Tuntutan Forum Purnawirawan TNI Diabaikan, Pengamat Intelijen dan Geopolitik: Indonesia akan Hadapi Musibah Besar

- Sabtu, 26 April 2025 | 07:40 WIB
Tuntutan Forum Purnawirawan TNI Diabaikan, Pengamat Intelijen dan Geopolitik: Indonesia akan Hadapi Musibah Besar


Presiden Prabowo Subianto menghadapi ancaman multidimensi yang tidak hanya bersumber dari oposisi politik, tetapi juga dari dalam lingkar kekuasaannya sendiri. Pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, mengeluarkan peringatan serius yang menyentuh tiga titik genting yang menurutnya dapat berubah menjadi musibah nasional: pengambilalihan kepemimpinan oleh Gibran Rakabuming Raka, potensi perang saudara, dan disintegrasi bangsa yang melibatkan Aceh, Maluku, dan Papua.

Pernyataan Amir ini bukan sekadar spekulasi. Ia menyingkap adanya dinamika dalam tubuh pemerintahan yang rentan pecah kapan saja—sebuah skenario yang mengancam kestabilan Indonesia secara fundamental.

Amir Hamzah menyebut bahwa krisis pertama yang akan dihadapi Prabowo adalah dominasi Gibran Rakabuming Raka. Meski secara konstitusional menjabat sebagai wakil presiden, Gibran dinilai memiliki pengaruh yang kian besar, baik di ruang politik maupun ekonomi.

“Kita akan dipimpin oleh presiden bernama Gibran, bukan karena kemenangan politik, tetapi karena kelemahan Prabowo dalam mengendalikan koalisinya sendiri,” ujar Amir kepada wartawan, Sabtu (26/4/2025).

Beberapa menteri dalam kabinet saat ini, menurutnya, masih menunjukkan loyalitas pada Presiden Joko Widodo, ayah dari Gibran. Ketidaktegasan Prabowo untuk melakukan rotasi atau perombakan kabinet dianggap memperkuat dominasi dinasti Jokowi dalam sistem pemerintahan yang seharusnya sudah berganti nahkoda.

Ancaman kedua menurut Amir bukan sekadar konflik politik, tetapi konflik sosial dan horizontal yang berujung pada perang saudara. Ketegangan ini mengendap dalam bentuk ketidakpuasan di tubuh militer aktif dan purnawirawan yang merasa dikhianati setelah mendukung Prabowo di Pilpres 2024. “Koalisi tidak solid. Ada ketegangan sipil-militer yang bisa pecah jika tidak segera diredam. Kita menuju potensi perang saudara jika tidak ada rekonsiliasi internal dan reformasi cepat,” katanya.

Forum Purnawirawan TNI yang belakangan gencar bersuara, menginginkan Prabowo bersikap tegas terhadap tokoh-tokoh yang dianggap sebagai “penumpang gelap kekuasaan” dan terus mengendalikan arah pemerintahan dari balik layar.

Ancaman ketiga yang lebih berbahaya adalah potensi disintegrasi. Amir Hamzah mengungkapkan bahwa di sidang-sidang informal PBB, perwakilan dari Aceh, Maluku, dan Papua telah menyuarakan kembali hak penentuan nasib sendiri (self-determination). Ia menyebut hal ini bukan sekadar simbolik, melainkan sinyal kuat bahwa komunitas internasional sedang mengamati celah kelemahan Indonesia.

“Mereka sudah bicara soal merdeka di PBB. Kalau Prabowo tidak tanggap, satu-dua provinsi bisa benar-benar lepas dari republik ini,” katanya tegas.

Menurut Amir, gelombang ketidakpuasan ini dipicu oleh ketimpangan pembangunan, eksploitasi sumber daya, serta pendekatan keamanan yang masih represif di wilayah-wilayah tersebut.

Tidak kalah penting, Amir menyoroti proyek besar Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) di wilayah Banten yang mulai menuai protes dan keresahan sosial. Proyek reklamasi dan properti elite itu dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan, menggusur nelayan tradisional, dan memperparah ketimpangan sosial di daerah penyangga Jakarta. “PIK-2 ini bukan cuma soal properti. Ini barometer kekacauan struktural yang bisa jadi pemicu ledakan sosial,” ujar Amir.

Banten, sebagai wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan pusat kekuasaan, bisa menjadi “titik api” yang menyulut ketidakstabilan nasional jika isu ini dibiarkan.

Amir menyebut Prabowo harus belajar dari presiden-presiden terdahulu. Ia menyoroti bagaimana Bung Karno berani memenjarakan Buya Hamka tetapi tetap menjaga hubungan pribadi; dan bagaimana Soeharto tetap melindungi Bung Karno di Wisma Yaso dari pengaruh komunis. “Prabowo harus punya keberanian seperti Bung Karno, dan kebijaksanaan seperti Soeharto. Tegas, tetapi tetap manusiawi. Saat ini, negara membutuhkan pemimpin yang berani mengambil risiko sejarah,” katanya.

Amir Hamzah memberi tenggat waktu: jika hingga Juni-Juli tidak ada perubahan mendasar dalam arah pemerintahan—baik dalam reformasi kabinet, pemulihan harmoni sipil-militer, maupun penanganan isu regional—maka tiga musibah besar yang disebutkan akan semakin sulit dihindari.

Indonesia tengah berada di tepi jurang geopolitik, ekonomi, dan sosial. Ketegangan internal, ketimpangan wilayah, dan dinamika global membuat Prabowo harus bertindak bukan sebagai politisi biasa, tetapi sebagai negarawan sejati. Peringatan Amir Hamzah bisa menjadi suara peringatan terakhir sebelum republik ini memasuki fase krisis berikutnya.

Selain itu, Amir mengatakan, sejak awal telah ada informasi bahwa Prabowo akan membentuk tim responsif yang juga terdiri dari purnawirawan TNI untuk merespons aspirasi yang disuarakan oleh forum tersebut.

“Presiden Prabowo perlu merespons secara elegan dan tertutup. Salah satu usulan saya, jika memungkinkan, tim yang dibentuk Prabowo sebaiknya menemui langsung Jenderal Try Sutrisno di kediamannya. Atau sebaliknya, Forum Purnawirawan TNI bisa bersilaturahmi ke tim yang dibentuk Presiden Prabowo atau bertemu langsung dengan Presiden Prabowo,” ujar Amir.

Amir menjelaskan bahwa sebagian tuntutan yang disuarakan Forum Purnawirawan TNI tidak sepenuhnya berada dalam ranah kewenangan presiden. Ia mencontohkan, isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan ranah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), bukan eksekutif.

Namun demikian, lanjut Amir, ada pula sejumlah aspirasi forum yang bisa direspon langsung oleh Prabowo sebagai presiden terpilih, seperti pemberantasan korupsi atau evaluasi menteri-menteri yang terasosiasi dengan rezim sebelumnya.

“Forum Purnawirawan ini adalah ekspresi bela negara dari para mantan prajurit. Mereka adalah bagian dari cadangan pertahanan nasional dan berhak menyuarakan aspirasi. Tapi harus dipahami juga mana yang menjadi kewenangan presiden dan mana yang bukan,” kata Amir.

Ia juga menyoroti pernyataan Wiranto, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, yang menyampaikan bahwa Prabowo memang memberikan perhatian pada pernyataan Forum Purnawirawan. Namun menurut Amir, komunikasi terkait hal ini sebaiknya tidak dilakukan secara terbuka ke publik.

“Pak Prabowo, Pak Wiranto, dan para tokoh di Forum Purnawirawan TNI adalah sahabat seperjuangan di masa Orde Baru. Hubungan baik ini seharusnya menjadi modal untuk merawat kekompakan. Jangan sampai perbedaan sikap menimbulkan friksi yang bisa dimanfaatkan pihak luar,” tegasnya.

Amir menegaskan pentingnya koordinasi dan komunikasi yang baik antara presiden dengan para senior TNI. Ia bahkan menyarankan agar Prabowo secara langsung meminta restu dan dukungan agar barisan purnawirawan tetap menjadi kekuatan moral dan strategis bangsa. “Ini momentum untuk menunjukkan bahwa negara ini tidak sedang terpecah. Forum Purnawirawan dan Presiden Prabowo bisa menjadi satu suara untuk memperkuat Indonesia,” pungkas Amir.

Foto: Amir Hamzah (IST)

Komentar