Ganjar: Aturan Menteri Tak Wajib Mundur Jika Jadi Capres/Cawapres Beresiko Salahgunakan Jabatan

- Kamis, 18 Januari 2024 | 11:20 WIB
Ganjar: Aturan Menteri Tak Wajib Mundur Jika Jadi Capres/Cawapres Beresiko Salahgunakan Jabatan

SINAR HARAPAN--Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo menilai aturan yang tidak mewajibkan menteri, anggota legislatif, hingga kepala daerah mundur dari jabatan bila mencalonkan diri sebagai Capres  d an Cawapres beresiko terkait kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan.

“(Dengan) ketentuannya tidak mundur, maka kita akan memasuki situasi yang penuh risiko. Rasanya ketentuan tidak harus mundur itu sedang diambil sebuah risiko,” ucapnya di sela-sela kunjungannya di Desa Kauman, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Kamis.

Menurut dia, pemberlakuan aturan tersebut dianggap dapat membuat makna pemilu yang luber-jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) berpotensi tidak terealisasi karena adanya kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Begitu pula dengan kualitas demokrasi yang dipastikan akan mundur.

Namun, mengingat ketentuan itu merupakan pilihan individual, yang berarti bisa mengambil cuti atau tetap mengemban jabatan, maka dia menyarankan setiap capres-cawapres untuk mundur saja, agar tidak ada kemungkinan penyalahgunaan jabatan.

“Menurut saya, kalau memang menterinya anggota partai, katakan ya ada aturannya cuti, terus kemudian bisa terlibat, tapi kalau tidak ya maka saya katakan biasanya klaim menggunakan kesempatan ini (menyalahgunakan jabatan) akan terjadi. Itulah kenapa sebaiknya cuti atau mundur. Mundur itu pilihan yang paling bagus karena itu akan menjadi fair,” kata Ganjar.

Dalam pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023, dijelaskan bahwa pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilihan umum sebagai capres atau cawapres harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.

Namun, menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilihan umum sebagai capres atau cawapres sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden.

Syarat cuti yang tercantum dalam PP itu ialah yang bersangkutan merupakan capres atau cawapres, berstatus sebagai anggota parpol, atau merupakan anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: sinarharapan.co

Komentar