Myanmar diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 magnitudo pada hari Jumat, 28 Maret 2025 yang juga berdampak pada negara tetangga, Thailand.
Getaran gempa terasa hingga Kamboja dan India, menyebabkan kepanikan di berbagai wilayah.
Sebagian besar kerusakan akibat gempa terjadi di ibu kota kuno Myanmar, Mandalay, yang berlokasi dekat dengan episentrum di wilayah Sagaing.
Bangunan-bangunan runtuh, infrastruktur hancur, dan korban jiwa terus bertambah. Menurut laporan media pemerintah, 1.600 orang tewas akibat bencana ini.
Ahli geologi Jess Phoenix menyebut gempa 7,7 magnitudo yang mengguncang Myanmar melepaskan energi yang sebanding dengan lebih dari 300 bom atom.
"Kekuatan yang dilepaskan oleh gempa bumi semacam itu setara dengan sekitar 334 bom atom," ujarnya, seperti dimuat CNN pada Minggu, 30 Maret 2025.
Menurut pakar tektonik dari Imperial College London, Dr. Rebecca Bell, penyebab gempa terjadi karena Myanmar berada di antara dua lempeng tektonik besar, yaitu Lempeng India dan Eurasia. Posisi geografis ini menjadikannya sangat rentan terhadap gempa bumi.
Batas antara kedua lempeng tersebut disebut Sesar Sagaing, sebuah patahan lurus sepanjang sekitar 1.200 km yang melintasi kota-kota besar seperti Mandalay dan Yangon.
Ketika lempeng-lempeng tersebut saling bersentuhan dan menempel, mereka membangun cadangan energi yang sangat besar yang kemudian dilepaskan dalam gempa bumi 'slip-strike' yang dahsyat.
“Sifat lurus berarti gempa bumi dapat terjadi di area yang luas dan semakin besar area sesar yang bergeser, semakin besar gempa bumi,” ujarnya.
Seismolog dari Survei Geologi AS (USGS), Will Yeck, menjelaskan bahwa gempa bumi di Myanmar terjadi karena gesekan antara Lempeng India dan Eurasia, yang dikenal sebagai sesar geser.
Menurutnya Gempa susulan dapat terjadi akibat perubahan tekanan dari guncangan utama.
Gempa bumi terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal, hanya sekitar 10 km di bawah permukaan.
Dr. Ian Watkinson dari Royal Holloway, Universitas London, menyatakan bahwa gempa dangkal berpotensi menimbulkan banyak kerusakan karena energi seismiknya tidak banyak berkurang sebelum mencapai permukaan.
“Myanmar mengalami urbanisasi yang cepat, dengan ledakan pembangunan gedung-gedung tinggi berbahan beton bertulang. Tanpa regulasi bangunan yang ketat, bencana ini dapat menyebabkan kehancuran yang sebanding dengan gempa di Turki tahun 2023,” kata Watkinson.
Di Thailand, gempa mengakibatkan kerusakan serius di Bangkok, termasuk runtuhnya gedung bertingkat 33 yang masih dalam tahap konstruksi. Sedikitnya delapan orang dilaporkan tewas, sementara puluhan pekerja konstruksi terjebak di bawah reruntuhan.
Sementara itu, di Myanmar, kerusakan parah terjadi di Mandalay. Beberapa bangunan bersejarah, termasuk Istana Kerajaan dan Jembatan Ava yang membentang di atas jalan dan rel, mengalami keruntuhan. Kota Naypyidaw dan Yangon juga terdampak, dengan infrastruktur yang rusak parah.
USGS memperkirakan bahwa hampir 800.000 orang di Myanmar berada dalam zona guncangan paling hebat. Dengan banyaknya bangunan yang tidak memenuhi standar ketahanan gempa, jumlah korban jiwa diperkirakan masih akan bertambah.
Dengan situasi yang masih berkembang, tim penyelamat terus bekerja untuk menemukan korban yang tertimbun reruntuhan, sementara pemerintah Myanmar dan Thailand berupaya menangani dampak bencana ini secepat mungkin.
Sumber: rmol
Foto: Peta gempa Myanmar/Net
Artikel Terkait
Pernah diisukan anak biologis Soeharto, inilah orang tua asli Dede Yusuf yang bukan orang sembarangan
Ruben Onsu Mualaf, Ivan Gunawan: Allah Memberi Petunjuk kepada Orang yang Dikehendaki-Nya
Tak Hadiri Halal Bihalal Prabowo, Jokowi Dinilai Kekanak-kanakan
Pernyataan Tegas Atalia Praratya Tak Mau Diduakan, Ingin Berpisah dan Biarkan Ridwan Kamil Memilih Wanita Lain