KISAH Dosen UGM Penyokong Demonstrasi Indonesia Gelap

- Selasa, 25 Februari 2025 | 09:55 WIB
KISAH Dosen UGM Penyokong Demonstrasi Indonesia Gelap




PARADAPOS.COM - Demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap yang menjadi trending topic di media sosial X sejak Senin, 17 Februari 2025 tak lepas dari dukungan para intelektual di kampus-kampus, satu di antaranya pengajar Universitas Gadjah Mada. 


Sejumlah dosen UGM menyatakan dukungannya terhadap demonstrasi itu dengan cara turun langsung, terlibat aktif dalam konsolidasi mahasiswa, dan mengganti jadwal kuliah dengan cara yang kreatif.


Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan kelompok masyarakat sipil di berbagai wilayah di Indonesia gencar menggelar demonstrasi Indonesia Gelap.


 Di Yogyakarta, demonstrasi yang melibatkan ribuan pengunjuk rasa bertajuk "Aliansi Jogja Memanggil” berlangsung pada Kamis, 20 Februari 2025.


Matahari yang terik di atas kepala siang itu. Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Diah Kusumaningrum hari itu tak mengajar di kelas. Ia berdiri bersama ribuan mahasiswa dan aktivis. 


Dikei, sapaan akrabnya, siang itu mengenakan setelan kaus dan celana berkelir hitam dan sepatu kets. 


Diapit tali rafia berwarna kuning, Dikei berjalan dalam kerumunan sepanjang hampir dua kilometer dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, kawasan Malioboro, dan berakhir di Titik Nol. Satu barisan dengan Dikei, terlihat sejumlah dosen Fisipol UGM.


Unjuk rasa Indonesia gelap menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 


Indonesia Gelap dimaknai sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. 


Demonstran menolak pemotongan anggaran pendidikan, mengkritik program Makan Bergizi Gratis, kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, dan dwi fungsi ABRI.


Nama Dikei tak asing bagi sebagian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau Fisipol UGM. Ini bukan kali pertama Dikei turun aksi dalam demonstrasi mahasiswa. 


Peraih Global South Feminist Award, penghargaan yang diberikan kepada akademisi yang berkontribusi dalam kajian feminis dan gender itu sebelumnya aktif terlibat dalam berbagai demonstrasi mahasiswa.


Dikei menyatakan mendukung sepenuhnya gerakan mahasiswa sebagai bagian dari menjaga civic duty (tugas kewargaan) dalam konteks demokrasi. 


Tugas warga negara tidak berhenti di bilik suara saat pemilu, tetapi berlanjut hingga mengawal dan mengawasi kebijakan pemerintah. 


Diah juga punya catatan terhadap kepemimpinan Prabowo-Gibran yang kental dengan militeristik. 


“Mengingatkan pada rezim Orde Baru yang sangat buruk,” kata dia ditemui seusai demonstrasi Kamis 20 Februari 2025. 


Ia pernah turun berunjuk rasa dalam Gerakan Gejayan Memanggil di Yogyakarta pada September 2019 dan mendukung mahasiswanya. 


Meski rektor UGM menyerukan agar sivitas akademika menolak aksi tersebut, tapi Dikei tetap berada satu barisan dengan mahasiswa. 


Dukungan dosen terhadap mahasiswa saat itu bermacam-macam, di antaranya menyebarkan poster di sosial media.


Ada juga yang memindahkan kuliah mahasiswa di jam lain. Ada pula yang membatalkan kelas dengan memberi tugas khusus. Kali ini, dukungan yang sama juga bermunculan kembali. 


Contohnya akun Instagram Serikat Pekerja Fisipol atau SPF UGM yang diinisiasi sejumlah dosen perempuan dari Fisipol mengunggah seruan agar sivitas akademika ikut bersolidaritas dalam demonstrasi Indonesia Gelap.


Dikei juga terlibat dalam demonstrasi Peringatan Darurat Agustus 2024 tentang Revisi Undang-Undang Pilkada yang efektif yang membuat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia yang juga anak Presiden Joko Widodo, Kesang Pangarep batal maju dalam pemilihan gubernur.


Seusai demonstrasi Dikei menyebutkan ada sejumlah catatan terhadap demonstrasi mahasiswa. 


Dikei banyak menulis tentang cara berdemonstrasi yang menghindari kekerasan. 


Unjuk rasa kali ini menurut dia memberikan ruang aman yang lebih baik terhadap perempuan dan kelompok rentan. 


Dia mencontohkan ujaran maupun guyonan yang bernada seksis dan melecehkan perempuan kini tak muncul dalam unjuk rasa.


Selain itu, mahasiswa mulai sadar pentingnya aturan yang melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan seksual. 


Mahasiswa menyediakan layanan hotline untuk mahasiswa yang mengalami kekerasan seksual. 


Sebagian orator dan koordinator lapangan juga perempuan. “Maskulinitas melalui dominasi laki-laki dalam demonstrasi mulai berkurang,” ujar Dikei.


Selain Dikei, di Fisipol UGM terdapat sejumlah dosen perempuan yang aktif mendukung demonstrasi Indonesia gelap. 


Kolega Dikei yang juga mengajar pada departemen yang sama, Suci Lestari Yuana turut serta dalam rapat konsolidasi persiapan unjuk rasa di kantin Bonbin Fakultas Filsafat UGM. 


Suci dalam pertemuan itu menyarankan agar gerakan bersama itu menambahkan isu-isu populis yang menjadi perhatian masyarakat, misalnya isu upah rendah, lapangan pekerjaan yang berkurang, dan biaya hidup yang meningkat. 


Suci juga punya peran penting sebagai Wakil Ketua Serikat Pekerja Fisipol atau SPF UGM yang memperjuangkan kesejahteraan dosen dan ikut menggalang unjuk rasa menuntut pembayaran tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN).


Di departemen lainnya yakni Departemen Politik dan Pemerintahan UGM terdapat dua dosen yang progresif dan militan dalam mendukung berbagai gerakan demonstrasi Indonesia Gelap. 


Mereka adalah Amalinda Savirani dan Ulya Niami Jamson atau akrab disapa Pipin. 


Amalinda merupakan Ketua SPF yang kini sedang menyiapkan pengukuhan gelar profesor di UGM.


Pipin merupakan kandidat PhD dari The University of Melbourne, Australia kini sedang menjalani berbagai riset di negeri Kanguru. Pipin sangat populer di kalangan mahasiswa dan berbagai gerakan akar rumput.


Dari Australia, Pipin gencar mengunggah poster demonstrasi Indonesia gelap di media sosialnya dan aktif mengajak mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia untuk berdemonstrasi merespon berbagai persoalan di Indonesia. 


Dia juga membuka kelas politik di Melbourne untuk mahasiswa yang ingin tahu situasi politik Indonesia yang terbaru. 


“Solidaritas perlu terus dijaga dengan cara dosen menemani mahasiswa,” kata Koordinator Divisi Advokasi SPF Fisipol UGM itu.


Sumber: Tempo

Komentar