sebagai pahlawan nasional yang ditetapkan pada 2025 ini.


Soeharto diusulkan dari Provinsi Jawa Tengah. Dia diusulkan jadi pahlawan nasional bersama dengan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Jawa Timur), Bisri Sansuri (Jawa Tengah),  Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).


Kemudian, empat nama baru yang diusulkan tahun 2025 ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).


Usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, Soeharto yang lekat dengan ABRI (kini TNI) dan Golkar selama berkuasa itu merupakan penguasa Orde Baru (Orba) yang dijatuhkan reformasi 1998. 


Gelombang reformasi 1998 yang menjatuhkan 32 tahun Orde Baru lahir dengan tuntutan utama menghapuskan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).


Sejarawan UGM Sri Margana mengatakan seorang pahlawan nasional menurut definisi undang-undang tidak boleh cacat moral dan politik sepanjang hidupnya.


Ia menyebut riset-riset tentang sejarah politik Orba menunjukkan rezim Soeharto banyak melakukan pelanggaran HAM berat.


"Bahkan pemerintahannya berakhir dengan banyak skandal dan diberhentikan secara paksa melalui people power. Jadi bisa menilai sendiri, apakah ia pantas atau tidak menjadi seorang pahlawan nasional," kata Sri saat dihubungi, Selasa (22/4).


Sejarawan Andi Achdian berpendapat serupa. Ia mengatakan banyak orang yang mengukur keberhasilan pembangunan dan ekonomi di masa Soeharto.


Namun di sisi lain, rezim Soeharto terlibat dalam pelanggaran HAM berat masa lalu. Pelanggaran-pelanggaran ini bahkan telah diakui oleh negara.


"Maka dengan standar itu saja kita sudah bisa bilang tidak mungkin lah seorang pahlawan punya cela," ujar pengajar dari Universitas Nasional tersebut.


Andi menilai ada upaya coba-coba alias 'test the water' di balik pengusulan kembali nama Soeharto sebagai pahlawan nasional. 


Upaya tersebut, duganya untuk melihat sejauh mana publik lupa tentang kejahatan di orde baru.


"Maka saya kira harus diwariskan tentang ingatan kolektif tentang kejahatan HAM masa lalu itu harus diwariskan," ujar pengampu Jurnal Sejarah tersebut.


'Dosa' dan jasa Soeharto


Sementara itu, Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan pihaknya berulang kali menolak usul soal gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.


Sejak bertahun-tahun lalu, Imparsial bersama Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas sejumlah tokoh dan organisasi sipil mengeluarkan sikap menolak pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto.


Saat dihubungi pekan ini, Ardi mengatakan usul pemberian gelar pahlawan nasional itu melukai rasa keadilan bagi korban pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di zaman Soeharto. Dia lalu menyinggung sejumlah kasus di zaman Soeharto.


"Seperti tragedi 1965, peristiwa Tanjung Priok, tragedi Talangsari Lampung, kasus penembakan misterius (petrus), kasus Marsinah, konflik dan kekerasan di Aceh dan Papua, penculikan aktivis 1997-98, semanggi I dan II. Sampai saat ini para korban pelanggaran HAM tersebut belum mendapat keadilan," kata Ardi, Selasa.


Pihaknya menilai dosa Soeharto lebih besar dari jasanya. Soeharto, kata dia, adalah simbol pemimpin yang korup, militeristik, dan otoriter.


Menurutnya, persepsi dunia internasional akan semakin buruk terhadap bangsa Indonesia jika Soeharto dijadikan pahlawan.


"Ditambah lagi jika Soeharto [jadi] pahlawan [nasional], maka Gerakan reformasi 1998 bisa dianggap cacat, apakah eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 mau disebut pengkhianat atau penjahat karena pemimpin yang mereka tumbangkan kemudian disebut sebagai pahlawan?" ujarnya.




Sumber: CNN

Komentar