PARADAPOS.COM - Sedikitnya 70 umat Kristen tewas dipenggal di sebuah gereja di timur laut Republik Demokratik Kongo (DRC). Serangan tersebut dilakukan oleh militan Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok teroris yang terkait dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).
Menurut Open Doors, lembaga yang memantau penganiayaan terhadap orang Kristen di seluruh dunia, serangan brutal tersebut dimulai pada Kamis, 13 Februari dini hari. Militan bersenjata menyerbu Desa Mayba di wilayah Lubero. Mereka menyamar sebagai personel keamanan dan memaksa penduduk keluar dari rumahnya dengan meneriakkan, "Keluar, keluar dan jangan membuat keributan."
Sedikitnya 20 pria dan wanita Kristen ditangkap saat itu. Ketika penduduk desa kemudian berkumpul untuk membahas rencana penyelamatan para tawanan, para pemberontak ADF melancarkan serangan kedua, menangkap 50 orang penganut Kristen lainnya.
Ke-70 orang itu kemudian disandera dan dibawa ke sebuah gereja Protestan kecil di Desa Kasanga. Di dalam gereja yang sebelumnya dianggap sebagai tempat perlindungan, mereka diikat terlebih dahulu, lalu dieksekusi dengan kejam. Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh lembaga amal Katolik internasional, Aid to the Church in Need (ACN) dan Kantor Berita Fides Catholic.
"70 mayat ditemukan di gereja. Mereka diikat," kata Vianney Vitswamba, koordinator komite perlindungan masyarakat setempat, dikutip oleh organisasi Global Fight Against Terrorism Funding (GFATF).
Tragedi tersebut membuat masyarakat Kristen di Mayba sangat berduka dan terpukul. Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi saat ini agar pembantaian tidak lagi terulang.
"Kami tidak tahu harus berbuat apa atau bagaimana berdoa. Kami sudah muak dengan pembantaian. Semoga kehendak Tuhan saja yang terjadi," kata seorang penatua dari gereja di Desa Kasanga, dilansir dari Syriac Press, Senin (24/2/2025).
Lembaga-lembaga lokal, termasuk gereja, sekolah, dan pusat kesehatan, telah menghentikan operasinya karena meningkatnya ketidakamanan. Direktur Sekolah Dasar Kombo Muhindo Musunzi mengatakan, kegiatan pendidikan telah dipindahkan ke daerah yang lebih aman karena ketakutan menyebar ke seluruh wilayah.
Keluarga Dilarang Kuburkan Para Korban
Bahkan beberapa hari setelah pembantaian, beberapa keluarga tidak dapat menguburkan orang yang mereka cintai karena ancaman yang terus berlanjut. Sumber melaporkan, teroris ADF tidak mengizinkan para pemimpin Kristen menguburkan umatnya yang meninggal selama sekitar lima hari. Banyak umat Kristen meninggalkan daerah tersebut karena takut pembantaian berlanjut.
Open Doors AS melaporkan, 95 persen warga yang tinggal di DRC beragama Kristen. ADF melancarkan pemberontakan yang menargetkan komunitas Kristen dengan cara-cara brutal. Serangan ADF telah meluas dari wilayah Beni di Provinsi Kivu Utara ke Irumu dan Mambasa di Provinsi Ituri, sejak 2014.
Serangan kini meluas ke Lubero. Menurut laporan setempat, dalam sebulan terakhir saja, lebih dari 200 orang telah tewas di Baswagha Chiefdom. Kekerasan tersebut memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka
Sumber: inews
Artikel Terkait
Sertifikat Milik Aguan di Pantura Tangerang Batal Dicabut: Menteri ATR Terkapar Menghadapi Aguan
SBY Minta Kader Demokrat Kawal Danantara
Jabatan yang Dirangkap Paman Nagita Slavina Dony Oskaria, Wamen BUMN Hingga COO Danantara
Kritik Pramono Lebih Tunduk ke Megawati Daripada Presiden Prabowo, PKS: Pemilih Beliau Itu Cuma 50 Persen Lebih Dikit!