Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang (UU) TNI yang terjadi di berbagai kota diduga memiliki skenario politik yang lebih luas. Pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, mensinyalir ada partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) yang sedang memainkan agenda tersembunyi untuk menyingkirkan Presiden Prabowo Subianto. Jika skenario ini berhasil, maka Gibran Rakabuming Raka, sebagai Wakil Presiden, akan naik menggantikan Prabowo secara konstitusional.
Dalam politik, tidak ada kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan dan momentum yang tepat. Menurut Amir, skenario ini mirip dengan yang terjadi pada Presiden Soeharto pada tahun 1998. Meskipun saat itu Soeharto memiliki dukungan kuat dari parlemen dan militer, ia tetap jatuh akibat gelombang demonstrasi yang sistematis. Kini, Prabowo menghadapi situasi serupa di mana gelombang protes terhadap UU TNI semakin meluas dan sentimen negatif terhadapnya semakin meningkat.
Amir menilai, Prabowo masih membiarkan loyalis Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada dalam pemerintahan. Langkah ini awalnya dianggap sebagai upaya merangkul semua pihak demi stabilitas politik. Namun, ia memperingatkan bahwa strategi ini justru seperti memelihara “anak macan” yang berpotensi menerkam tuannya sendiri. Para loyalis ini, menurutnya, masih memiliki afiliasi kuat dengan Jokowi dan bisa berperan dalam skenario menggoyang pemerintahan Prabowo dari dalam.
Gelombang demonstrasi yang menolak UU TNI terus berlangsung di berbagai kota. Tuntutan para demonstran pun semakin keras, tidak hanya menolak revisi UU TNI tetapi juga menyuarakan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Prabowo. Hal ini, menurut Amir, bukan sekadar aksi spontan dari kelompok sipil atau mahasiswa, tetapi bagian dari skenario besar yang dirancang oleh aktor politik tertentu.
“Prabowo sudah menjadi musuh bagi demonstran. Ini bukan hanya soal UU TNI, tetapi ada desain besar untuk menciptakan ketidakstabilan. Dengan adanya tekanan massa yang masif, harapannya adalah Prabowo dipaksa turun, dan saat itu, secara konstitusi, Gibran yang naik menggantikannya,” jelas Amir kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (26/3/2025).
Dalam analisisnya, ia menilai ada kemungkinan partai politik dalam KIM Plus yang merasa lebih nyaman dengan Gibran sebagai presiden ketimbang Prabowo. Dengan pengaruh Jokowi yang masih kuat, mereka melihat Gibran sebagai figur yang lebih mudah dikendalikan untuk kepentingan mereka. Oleh sebab itu, skenario menyingkirkan Prabowo lewat demonstrasi dan tekanan politik bisa menjadi opsi yang mereka dorong.
Menghadapi situasi ini, langkah yang diambil Prabowo akan menentukan kelangsungan pemerintahannya. Jika ia tetap membiarkan para loyalis Jokowi dalam struktur pemerintahan dan partai-partai KIM Plus terus bermain di bawah meja, maka ancaman ini bisa semakin nyata. Di sisi lain, Prabowo juga harus mencari cara meredam demonstrasi yang semakin meluas agar tidak menjadi bola liar yang mengancam stabilitas nasional.
Amir menyarankan agar Prabowo segera melakukan konsolidasi internal, memastikan loyalitas penuh dari jajaran pemerintahan dan militer, serta mengambil langkah strategis untuk meredakan situasi politik yang sedang memanas. Jika tidak, ia bisa menghadapi skenario yang sama seperti Soeharto pada 1998.
“Prabowo harus tegas. Jika tidak, ia bisa menjadi korban permainan politik ini dan akhirnya turun sebelum waktunya,” pungkas Amir.
Sumber: suaranasional
Foto: Amir Hamzah (IST)
Artikel Terkait
Lisa Mariana Ngaku Belum Tunjuk Kuasa Hukum Resmi, Sunan Kalijaga Ramai Dirujak
Setelah Video Syur 5 Menit Bu Guru Salsa Tanpa Busana, Kini Muncul Lagi Link Video Bu SR 4 Menit
Malam Berdarah di Rokan Hilir: Penjaga Karaoke Mengamuk, Tusuk Anggota Polisi hingga Tewas
Ketum Muhammadiyah Ingatkan Mudik Lebaran Bukan Ajang Pamer Kesuksesan, Netizen: Kenyataannya Begitu Pak!