MBG Dinilai Tak Signifikan Mendongkrak Ekonomi, Kesimpulan Ini Disampaikan Dewan Ekonomi Nasional ke Presiden Prabowo

- Rabu, 26 Maret 2025 | 06:35 WIB
MBG Dinilai Tak Signifikan Mendongkrak Ekonomi, Kesimpulan Ini Disampaikan Dewan Ekonomi Nasional ke Presiden Prabowo




PARADAPOS.COM - Dewan Ekonomi Nasional menilai realokasi anggaran jumbo untuk program Makan Bergizi Gratis atau MBG tidak akan signifikan mengerek pertumbuhan ekonomi tahun 2025. 


Apalagi, implementasi program saat ini masih bertahap di fase awal dan berjalan lambat.


Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Arief Anshory Yusuf, mengatakan, belanja pemerintah berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.


Tahun ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan pemangkasan anggaran belanja terhadap semua kementerian dan lembaga (K/L). 


Hasil dari pemangkasan belanja itu direalokasi untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG).


Dengan demikian, anggaran MBG pada tahun 2025 yang awalnya dialokasikan Rp 71 triliun akan ditambah Rp 100 triliun sehingga menjadi total Rp 171 triliun pada tahun pertama implementasinya.


Persoalannya, MBG harus diimplementasikan secara bertahap. 


Hingga 12 Maret 2025, anggaran MBG yang telah digelontorkan baru senilai Rp 710,5 miliar dengan total penerima manfaat 2,05 juta orang. 


Artinya, realisasi anggaran MBG sebenarnya baru 0,42 persen dari total Rp 171 triliun.


”Percepatan implementasi MBG agar belanja pemerintah tidak melambat itu sangat sulit. Secara makrosiklikal jadi agak berbahaya karena spending pemerintah itu akan mengalami lag (penundaan),” ujar Arief saat dikonfirmasi, Selasa (25/3/2025).


Sebelumnya, dalam diskusi publik Doctrine UK yang digelar pada Minggu (23/3/2025) malam, Arief menjelaskan, laju implementasi MBG sangat bergantung pada kesiap­an satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).


Imbasnya, implementasi MBG pun lebih lambat ketimbang penggunaan anggaran yang sudah dialokasikan ke K/L lain. Kondisi tersebut dinilai berdampak pada lesunya perekonomian.


Melihat risiko itu, DEN khawatir pemerintah akan sulit mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada tahun ini. 


”Kekhawatiran ini sudah kami sampaikan ke Presiden. Kami belum tahu solusi persisnya seperti apa, tetapi (pemerintah) akan berhati-hati,” ujarnya.


Di luar itu, DEN juga telah melakukan analisis input-output melalui dua skenario, yaitu pembiayaan (financing) dan penyediaan (provision) terhadap program MBG.


Hasilnya, program MBG yang merealokasi struktur anggaran negara hanya akan memberi tambahan 0,01-0,26 persen terhadap pertumbuhan ekonomi 2025. 


Pasalnya, terdapat pertukaran atau pengalihan kinerja antarsektor sebagai imbas realokasi anggaran.


”Misalnya, agrikultur akan tumbuh signifikan. Namun, sebaliknya, sektor lain, seperti jasa, kemungkinan akan berkontraksi,” kata Arief.


Kendati demikian, hasil analisis DEN menunjukkan, dalam jangka pendek, program MBG bisa berdampak pada penciptaan 900.000 hingga 1,9 juta lapangan kerja.


Program MBG juga diyakini dapat memperkecil ketimpangan. Sebagai gambaran, pendapatan masyarakat miskin akan meningkat 8-10 persen, sedangkan pendapatan orang kaya hampir tidak terdampak.


Arief menyimpulkan, fokus program MBG seharusnya bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tetapi sebagai investasi sumber daya manusia (SDM) guna menciptakan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.


”Pemerintah juga harus lebih diedukasi agar MBG itu jangan terlalu dibebani dengan berbagai macam target,” katanya.


BGN Butuh Waktu


Dalam kesempatan berbeda, peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Ariyo Irhamna, menilai percepatan implementasi MBG terkendala karena aspek kelembagaan. 


MBG dilaksanakan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) yang baru dibentuk sehingga memerlukan waktu untuk bisa beroperasi.


Menurut dia, jika pemerintah ingin lembaga baru itu beroperasi secara optimal,pemerintah perlu melebur BGN dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal itu diyakini dapat membuat birokrasi bekerja lebih cepat.


”Kemenkes punya tangan dan kaki hingga puskesmas yang menjadi ujung tombak pemerintah untuk meningkatkan gizi anak-anak,” ujar Ariyo.


Ia menyarankan, agar tidak terlalu menekan ekonomi, sebaiknya realokasi anggaran untuk program MBG dilakukan secara bertahap. 


Tahapan itu disesuaikan dengan kesiapan BGN dalam memperluas implementasi program.


”Jika BGN sudah dimerger dengan Kemenkes menjadi satuan kerja eselon 1 di Kemenkes, eksekusinya pasti akan lebih baik. Secara historis, kita pernah melaksanakan itu dan secara politik pun sangat memungkinkan," imbuhnya.




Sementara itu, dalam konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (13/3/2025), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, dalam pelaksanaannya, program MBG telah menjangkau penerima manfaat, antara lain siswa SD, SMP, SMA, pondok pesantren, dan sekolah luar biasa (SLB).


Saat ini, 726.000 SPPG telah melayani program MBG di sejumlah daerah. Suahasil memastikan jumlah tersebut akan terus ditingkatkan secara bertahap guna memenuhi kebutuhan para penerima manfaat.


👇👇



Sumber: Kompas

Komentar