SINAR EDITORIAL - Garis akhir ziarah politik sekolompok individu manusia adalah membentuk negara. Aritoteles dalam buku yang diberi judul politea atau politics, berbicara dengan tegas tentang manusia dan negara.
Dalam pengandaian antropologinya tentang negara dan manusia, ia yakin mengetengahkan bahwa negara adalah sesuatu yang alamiah selaras dengan keterpanggilan alamiah manusia.
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk politik. Dengan kata lain,karena pada hakekatnya, manusia secara alamiah adalah makhluk politis maka negara sebagai komunitas politis pun ada secara alamiah.
Baca Juga: Memulai Tahun Baru dengan Semangat Mengubah Diri Menjadi Pribadi Kaya Cara
Ini berarti manusia sungguh hadir sebagai aktor penting dan utama bagi eksistensi sebuah negara.
Oleh karena itu, manusia tidak memiliki alasan negasi untuk terlibat dalam kegiatan politis. Aristoteles menambahkan bahwa keterpanggilan natural manusia sebagai makhluk politik bahkan terdorong oleh hasrat sosial manusia yang senantiasa membutuhkan komunitas.
Di dalam dan melalui sebuah komunitaslah manusia mengada secara utuh sebagai individu yang potensial.
Bagi Aristoteles, manusia yang tidak bernegara (baca; tidak berpolitik-tidak berkomunitas) adalah orang-orang jahat yang tidak mengenal hukum.
Bahkan baginya, orang-orang anti komunitas/negara dikategorikan sebagai orang-orang pencinta perang dan kekacauan serta kejam.
Berpijak pada poin ini, saya meyakini bahwa tak seorangpun warga negara Indonesia yang anti negara lantas apatis terhadap kegiatan politik/hidup dalam komunitas.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah warga negara Indonesia sanggup membuktikan diri sebagai makhluk politis yang baik? Atau dalam kerangka demokrasi yang diagungkan di Indonesia, apakah warga Indonesia sudah berpolitik secara demokratis dengan baik?
Baca Juga: Betapa Dekatnya Tawa dan Air Mata : Refleksi mengenang fenomena 1 Januari 2024
Menjawab pertanyaan di atas, perlu ada batasan yang tegas bahwa, berpolitik tidak sama dengan beragama atau sebaliknya. Betapa tidak?
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: sinareditorial.com
Artikel Terkait
Dewan Pakar Tak Kaget Airlangga Mundur dari Ketum Golkar: Harusnya dari Dulu!
Kader Golkar Masih Terkejut Airlangga Mundur, Meutya Hafid: Tak Ada Voting dalam Penentuan Plt Ketum
Ridwan Hisjam: Kalau Takut Dipenjara Jangan Jadi Ketua Umum Golkar
Airlangga Korban Syahwat Kekuasaan Jokowi