Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Nicholay Aprilindo, menjelaskan kalau usulan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dimaksudkan hanya untuk narapidana yang sudah selesai menjalani hukuman.
Nicholay beranggapan, peniadaan SKCK itu agar narapidana bisa melanjutkan hidupnya dengan memiliki pekerjaan yang layak. Meski begitu, dia menekankan bahwa hanya terpidana dengan perilaku baik selama di penjara.
"Jadi yang kami maksudkan penghapusan, usulan penghapusan SKCK itu, pertama bagi narapidana yang sudah selesai menjalani hukuman ya. Kemudian yang sudah menunjukan perilaku atau berkelakuan baik di dalam lapas atau di dalam rutan," jelas Nicholay kepada wartawan ditemui di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Dia mencontohkan, seperti anak-anak terjerat kasus hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang sebenarnya masih punya masa depan yang panjang. Akan tetapi, menurut Nicholay, masa depan mereka bisa terhalang akibat catatan hitam di kepolisian.
"Makanya kami membuat surat pengusulan terhadap Kapolri yang ditandatangani oleh Pak Menteri HAM. Ini bersifat usulan dan pada saatnya kami tetap akan duduk bersama dengan pihak kepolisian. Khususnya dalam hal ini yang berwenang mengeluarkan SKCK," imbuhnya.
Dia menambahkan kalau pihaknya memang masih perlu berdiskusi dengan kepolisian untuk membahas persyaratan tentang penghapusan SKCK bagi para narapidana tersebut. Kendati, Kemen HAM sudah layangkan surat kepada Polri sejak beberapa hari lalu, Nicholay menyampaikan kalau sampai saat ini belim ada balasan.
"Kami belum mendapatkan balasan secara resmi, berupa surat juga dari Polri. Tapi kami menunggu undangan dari pihak Polri untuk kami membahas bersama-sama pihak Polri," pungkasnya.
Sebelumnya, pihak Polri sudah memberi tanggapan terkait usulan tersebut. Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menilai, jika usulan tersebut bagian dari masukan terhadap pihaknya.
“Apabila itu masukan yang secara konstruktif kami juga akan menghargai dan akan menjadi bagian untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh elemen masyarakat," kata Trunoyudo, di Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (24/3/2025).
Truno menjelaskan, SKCK merupakan satu di antara bentuk pelayanan polisi kepada masyarakat. SKCK dibutuhkan ketika seseorang melamar suatu pekerjaan. Sebab di dalamnya, sebuah perusahaan akan mengetahui yang bersangkutan pernah melakukan suatu tindak pidana atau tidak.
"Ketika itu dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. SKCK adalah surat keterangan catatan dalam kejahatan atau kriminalitas. Ini tersimpan dalam satu catatan di kepolisian," jelasnya.
Pelayanan SKCK sendiri sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni Pasal 15 ayat 1 huruf K UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepolisian Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
Kirim Surat ke Polri Minta SKCK Dihapus
Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang berisi usulan agar surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dihapus karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo saat diskusi di kantornya, Kuningan, Jakarta, mengatakan surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada Jumat pekan lalu.
“Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay sebagaimana dilansir Antara.
Dia menjelaskan, usulan tersebut muncul setelah Kementerian HAM melakukan pengecekan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah. Dalam kunjungan tersebut, ditemukan narapidana residivis.
Mantan narapidana kembali dibui karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum. Mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.
Menurut Nicholay, sekalipun mantan narapidana mendapatkan SKCK, terdapat keterangan yang menyatakan bahwa mereka pernah dipidana. Oleh sebab itu, sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana.
“Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup. Bahkan, mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” ujarnya.
Usulan penghapusan SKCK disebut demi penegakan, pemenuhan, dan penguatan HAM. Sebab, Kementerian HAM berpandangan bahwa setiap manusia, termasuk narapidana, mempunyai hak asasi yang melekat sejak lahir dan tidak dapat dicabut oleh siapa pun.
Nicholay juga menyebut upaya tersebut selaras dengan Astacita yang dikedepankan Presiden Prabowo Subianto, khususnya butir yang pertama, yakni memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM.
“Saya berharap surat ini mendapat respons positif dari Kapolri, demi kemanusiaan. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik, tapi ini semata-mata demi kemanusiaan, demi penegakan dan pemenuhan serta penguatan HAM,” ucapnya.
Lebih lanjut, apabila surat usulan penghapusan SKCK tidak mendapat respons dari Polri, Kementerian HAM berencana akan membentuk peraturan menteri (permen) mengenai hal itu.
“Langkah-langkah kita (jika tidak direspons) akan konsultasi dengan DPR, kemudian kita buat draf untuk permen,” imbuh Nicholay.
Sumber: suara
Foto: Ilustrasi SKCK - Cara membuat SKCK untuk syarat rekrutmen bersama BUMN (Polri)
Artikel Terkait
Viral Seorang Kades di Musi Rawas Digrebek Warga di Rumah Janda
Aipda Petrus Di-dor di Mata oleh Kopda Basarsyah saat Mohon Setop Tembak AKP Lusiyanto
Ojol Cuma Terima Bonus Hari Raya Rp50 Ribu, Asosiasi Sebut Prabowo Kena Tipu Aplikator
Sepak Bola Mempersatukan Kita