Jadi Polemik! Tentara Pimpin Bulog, Kembalinya Dwifungsi TNI di Era Prabowo?

- Selasa, 11 Februari 2025 | 09:50 WIB
Jadi Polemik! Tentara Pimpin Bulog, Kembalinya Dwifungsi TNI di Era Prabowo?




PARADAPOS.COM - Penunjukkan Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog menuai kontroversi.


Novi Helmy diketahui masih berstatus Anggota TNI aktif. Penunjukkan Novi menambah daftar panjang penempatan TNI aktif di jabatan sipil.


Novi ditunjuk sebagai direktur utama oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk menggantikan Wahyu Suparyono.


Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-30/MBU/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025. 


Sebelum mengemban amanat sebagai direktur utama Bulog, Novi menjabat Asisten Teritorial Panglima TNI.


Erick Thohir mengklaim penunjukkan Novi sebagai bentuk penyegaran bagi Bulog, sekaligus hasil kajian target penyerapan gabah atau beras 3 juta ton.


"Memang kan penugasan yang diberikan ini harus bisa kami lakukan secara maksimal. Jadi review-review ini kami jalankan, kami jalankan sesuai dengan target-target yang diberikan saat ini," ujar Erick pada Senin (10/2/2025).


Sementara itu, Novi mengakui bahwa sampai kini masih menjadi Anggota TNI aktif. Ia pun menyebut penunjukkan memimpin Bulog merupakan perintah pimpinannya.


"Sudah langsung untuk melaksanakan tugas ini. Supaya kita cepat swasembada pangan," katanya.


Polemik penunjukan Novi Helmy menduduki jabatan kepala Bulog menjadi sinyal serius bahwa dalam lima tahun mendatang, selama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pelibatan TNI dalam jabatan sipil diprediksi semakin masif.


Dwi Fungsi TNI pun dinilai semakin menguat, dan bertolak belakang dengan cita-cita reformasi 1998.


Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra pun meyakini bahwa pelibatan TNI dalam urusan sipil akan semakin masif, termasuk potensi makin jamaknya kekerasan.


"Penunjukan Mayjen Novi sebagai dirut Bulog juga menunjukkan bahwa Pemerintah Prabowo sangat kental dengan nuansa militeristik," kata Ardi, Selasa (11/2/2025).


Langgar UU TNI


Penunjukkan Novi juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) TNI, dan bentuk ancaman bagi negara demokrasi.


Ardi menjelaskan dalam negara demokrasi mensyaratkan adanya pemisahan urusan antara militer dan sipil. 


Hal itu demi menjamin penghormatan terhadap supremasi sipil dan jaminan terhadap tata negara hukum yang baik.


Status Novi yang merupakan TNI aktif menjadi persoalan, sebab merujuk pada Ayat 1 Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan 'Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.'


Apabila TNI aktif menempati jabatan sipil, posisinya sangat terbatas.


Hal ini merujuk pada Ayat 2 Pasal 47 UU TNI, jabatan yang dapat ditempati TNI aktif yakni, kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.


Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andri Yunus juga menilai bahwa penempatan Novi sebagai Kepala Bulog bertentangan dengan semangat reformasi.


Situasi ini pun menurutnya sangat berbahaya mengingat pengalaman Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun.


"Di mana militer digerakan untuk menduduki jabatan-jabatan yang semestinya diisi oleh orang-orang sipil," kata Andri.


Dia mempertanyakan pelibatan TNI aktif di Bulog. Sebab, menurutnya, tidak ada keterlibatan antara urusan TNI yakni pertahanan dengan pangan sebagaimana mandat UU TNI.


Andri pun menyebut keterlibatan TNI aktif di BUMN itu, semakin menambah daftar panjang corak militeristik pada pemerintahan Prabowo.


Sebagaimana diketahui sudah ada jabatan dan kebijakan sipil yang melibatkan TNI, di antaranya penunjukkan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet, dan pelibatan TNI dalam program makan bergizi gratis.


Tak hanya itu, dalam Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang terbentuk atas perintah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 tahun 2025 tentang Penerbitan Kawasan Hutan turut melibatkan militer.


Dalam Perpres itu, susunan satgas diketuai Menteri Pertahanan, wakil ketua I Jaksa Agung, wakil ketua II Panglima TNI, dan wakil ketua III dijabat Kapolri.


Sementara Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Lingkungan Hidup hanya sebagai anggota bersama sejumlah menteri lainnya.


Sementara data Imparsial menunjukkan terdapat 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada tahun 2023. 


Sejumlah 29 di antaranya merupakan perwira aktif menduduki jabatan sipil di luar lembaga yang ditetapkan oleh UU TNI.


"Nah, pola ini kemudian kami melihat sebagai bentuk pengkhianatan atas mandat Reformasi 1998. Pasca reformasi 98 semestinya TNI didorong untuk menjadi prajurit militer yang profesional, dan tidak lagi mengurusi urusan-urusan sipil," tegas Andri.


Ancaman Bagi ASN-Rusak Profesionalisme TNI


Ditempatkannya TNI aktif di jabatan sipil dinilai Ardi menjadi ancaman terhadap pengelolaan jenjang karir Aparatur Sipil Negara (ASN).


Sebab berpotensi mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait. 


Tak hanya itu, juga mengakibatkan terjadinya demotivasi di kalangan ASN dalam konteks jenjang karir dan kepangkatan di instansinya.


Bagi TNI sendiri berdampak buruk bagi profesionalismenya. Sebab, kata Ardi, di tengah perubahan lingkungan strategis yang semakin kompleks, TNI seharusnya didorong lebih fokus untuk mempersiapkan diri menghadapi perang modern yang berorientasi pada penguasaan teknologi perang yang mutakhir.


Tak hanya itu, dikhawatirkan munculnya persaingan di internal TNI untuk terlibat dalam sektor bisnis.


"Alih-alih meningkatkan kapabilitas untuk pertahanan," ujar Ardi.


Dalam konteks penempatan TNI aktif di Bulog, dinilai mencederai logika dan akal sehat publik. 


Pasalnya kata Ardi, bagaimana bisa TNI yang tidak dilatih untuk berbisnis menempati jabatan tinggi di BUMN.


Dia pun mengindikasikan adanya pandangan dari pemerintah saat ini, bahwa persoalan negara dianggap sebagai permasalahan pertahanan atau sekuritisasi.


Sumber: Suara

Komentar

Terpopuler