Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Kajian Politik Merah Putih: Solo Sumbu Pendek Bisa Jadi Pemantik Revolusi

- Kamis, 24 April 2025 | 13:40 WIB
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Kajian Politik Merah Putih: Solo Sumbu Pendek Bisa Jadi Pemantik Revolusi


Isu dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kembali menyeruak ke permukaan. Dua gugatan resmi yang menyoal keabsahan ijazah SMA Jokowi kini terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Solo dengan nomor perkara 96/Pdt.G/2025/PN Skt dan 99/Pdt.G/2025/PN Skt. Kedua perkara akan disidangkan terpisah pada Kamis, 24 April 2025 pukul 10.00 WIB.

Dalam dinamika yang kian panas ini, Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, angkat bicara dengan bahasa yang tajam dan penuh makna. Ia menyebut situasi ini sebagai bagian dari anomali politik yang telah lama berlangsung.

“Bahasa politik itu seperti puisi Omi Intan Naomi: ‘Aku gak suka bolamu, karena bolamu gelinding ke mana-mana’. Tapi kali ini, bergabung dengan pemilik modal besar adalah peluang yang tidak boleh disia-siakan,” ujar Sutoyo yang dikutip dari www.suaranasional.com, Kamis (24/4).

Sutoyo mengkritisi bagaimana isu yang sudah mencuat sejak 2016—sejak terbitnya buku Jokowi Undercover karya Bambang Tri—tidak pernah terselesaikan secara terang dan tuntas. “Gugatan demi gugatan selalu mental. Bambang Tri malah dua kali masuk penjara. Tapi bukti-bukti digital dari para ahli forensik IT dan AI makin banyak. Ada sesuatu yang tak selesai di sini,” tegasnya.

Jokowi, yang sebelumnya sempat menyatakan ijazahnya hilang, kini memilih bersikap reaktif setelah didatangi oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Namun, alih-alih menunjukkan ijazah asli, Jokowi justru mengatakan akan menyerahkan dokumen itu hanya jika diminta langsung oleh pengadilan.

“Ini aneh. Kalau memang dokumen itu sah, kenapa tidak dibuka saja ke publik? Kenapa harus menunggu proses hukum? Kita sedang bicara soal kredibilitas seorang presiden,” kata Sutoyo.

Jokowi, dalam pernyataannya di Solo pada 16 April lalu, menyebut bahwa tudingan itu adalah fitnah. “Saya mempertimbangkan karena ini sudah jadi fitnah di mana-mana. Akan segera kami putuskan, nanti kuasa hukum yang akan melihat,” ujar Jokowi.

Menurut Sutoyo, proses ini akan menjadi ujian besar bagi sistem hukum Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

“Kalau pengadilan bisa berjalan normal, maka ini akan menentukan apakah Jokowi akan kondang atau wirang. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal akuntabilitas kekuasaan. Dan publik akan menilai: apakah Prabowo bisa berdiri netral atau justru terseret melindungi masa lalu politik yang kelam,” jelasnya.

Ia juga mewanti-wanti potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kekuatan finansial untuk mengendalikan putusan hukum. “Jangan lupa, Jokowi punya modal besar. Politik gentong babi masih bisa dimainkan. Pengadilan bisa dibeli, hukum bisa dikendalikan. Dan para pengacara akan berlomba-lomba bergabung demi kekuatan uang, bukan demi kebenaran,” ujarnya.

Sutoyo mengakhiri pernyataannya dengan merujuk peran historis kota Solo. “Solo itu punya pori-pori sosial yang halus. Dari kota ini bisa lahir gerakan, bisa juga lahir revolusi. Dan jangan lupa, Solo sudah beberapa kali menjadi pemantik sejarah. Ini bisa jadi salah satunya.”

Foto: Ilustrasi/Net

Komentar