UGM Lindungi Jokowi Dengan Segala Cara, Kenapa?

- Jumat, 18 April 2025 | 08:05 WIB
UGM Lindungi Jokowi Dengan Segala Cara, Kenapa?


'Betulkah UGM Lindungi Jokowi Dengan Segala Cara?


Oleh: Sultan Nazir

Kagama


"Jangan berbohong pada perasaanmu. Cepat atau lambat, itu akan menjadi hal yang paling kamu sesali."


Saat mobil Es Em Ka di tampilkan di depan rumah dinas Walikota Solo Loji Gandrung saat itu Pak Jokowi masih menjabat Walikota. 


Dipamerkan di hari minggu, saya sempat menyentuh. 


"Luar biasa ini mobil, sempurna" untuk sebuah karya anak SMK. Dalam hati, "ini barang bohongan".


Prolog awal ini sebagai awal dimana posisi saya terhadap kasus tanggal 15 April 2025 kemarin. 


Karena Relawan Gadjah Mada (Relagama) yang diwakili beberapa teman berusaha menjadi fasilitator yang baik.


Isu akan ada tim yang mempertanyakan status ijazah Jokowi bergulir lama sebagai respons percakapan luas dimasyarakat. 


Kemunculan tim Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang berisi beberapa tokoh nasional ada Rizal Fadhilah, Egy Sujana, ada dr. Tifa, mas Roy Suryo, termasuk yang terakhir Bang Rismon persoalan semakin serius karena semua memiliki kapasitas untuk mempertanyakan status ijazah Jokowi.


Surat untuk melakukan audiensi dengan pihak rektorat sudah diajukan hanya siapa yang memfasilitasi belum ada. 


Sehingga beberapa rekan kami di Relagama mengambil inisiatif untuk membuka komunikasi dengan rektorat. 


Pertimbangan bukan hanya sekedar memfasilitasi pertemuan tapi juga agar gerakan massa yang banyak berdatangan bisa kita atur dengan baik.


Supaya target pertemuan tercapai maka jumlah peserta harus dibatasi dan siapa saja yang dihadirkan juga harus terdata dengan baik. 


Pihak tim TPUA mengajukan 20 yang diputuskan pihak rektorat UGM hanya 5. 


Relagama meminta untuk penambahan kuota karena ada beberapa pihak yang berkepentingan termasuk dari KAGAMA. Itu pun di tolak pihak kampus tercinta.


Di lain pihak. Petinggi kampus hanya akan diwakili mas Ari Sujito dan beberapa orang sedang rektor sendiri berhalangan hadir. 


Sehingga dalam ruangan pertemuan diperkirakan akan terjadi dialog yang seimbang.


Ketika tanggal 15 April pagi beberapa menit acara akan dimulai pihak TPUA mendapat kabar 2 orang terhalang di perjalanan sehingga yang tersisa 3 orang. dr. Tifa, Mas Roy Suryo, Bang Rismon. 


Jatah kursi sisa 2, kami ajukan buat Mas Heru Subagia dari Kagama dan Syukri Fadholi tetap ditolak.


Dengan tetap semangat untuk mencari kebenaran buat menegakkan marwah perguruan tinggi sebagai lembaga akademis dan intelektual yang menjunjung tinggi obyektivitas maka 3 orang maju. 


Tapi sungguh kami dan saya sendiri dibuat terkejut karena di dalam ruangan selain 4 orang pihak rektorat ternyata sudah ada 12 orang rombongan yang tidak tercantum dalam komunikasi awal untuk dihadirkan. Termasuk B Tou Saminuddin . 


Betapa mengecewakan dalam lingkungan akademis masih butuh hora hore seperti layaknya pertandingan olah raga


Pertanyaan apakah praktik tidak gentle yang diperlihatkan pihak rektorat pantas untuk menjadi pihak yang mampu menyelesaikan kasus ijazah pak Jokowi?


Institusi apalagi yang akan menjadi contoh untuk berbicara sebuah kebenaran jika UGM tidak mampu berdiri secara netral tanpa memiliki kepentingan dibalik tindakan di atas.


***

Komentar