Saat Banteng Melunak di Retret Kepala Daearah: Ada Apa Di Baliknya?

- Selasa, 25 Februari 2025 | 07:35 WIB
Saat Banteng Melunak di Retret Kepala Daearah: Ada Apa Di Baliknya?




PARADAPOS.COM - Sembilan belas kepala daerah dari PDIP tiba di Kompleks Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, untuk mengikuti retret pada Senin, 24 Februari 2025. Salah satunya Gubernur Jakarta, Pramono Anung.


Kedatangan mereka disambut Wakil Menteri Dalam Negeri sekaligus Kepala Sekolah Magelang Retret, Bima Arya Sugiarto.


“Hari ini kita mulai mengikuti retret,” ujar Pramono. 


Ia dan rombongan baru hadir di hari keempat acara.


Keterlambatan ini berkaitan dengan instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 


Lewat Surat Nomor: 7294/IN/DPP/II/2025, Megawati meminta seluruh kepala daerah PDIP menunda perjalanan.


Surat itu terbit Kamis, 20 Februari 2025, beberapa jam setelah KPK menahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan buronan Harun Masiku.


Sejumlah pihak menilai surat itu sebagai bentuk perlawanan politik.




Sebelum berangkat ke Magelang, Pramono dikabarkan menemui Megawati di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 21 Februari 2025. 


Ia mengonfirmasi kehadirannya di retret telah dikomunikasikan dengan Megawati dan DPP PDIP.


“Kenapa hari ini, tentunya tidak perlu dijelaskan. Apapun, saya tetap berkomunikasi dengan Ibu Megawati dan DPP partai,” ujarnya.


Mengapa PDIP Melunak?


Ada dua kemungkinan. Pertama, negosiasi politik. Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menduga ada kesepakatan antara PDIP dan ‘penguasa’ di balik keputusan ini.


“Sikap lunak partai biasanya menandakan ada negosiasi di belakang panggung,” katanya, Senin (24/2/2025).


Kedua, kesadaran pragmatis. PDIP mungkin menyadari boikot retret bisa merugikan kadernya. 


Sikap pembangkangan berisiko mempengaruhi perhatian pemerintah pusat terhadap kepala daerah PDIP.


“Bisa jadi ini keputusan politik tanpa konsesi apa pun, hanya koreksi sikap,” ujar Adi.


Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai keputusan Megawati menunda kehadiran kepala daerah di retret itu wajar.


“Penahanan Hasto adalah pukulan telak bagi PDIP. Sekjen adalah perpanjangan tangan ketua umum,” katanya.


Menurut Agung, PDIP butuh waktu untuk menguatkan konsolidasi internal. Pramono dan para kepala daerah akhirnya hadir setelah komunikasi intens di partai. 


“Ada win-win solution yang membuat semua hadir,” ujarnya.


Namun, sikap PDIP ini bisa mempengaruhi hubungan Megawati dan Prabowo. Agung memperkirakan pertemuan mereka akan tertunda. 


“Butuh momen yang tepat agar hubungan kembali normal,” jelasnya.


Di sisi lain, peneliti SMRC, Saidiman Ahmad, berpendapat sebaliknya. Menurutnya, hubungan Megawati dan Prabowo tetap stabil. 


PDIP menunda kehadiran di retret lebih untuk memperkuat soliditas internal. 


“Surat instruksi Megawati yang ditaati kepala daerah menunjukkan PDIP masih solid. Ini juga sinyal bagi lawan politik,” katanya.


Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, juga menegaskan bahwa hubungan Prabowo dan Megawati tetap baik. 


“Saya kira nggak akan berpengaruh. Setahu saya hubungannya baik-baik saja,” ujarnya usai acara di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/2/2025).


Tak Ada Dasar Hukum


Para kepala daerah PDIP akhirnya mengikuti retret, tetapi terlambat. Mereka baru hadir di hari keempat dan tidak akan mendapat sertifikat "lulus." 


Retret ini berlangsung selama delapan hari, dari 21 hingga 28 Februari 2025.


Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa sertifikat "lulus" hanya untuk peserta yang mengikuti 90 persen acara. 


Sementara yang datang di tengah jalan hanya akan menerima sertifikat "telah mengikuti."


"Nggak ada kata-kata lulusnya. Ini hanya apresiasi," ujar Tito di Kompleks Akmil, Magelang, Minggu (23/2).


Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, tak mempermasalahkan hal ini. 


Menurutnya, kelulusan kepala daerah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan sertifikat retret.


"Cukup itu saja. Mengurus masyarakat bukan soal lulus atau tidak," kata Masinton, Senin (24/2/2025). 


"Lagian ini juga bukan sekolah."


Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, menilai retret kepala daerah tidak punya dasar hukum. 


Maka, tidak ada konsekuensi bagi mereka yang tidak ikut.


Menurutnya, sejak awal PDIP sudah tepat jika memilih untuk absen. 


Selain tak berdasar hukum, retret ini dinilai sebagai pemborosan yang bertentangan dengan janji efisiensi Prabowo.


"Pendekatan militeristik dalam retret ini juga bertentangan dengan hakikat jabatan sipil," jelas Hamzah.


Sumber: Suara

Komentar