PARADAPOS.COM - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto harus melakukan evaluasi terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sebab, belakangan ini kerap muncul kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit.
Belakangan, muncul kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota polisi di Sumatera Utara. Polisi itu diduga memeras sejumlah sekolah terkait dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) daerah Sumatera Utara. Tak disangka, totalnya mencapai Rp4,7 miliar.
Selain itu, dua anggota polisi melakukan pemerasan tapi tidak dipecat dari institusi Polri dan hanya dijatuhi penempatan khusus serta sanksi demosi di Semarang, Jawa Tengah. Selain kasus pemerasan, ada juga polisi diduga melakukan penganiayaan hingga korban meninggal dunia di Jawa Tengah.
Sebelumnya, aparat kepolisian dipecat karena melakukan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) asal Malaysia saat menonton acara Djakarta Warehouse Project (DWP) di Kemayoran, Jakarta Pusat. Selain itu, ada lagi polisi diduga melakukan pemerasan terhadap anak bos Prodia. Terhadap polisi yang dipecat itu, sampai sekarang belum diproses secara hukum pidana.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan salah satu problem maraknya kasus pelanggaran hukum oleh kepolisian karena tidak berjalannya reformasi di kepolisian. Menurut dia, tidak berjalannya reformasi di kepolisian karena lemahnya kepemimpinan di pucuk Polri.
“Salah satu problem tidak berjalannya reformasi di kepolisian adalah lemahnya kepemimpinan. Lemahnya leadership ini ditandai dengan ketidakkonsistenan penegakan aturan, baik UU maupun peraturan organisasi,” kata Bambang dikutip pada Minggu, 23 Maret 2025.
Kata dia, kasus-kasus pemerasan oleh aparat kepolisian terjadi terus-menerus karena tidak ada konsistensi dari kepemimpinan di Polri. Herannya, lanjut Bambang, prinsip kesamaan di mata hukum seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan pidana.
“Prinsip equality before the law seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian. Hal ini ditandai dengan tidak segera ada proses pidana bagi personel pelaku pemerasan dengan berbagai dalih,” jelas dia.
Bambang menganggap tidak diprosesnya anggota polisi yang diduga melakukan pemerasan itu karena Pimpinan Polri tidak tegas. Dengan demikian, Bambang menilai perlu dilakukan evaluasi segera kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit demi terwujudnya reformasi di internal Korps Bhayangkara tersebut.
“Itu tidak akan terjadi bila pucuk pimpinan Polri memiliki ketegasan. Jadi sebelum melakukan reformasi total yang lebih kompleks, evaluasi kepemimpinan Kapolri itu harusnya dilakukan lebih dulu,” tegas Bambang.
Menurut dia, Presiden Prabowo di awal pemerintahan harus membangun pondasi yang kuat agar tercipta stabilitas untuk membangun ekonomi negara yang maju dan itu hanya bisa dilakukan dengan tingginya tingkat kepastian hukum. Tanpa ada kepastian kepastian dan penegakan hukum yang adil, akan sulit membangun stabilitas politik maupun sosial secara demokratis.
“Sistem demokrasi tak bisa dimundurkan dan diganti dengan cara-cara fasis maupun otoritarian. Jadi jalan satu-satunya adalah penegakan hukum yang benar dan berkeadilan. Polri sebagai ujung tombak penegakan hukum memiliki peran sangat vital. Maka, reformasi Polri itu mutlak dilakukan. Problemnya, jangan sampai reformasi Polri dikooptasi untuk kepentingan elit maupun oligarki, tetapi benar-benar untuk kepentingan masyarakat,” kata Bambang lagi.
Untuk itu, Bambang menambahkan dibutuhkan infrastruktur berupa UU yang baru melalui revisi UU Polri. Kata dia, untuk melakukan revisi itu diperlukan dukungan Polri sendiri, yang dimulai dari pucuk pimpinan Polri. Hanya saja, Bambang menyebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak ada hal signifikan dalam hal reformasi Polri. Selain itu, ia melihat Presisi juga masih sebatas jargon, bahkan jauh dari harapan masyarakat.
“Masalahnya adalah 4 tahun kepemimpinan Jenderal Listyo, tak ada tanda-tanda yang signifikan bahwa Polri bergerak sesuai harapan reformasi. Jadi, bila Presiden (Prabowo Subianto) memiliki good will membenahi Polri, tak ada kata lain adalah melakukan evaluasi pimpinan Polri. Kalau di Pemerintahan Presiden Jokowi pernah membuat terobosan potong generasi untuk mendukung program Nawacita, Presiden Prabowo harusnya juga mampu membuat terobosan untuk mendukung Astacitanya,” pungkasnya.
Sumber: viva
Artikel Terkait
Sosok Wildan Viral usai Pamer Punya Stok Penukaran Uang Baru Rp 2 Miliar, Kerjanya Apa?
Rupiah Ambruk ke Level Terendah Sejak Krisis 1998
Heboh Mojang Bandung Adelia Septa Jadi Korban KDRT Suami Bertahun-tahun
Buntut Guyon Janda Semakin di Depan, Raffi Ahmad Minta Maaf