[ANALISIS] Fenomena Seleb Jadi Stafsus, Hati-Hati Pseudo Kerja Untuk Rakyat

- Rabu, 12 Februari 2025 | 07:20 WIB
[ANALISIS] Fenomena Seleb Jadi Stafsus, Hati-Hati Pseudo Kerja Untuk Rakyat




PARADAPOS.COM - Pelantikan Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Sosial dan Publik menambah daftar selebritas di pemerintahan.


Sebelum ini, ada Raline Shah yang diangkat sebagai Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital.


Kemudian Yovie Widianto yang dipercaya menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi. 


Yang paling disorot ialah Raffi Ahmad sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni.


Mengapa pemerintah memercayakan mereka untuk melakukan kerja-kerja kenegaraan? Bagaimana profesionalitas para seleb di tengah kesibukannya di dunia hiburan?


Keputusan membawa para seleb ke lingkaran kekuasaan menuai kritik. Terlebih lagi, pengangkatan Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu dilakukan di tengah kesulitan ekonomi sehingga diterapkan efisiensi anggaran di banyak sektor.


Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat pemerintah bisa jadi sedang mengalami krisis kepercayaan diri menghadapi gelombang penilaian publik. 


Hal itu membuat fokus kerja bukan lagi tata kelola pemerintahan, tetapi tata kelola citra.


"Bekerja bisa ala kadarnya, tetapi manipulasi informasinya dikerjakan dengan maksimal, cara semacam ini tidak lazim dilakukan kecuali sedang masa kampanye," ujar Dedi saat dihubungi, Rabu (12/2).


Dedi mengatakan cara pemerintahan saat ini mencontoh apa yang dikerjakan oleh presiden sebelumnya yakni Joko Widodo. 


Saat itu, Jokowi sering melibatkan selebritas dan influencer dalam setiap kegiatannya.


"Ini sebenarnya buruk, karena pemerintah hanya terkesan bagus di area etalase, sementara substansi kerja pemerintah alami banyak keburukan," imbuhnya.


Ia menilai kehadiran selebritas dengan pengaruh cukup besar di kalangan Gen Z bisa memanipulasi opini. 


Namun, di sisi lain, jelas menghamburkan anggaran yang tidak berdampak pada publik.


"Dengan situasi ini, pemerintah akan alami pseudo, hanya seolah-olah telah bekerja untuk rakyat, telah membangun, sementara yang terjadi bisa sebaliknya, manipulatif," ucap Dedi.


"Risiko terbesarnya, pemerintahan pada periode berikutnya akan semakin kesulitan untuk bekerja dengan baik, karena sudah ditradisikan mendahulukan citra dibanding hasil kerja," sambungnya.


Problem Sosialisasi Kebijakan


Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro melihat ada masalah sosialisasi kebijakan di balik fenomena melibatkan selebritas ke pemerintahan. 


Secara institusional pun, kata dia, keputusan mengangkat Deddy sebagai staf khusus juga kurang pas karena pemerintah tengah menggalakkan efisiensi anggaran di banyak sektor.


"Kalau dilihat dari sisi urgensi, memang hari ini ada problem soal sosialisasi kebijakan. Dengan ditunjuknya Deddy Corbuzier atau kalangan artis harapannya masalah soal sosialisasi bisa teratasi karena dibantu oleh para artis maupun influencer yang selama ini memang sudah berperan," kata Agung.


Agung menuturkan selama ini pekerjaan komunikasi publik pemerintah untuk menjelaskan kebijakan yang menimbulkan kontra belum berjalan optimal.


"Harapannya ke depan ketika para artis maupun selebritas ditunjuk, ini bisa menjernihkan komunikasi publik pemerintah dengan masyarakat sehingga pro-kontra ataupun kegaduhan yang tidak perlu, tidak terjadi lagi," ucap dia.


Terkait sosialisasi kebijakan ini, Kemenhan menyebut salah satu alasan menunjuk Deddy Corbuzier adalah kemampuannya yang dianggap kompetens dalam komunikasi di media sosial. 


Karo Infohan Kemhan, Brigjen Frega Wenas mengatakan Deddy Corbuzier punya kepakaran di bidang komunikasi dan jangkauan (engagement) media sosial yang luas Hal tersebut dinilai jadi nilai plus untuk membantu sosialisasi kebijakan pertahanan nasional.


"Beliau memiliki kepakaran di bidang komunikasi apalagi di media sosial memiliki engagement yang cukup luas sehingga harapannya bisa membantu sosialisi kebijakan pertahanan sampai di level bawah agar lebih mudah dipahami masyarakat," kata Frega saat dihubungi, Selasa (11/2).


Selain itu, katanya, yang paling penting adalah aturan yang ada juga mengakomodasi seorang menteri punya staf khusus maksimal lima orang.


"Ini sesuai Perpres 140/2024 kementerian boleh angkat stafsus lima orang, memang kita hanya menjalankan perpres ada ruang menteri angkat maksimal lima orang," katanya.


Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut salah satu alasan memilih Raline Shah sebagai Staf Khusus Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital Komdigi, juga terkait terkait dengan soal kebutuhan sosialisasi di media sosial.


Meutya berkata alasan lain Raline dipilih bukan karena semata seorang publik figur, melainkan karena dinilai memiliki koneksi yang luas hingga mancanegara dan mendorong kontribusi perempuan.


"Satu lagi tugasnya adalah edukasi digital, kita ingin sekali anak -anak kita teredukasi bagaimana penggunaan internet yang bijak, yang bermanfaat dan rasanya tidak perlu menteri untuk menjelaskan satu persatu tapi mungkin tokoh yang akrab dengan publik bisa lebih didengar oleh generasi muda kita terkait pemanfaatan ruang digital yang lebih baik," terangnya.


Agung mengaku tidak mempermasalahkan keputusan pemerintah melibatkan selebritas asal tidak membebani anggaran. 


Untuk itu, ia berharap Deddy dkk tidak mengambil gaji untuk pekerjaan sosialisasi kebijakan tersebut.


"Tapi kalau malah justru mereka menerima insentif, fasilitas yang melekat, ya ini justru yang disayangkan ya, karena harapannya mereka dalam tanda petik mengabdi untuk republik," kata dia.


Wajah Presiden


Meski pengangkatan staf khusus menjadi kewenangan menteri, pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi mewanti-wanti dampak yang ditimbulkan bisa merugikan presiden.


"Kita tahu selebritas itu tidak semua memahami fungsi dari tugas dari kementerian itu sendiri, artinya bahwa mereka hanya sekadar popular. Tapi, apakah fokus pada tugas yang diberikan, saya pikir tidak mungkin dia akan fokus karena kesibukan dia sebagai selebritas, kemudian harus melaksanakan tugas-tugas kementerian yang selama ini mereka tidak akrab," kata Asrinaldi.


"Tentu Presiden Prabowo harus memberi perhatian kepada staf khusus menteri dengan segala pertimbangan tentunya," lanjutnya.


Asrinaldi juga mencurigai kehadiran selebritas di tengah kekuasaan disiapkan untuk meredam narasi negatif publik yang kerap memprotes kebijakan.


"Sepertinya pemerintahan Prabowo ini memang lebih memberi perhatian kepada narasi-narasi yang muncul di media sosial karena kritik masyarakat lebih banyak disampaikan oleh media sosial. Nah, satu di antaranya yang ingin dicapainya itu ingin meluruskan semua narasi negatif itu," ucapnya.


"Dan kalau selebritas itu berbicara, biasanya pengikutnya banyak, itu bisa memberi efek gema di dalam ruang publik di media sosial. Itu di antara targetnya," sambung Asrinaldi.


Sumber: CNN

Komentar