Dua Kali Keberadaan Ijazah Tanpa Bukti: 'Skripsi Tanpa Legalisasi dan Syawalan Tanpa Wiwi'
Oleh: Dr KRMT Roy Suryo MKes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Hari ini, Rabu (16/4/2025), perwakilan TPUA (Tim Pembela Umat & Aktivis) yang terdiri atas Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani & Damai Hari Lubis berhasil mendatangi dan bertemu langsung dengan bekas Presiden RI ke-7 JkW di rumahnya kawasan Sumber, Solo, Jawa Tengah.
Meski ratusan rombongan datang menggeruduk dan biasanya bisa diterima belasan hingga puluhan orang kalau hanya untuk sekedar selfa-selfi demi pencitraan diri ternyata hari ini JkW hanya berani menerima 3 (tiga) orang di atas.
Meski awalnya silaturahmi, namun sebenarnya tujuan dari datang menemui JkW ini adalah untuk 3 hal penting yang selama ini dinanti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, yakni mendapatkan informasi, klarifikasi dan verifikasi dari "Ijazah resmi JkW" (kalau ada) yang selama ini paling banyak dicari.
Sampai-sampai puluhan dari masyarakat yang datang siang tadi mengenakan kaos warna putih dan hitam bertuliskan Tim Pemburu Ijazah JokoWi.
Namun seperti sudah bisa diduga selama ini, meskipun bisa bertemu langsung selama sekitar 30 (tiga puluh) menit mulai jam 08.50 sd 09.20 WIB, namun ketiga wakil TPUA pagi tadi seperti hanya ketemu robot yang tak punya otak dan hati nurani, karena jawabannya persis sama seperti sudah diprogram oleh para pembisik alias kuasa hukumnya kemarin, yakni tidak mau menunjukkan (Ijazahnya) dan hanya mau kalau diminta oleh pengadilan.
Dia lupa sekarang mendapat posisi selaku Dewan Pengarah di Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang akan mengelola aset sebesar 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15 ribu triliun yang dibentuk Presiden Prabowo dua bulan lalu, tepatnya Senin (24/2/2025).
Dengan posisi selaku Pejabat publik tersebut, JkW tidak bisa berlindung di balik hak privacy karena dia sama saja digaji dengan uang hasil keringat rakyat jelata.
Ini artinya sama dengan sikap Universitas Gadjah Mada (UGM) kemarin, yang sempat mau berlindung juga dibalik pengecualian di UU No 14 th 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik dan UU No 27 th 2022 tentang Perlidungan Data Pribadi, sebelum akhirnya menyerah setelah diberitahu bahwa alhamdulillah saat di DPR-RI Komisi 1 tahun 2009 sd 2019 lalu, saya justru yang mengawal kedua UU tersebut selain UU No 11 th 2008, UU No 19 th 2016 dan UU No 01 th 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Artinya, meski sempat bersikukuh tidak mau menunjukkan Bukti-bukti yang (katanya) dimiliki sampai 34 (tiga puluh empat) item menyangkut kejelasan studi JkW, setidaknya UGM masih memiliki nurani untuk menampilkan Skripsi tahun 1985 yang kontroversi tersebut.
Detail lengkap bagaimana penerimaan UGM Selasa (15/04/25) kemarin bisa dilihat di kanal YouTube : youtu.be/RY6QTWIYRrY agar lebih mudah dimengerti dan menanggapi rilis serta Pemberitaan media rezim yang tidak sesuai fakta yang terjadi.
Sebagaimana jelas disampaikan sekaligus berempat oleh Rizal Fadillah SH, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, Dr dr Tifauzia Tiasumma dan saya sendiri dalam Sentana PodCast spesial dari Kampus UGM diatas, skripsi JkW yang tahun 1985 "diluluskan" (?) tersebut mengandung banyak sekali keanehan atau kecacatan secara akademik yang jauh di bawah standar dan seharusnya tidak bisa diluluskan oleh sebuah Institusi Negeri apalagi sekelas UGM.
Kemarin karena (sengaja) keterbatasan waktu, hanya skripsi inilah yang sempat diverifikasi, sedangkan katanya ada 34 bukti lainnya hanya zonk alias omon-omon belaka.
Mulai dari jenis Font (masa depan) Times News Roman yang dipermasalahkan, lembar pengesahan tanpa tanggal dan diteken oleh nama Dekan Fak Kehutanan UGM dan Pembimbing Skripsi yang berbeda penulisan ejaan "oe" dan "u".
Bahkan samasekali tidak ditulis nama "Kasmudjo" yang justru dikatakan melalui mulutnya sendiri dalam berbagai kesempatan dan yang sangat fatal adalah tidak adanya lembar pengesahan pengujian dari para dosen pengujinya sebagai syarat utama Skripsi tersebut benar-benar telah diuji dan dipertahankan di depan sidang skripsi saat itu.
Lebih membingungkan setelah diperbandingkan dengan salah satu skripsi dari sesama angkatan '80 bernama Saminudin Barori Tou, meski yang bersangkutan memiliki lembar pengujian yang tidak ada di skripsi yang diaku-aku miliknya JkW, ternyata tertulis "... Dipertahankan didepan dosen penguji TESIS ..."
Ini benar-benar lucu dan terlihat bahwa lembar tersebut sekedar copy paste dari template komputer (Windows) masa kini alias bukan mesin ketik atau Percetakan sebagaimana disebut-sebut selama ini.
Jelas seharusnya kalau tertulis tesis ini adalah untuk strata S-2, bukan S-1 dan semestinya ditolak pengesahannya.
Kesimpulannya, Dua Pembuktian diatas sudah bisa menggambarkan bagaimana sebenarnya keberadaan Ijazah Asli (?) JkW" itu.
Bahkan makin jelas terbukti dalam acara Syawalan Keluarga Alumni Gadjah Mada di Wisma Kagama semalam, dari puluhan hadirin Alumni Asli UGM, tidak tampak samasekali batang hidung alumnus yang paling memalukan versi BEM-SI UGM tahun lalu itu.
Mereka sendiri sudah menantang ke Pengadilan saja, oleh karenanya #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa jelas merupakan solusi terbaik masalah ini.
***
Jakarta, Rabu 16 April 2025
Artikel Terkait
Cerita Mentan Amran Ditegur Wapres Gara-Gara Tutup Perusahaan Milik Mafia Beras
Viral Tulisan Dummy Lorem Ipsum di Tugu Titik Nol IKN, Kini Ditutupi Terpal
Kasus Pemerkosaan oleh Dokter PPDS di RSHS Bandung Diduga Diketahui Satpam
Paula Verhoeven Minta Bantuan Hotman Paris, Ngaku Disudutkan dan Dibuat Malu Se-Indonesia