Hanya orang yang diragukan kesehatannya yang mengatakan Jokowi Presiden terbaik, sederhana, lugu, guru politik, jujur, merakyat atau pemimpin yang tidak serakah. Faktanya Presiden terburuk, boros, palsu, hama politik, oligarkis atau pemimpin yang tidak pernah puas alias tamak. Korup, nepotis dan munafik.
Berpolitik semaunya dan mengeles seenaknya. Tidak ada rasa malu apalagi dosa. Tidak jelas khidmah agamanya, buram ideologinya dan rendah intelektualitasnya. Keterpilihannya adalah kecelakaan dengan aroma kecurangan. Saat menjabat, teriakan makzulkan cukup keras terdengar dan setelah lengser bergeser menjadi tangkap dan adili. Hukum mati bahkan gantung.
Tragis sebenarnya kisah tukang kayu yang menjadi Walikota, Gubernur, dan Presiden itu. Kemuliaan hanya fatamorgana, ketaatan bawahan hanya sementara. Puja puji tak lain sebagai jilatan pura-pura. Tetapi ia terlena dan merasa terus bisa perkasa, padahal usia membuat tidak berdaya. Ia tidak akan bisa melawan Tuhan yang Maha Kuasa. Siksa-Nya membuat panik, gelisah, dan putus asa.
Palu godam untuk memukulnya cukup banyak, diantaranya :
Pertama, pukulan korupsi. Menyengat di dalam negeri, terendus di luar negeri. Pertamina, timah, BLBI, Duta Palma, Jiwasraya dan lainnya mesti memercik dan menodai baju putihnya. OCCRP juga tahu akan hal itu hingga menobatkannya sebagai finalis figur korup dunia.
Kedua, pukulan politik dinasti. Keluarga yang ada dimana-mana. Dari Wapres, Gubernur, MK, Pertamina, BNI hingga Parpol ada susupannya. Lupa bahwa politik dinasti atau nepotisme adalah kejahatan yang terancam penjara. Penggemukan keluarga ditengah semakin kurusnya rakyat jelata.
Ketiga, pukulan kebohongan dan imitasi. Presiden pembohong adalah titel asli yang dberikan publik, sementara imitasi melekat pada kebijakan dan ijazah pendidikan SD hingga PT. Ijazah UGM digugat secara hukum dan dilaporkan ke Bareskrim. Dasar orang licik, ga punya ijazah asli suruh orang buktikan. Tujukkan saja ijazahnya, beres.
Keempat, pukulan pelanggaran Hak Asasi. Sejak 800-an petugas Pemilu 2019 tewas, pembunuhan Baswaslu, 100-an tewas akibat ulah aparat di Kanjuruhan, hingga pembantaian Laskar FPI di KM 50 menjadi tanggungjawab Jokowi.
Ancaman hukuman mati layak untuk “sang penjagal” Joko Widodo.
Kelima, menunggangi dan memperalat Polisi. Polisi yang semestinya netral nyatanya digunakan penuh oleh Jokowi untuk kepentingan pribadi dan kroni. “Penegak hukum” dibelokkan menjadi “Penenggak hukum” hingga mabuk kekuasaan. Konsep “democratic policing” adalah multi-fungsi Polisi untuk menginjak-injak demokrasi.
Kelima palu godam di atas efektif untuk memukul Jokowi agar ia di masa pensiun dari jabatan Presiden dapat menikmati lengsernya dengan tangis dan penyesalan.
Rakyat bisa diinjak satu saat tetapi tidak untuk selamanya.
Perlawanan rakyat bergerak terus sampai pada tahap : “Tangkap dan adili Jokowi !”.
Prabowo jangan jadi pengkhianat dengan memberi jabatan ini dan itu kepada Jokowi “sang perusak” atau “sang penjahat”. Jika hal tersebut dilakukan maka sama saja Prabowo juga adalah “sang perusak” dan “sang penjahat”.
Bandung, 28 Maret 2025
by M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan PARADAPOS.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi PARADAPOS.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Diduga Foto Pernikahan Lisa Mariana Beredar, Sama Ridwan Kamil?
Buat Petasan Sambil Merokok, Rumah Nur Imam Berantakan
Dibongkar Tengku Zanzabella, Nathalie Holscher Pernah Main Serong dengan Polisi
Gempa Magnitudo 7,1 Picu Peringatan Tsunami di Tonga