Ketika kabar wafatnya Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, mengguncang dunia, berbagai negara berebut untuk menunjukkan empati dan rasa hormat lewat pengiriman utusan resmi. Tak terkecuali Indonesia. Namun, Presiden Prabowo justru mengirim Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri upacara pemakaman pejabat tertinggi di Katolik itu.
Di antara yang paling vokal adalah pengamat politik dan sosial Buni Yani. Dalam pernyataannya yang beredar luas, ia menyampaikan keresahan yang dirasakan banyak pihak.
“Ini bukan soal suka atau tidak suka. Tapi soal logika. Yang seharusnya dikirim adalah tokoh Katolik, atau setidaknya diplomat andal. Bukan tokoh yang sedang diterpa skandal besar,” ujar Buni Yani kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, publik awam pun dapat memahami bahwa diplomasi simbolik memerlukan kepekaan tinggi. Ke Vatikan—pusat dari teologi, spiritualitas, dan tata protokol Gereja Katolik—seharusnya dikirim orang yang tidak hanya memahami konteks religius, tapi juga bersih dari kontroversi etik dan hukum.
Pilihan untuk mengirim Jokowi ke Vatikan muncul di tengah pusaran isu besar: dari dugaan ijazah palsu yang belum tuntas secara hukum hingga masuknya nama Jokowi dalam daftar “World’s Most Corrupt Leaders” versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), sebuah lembaga investigasi kredibel berbasis internasional.
Di tengah derasnya kritik, Buni Yani menutup pernyataannya dengan nada getir. “Indonesia gelap. Negeri ini kelihatannya memang betul akan bubar pada tahun 2030. Ini bukan sekadar teori, tapi arah yang makin nyata bila akal sehat terus dikubur oleh kepentingan.”
Sumber: suaranasional
Foto: Buni Yani (IST)
Artikel Terkait
Penahanan Ditangguhkan, Kades Kohod Bebas
Hakim Ali Muhtarom Simpan Uang Rp5,5 Miliar di Kolong Kasur, Komisi III DPR: Sangat Memalukan
APBN Tekor, Sri Mulyani Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
Link Viral Video 2 Menit 47 Detik Warung Madura Baju Kuning Bikin Publik Penasaran, Kenapa?