Fenomena Alat Peraga Kampanye yang Menjadi Sampah Visual

- Rabu, 13 Desember 2023 | 22:01 WIB
Fenomena Alat Peraga Kampanye yang Menjadi Sampah Visual

    paradapos.com - Menjelang tahun-tahun pemilu, masyarakat Indonesia selalu disajikan berbagai kampanye, oleh tokoh-tokoh politik yang menjadi calon di eksekutif maupun legislatif. Tentu alat peraga kampanye menjadi hal wajib bagi tokoh-tokoh politik tersebut untuk berkampanye agar mendapatkan atensi serta simpati dari khalayak ramai. 

    Alat peraga untuk berkampanye tersebut tentu sudah legal, karena tertuang dalam undang-undang No.7 tahun 2017 pasal 275 tentang Pemilu. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa setiap individu yang maju pada pesta Pemilu berhak melakukan pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye Pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, media sosial, iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet. Setiap calon juga berhak melaukan rapat umum, debat paslon dan kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. 

Baca Juga: Hakordia: Hari (anti) Korupsi Sedunia

     Jadi dapat diinterpretasikan bahwa baliho, bendera parpol, baju kaos, sticker, ataupun alat peraga kampanye lainnya merupakan media yang legal dan sah di mata hukum. Akan tetapi, pemasangan alat peraga ini menjadi fenomena yang cukup meresahkan yaitu sampah visual.

  Secara definisi, sampah visual dapat diartikan sebagai aktivitias pemasangan iklan luar ruangan yang memiliki jenis komersial, sosial, ataupun iklan politik yang penempatannya tidak sesuai dengan aturan yang ada.

   Alat-alat peraga kampanye yang merusak dan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu), tentu mendapatkan sanksi yaitu dibongkar. Kita bisa lihat di banyak laman berita nasional, setiap daerah di Indonesia itu membongkar ribuan alat peraga kampanye yang melanggar aturan BAWASLU.

Baca Juga: Majas dan Rayuan Maut Sapardi Djoko Damono dalam Puisi ‘Aku Ingin

 Meletakkan Alat Peraga Sosialisasi (APS) ataupun Alat Peraga Kampanye (APK) secara serampangan dan tidak mengikuti regulasi, tentu tidak enak dipandang bahkan menghilangkan estetika tata ruang lokasi yang menjadi media atau tempat berkampanye. Maka dari itu, tidak salah jika alat peraga kampanye di cap sebagai sampah visual yang tidak enak dipandang oleh khalayak ramai.

  Selain itu, penggunaan media berkampanye di tempat umum juga menambah sampah-sampah yang nantinya bertumpuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Bahan dasar yang digunakan untuk membuat alat peraga tersebut juga tidak mudah terurai, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah dikemudian hari.

Baca Juga: Adab Menuntut Ilmu: Dalam Talim Al Mutaallim ala Thariqati At Taallum Karya Syaikh Burhanuddin Az Zarnuji

 Selain alat peraga yang serampangan dan merusak lingkungan, beberapa calon yang maju pada pesta pemilu menggunkan foto dirinya untuk berkampanye, terkesan norak dan berlebihan. Hal ini juga dikategorikan sebagai sampah visual karena sangat mengganggu pandangan orang lain, karena penyebaran alat peraga tersebut dipasang di tempat-tempat publik.

    Kemudian, apa solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut? Tentunya mengurangi penggunaan baliho, poster, sticker dan sejenisnya yang dijadikan sebagai alat peraga sosialisasi dan kampanye harus digalakkan.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Kapal Pinisi jadi Google Doodle

   Hal ini bertujuan agar ruang-ruang publik lebih tertata rapih dan tidak semraut. Di era digital saat ini, penggunaan sosial media sebagai media sosialisasi dan berkampanye oleh tokoh-tokoh politik, justru lebih bagus dan efisien ketimbang menggunakan media-media konvensional.

   Sosial media seperti Instagram, YouTube, Twitter (X), TikTok, dan Facebook harus dijadikan media berkampanye, oleh tokoh politik dan partai politik pengusungnya.

Artikel asli: nongkrong.co

Komentar