IRONI! Setengah Abad Menggarap Tanah Sendiri: Warga Rempang-Galang Dikhianati di Negeri Sendiri

- Senin, 21 April 2025 | 06:40 WIB
IRONI! Setengah Abad Menggarap Tanah Sendiri: Warga Rempang-Galang Dikhianati di Negeri Sendiri


Rempang-Galang: Ketika Negara Lebih Sibuk Menggusur daripada Mengakui


Oleh: Mustaryatim

Ketua Umum HIMAD PURELANG, Eks Tenaga Logistik UNHCR Kamp Vietnam


Dari Kebun Nanas ke Kamp Vietnam: Kami Adalah Bagian dari Negeri Ini


Sejak tahun 1966, keluarga saya menggarap tanah di Rempang-Galang—jauh sebelum negara hadir di pulau ini.


Kami bukan pendatang liar, bukan perambah hutan.


Kami adalah warga yang menghidupi tanahnya sendiri, dengan keringat dan kesetiaan.


Tahun 1975, saat krisis pengungsi Vietnam melanda, negara memanggil, kami menjawab. Saya turut membantu sebagai tenaga logistik UNHCR di Kamp Galang.


Tanpa pamrih, kami membangun tenda, memasak, menjaga keamanan bersama TNI.


Namun kini, tanah yang kami rawat selama lebih dari 57 tahun hendak direbut kembali oleh negara.


Tak satu pun sertifikat diberikan, meski ratusan peta, surat, hingga gros akta kami ajukan sejak lama. Di mana letak kesalahan kami?


Rempang-Galang: Tanah Sejarah yang Kini Terpinggirkan

Dulunya bagian Kesultanan Riau-Lingga, Rempang-Galang sah menjadi bagian NKRI sejak 1945.


Wilayah ini baru masuk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002 lewat UU No. 25/2002.


Tahun 1960-an, PT Mantrust membuka perkebunan nanas.


Setelah bubar pada 1972, kami—para buruh lokal—melanjutkan garapan lahan secara turun-temurun. Kami tidak menyerobot, kami hanya bertahan hidup.


Dari Buruh ke Penjaga Kemanusiaan

Kami bukan hanya petani. Saat ribuan pengungsi Vietnam datang antara 1975–1996, warga Galang jadi tulang punggung kemanusiaan.


Tapi tak satu pun nama kami tercatat dalam buku sejarah negara.


Ketika Negara Hadir Terlambat, Tapi Ingin Mengusir yang Lebih Dulu

Baru pada 2007, Rempang-Galang dimasukkan ke dalam Kawasan Perdagangan Bebas Batam lewat PP No. 46/2007.


Namun saat itu kami sudah puluhan tahun tinggal dan menggarap tanah ini. Kenapa yang datang belakangan justru lebih dianggap?


HIMAD PURELANG: Legalitas dan Perjuangan yang Terus Diabaikan

Sejak 2008, kami membentuk HIMAD PURELANG dan mengajukan legalisasi lahan ke BPN.


Tidak satu pun permohonan kami ditolak—tapi juga tak satu pun dikabulkan. Kami lengkapi semua: gros akta, peta, notaris, bahkan Satgas perlindungan lahan.


Kami bukan kelompok liar. Kami organisasi resmi, terdaftar di Kemenkumham lewat AHU-0001423.AH.01.08.Tahun 2023.


Bahkan Vietnam Menghormati Kami

Surat kami dijawab Kedutaan Vietnam. Mereka menyatakan menghormati kedaulatan hukum RI dan tidak ikut campur.


Tapi mengapa negara sendiri tak memberi kami ruang hidup yang sah?


Kami Tak Menolak Pembangunan, Tapi Kami Ingin Diakui

Kami tidak menolak investasi. Tapi kami minta satu hal: akui hak atas tanah yang kami jaga.


Berikan kami sertifikat, jangan jadikan kami korban janji yang tak ditepati.


Dasar Hukum yang Kami Patuhi:


  • UUPA No. 5 Tahun 1960 (Pasal 4 dan 19)
  • UUD 1945 (Pasal 28H ayat 4)
  • Permen Agraria/BPN No. 9/1999
  • UU No. 27/2007 dan Permen KP No. 20/MEN/2008
  • PP No. 46/2007
  • Risalah RDP Komisi II DPR RI bersama BPN (2012–2013)


79 Tahun Merdeka, Tapi Kami Masih Dianggap Liar

Kami, yang patuh, yang membela negara di masa krisis, kini hendak diusir dari tanah sendiri.


Tak satu pun pejabat datang menanyakan kebenaran sejarah kami.


Kami bukan perusuh. Kami adalah rakyat yang ingin hidup layak di negeri sendiri.


Tulisan ini adalah suara kami—bukan sekadar keluhan, tapi catatan perlawanan damai rakyat Rempang-Galang yang tak ingin dilupakan.


***

Komentar