Fedi Nuril Kritik Cara Puan Maharani Sikapi Kontroversi Pengesahan UU TNI: Tidak Profesional!

- Sabtu, 22 Maret 2025 | 03:30 WIB
Fedi Nuril Kritik Cara Puan Maharani Sikapi Kontroversi Pengesahan UU TNI: Tidak Profesional!


Pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani soal pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Kamis (20/3/2025) menuai reaksi keras.

Lagi-lagi, kritik datang dari Fedi Nuril yang menganggap cara Puan Maharani merespons kegaduhan masyarakat jauh dari kata ideal.

"Bukannya menjelaskan kenapa draf RUU TNI tidak diunggah sampai akhirnya disahkan, malah menggunakan alasan jangan apa-apa berburuk sangka," tulis Fedi Nuril di akun X pribadinya, Jumat (21/3/2025).

Fedi Nuril, bahkan dalam lanjutan pernyataannya, terang-terangan menyebut Puan Maharani sebagai sosok yang tidak profesional dalam menjalankan tugas sebagai Ketua DPR RI.

"Ini pernyataan yang tidak profesional!" kata Fedi Nuril.
Keresahan Fedi Nuril disambut ragam pendapat dari pengguna X lain. Ada yang mengaku sudah terbiasa dengan perilaku manipulatif pejabat negeri.

"Namanya juga manipulatif bang. Jawaban apa aja, walaupun nggak nyambung, bakalan keluar asal nggak mengakui kalau dirinya salah," tutur akun Mythologizing di kolom komentar.

"Minta buat nggak berburuk sangka, tapi draf disembunyiin. Gimana caranya nggak buruk sangka dari dua poin berlawanan tersebut?," tanya akun Aldo.

Ada pula pengguna X yang masih mempertanyakan alasan draf RUU TNI belum ditampilkan juga di laman resmi DPR RI.

"Udah lewat 24 jam setelah disahkan DPR, tapi drafnya aja kagak ada. Jadi yang kalian sahkan kemarin itu apa?" tanya akun Aguilina.

Sebagai informasi, Puan Maharani meminta masyarakat untuk tidak berprasangka buruk terhadap pengesahan revisi UU TNI.

"Jangan apa-apa berburuk sangka. Ini bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Harus mempunyai pikiran positif dahulu sebelum membaca, sebelum melihat, jangan berprasangka," kata Puan Maharani sesaat usai pengesahan revisi UU TNI.

Lebih lanjut, Puan Maharani menegaskan bahwa tiga pasal yang direvisi terkait kedudukan TNI, perpanjangan usia pensiun, dan penambahan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif, telah dibahas secara transparan.

Tidak ada juga pelanggaran dalam penyusunan revisi tersebut, dan menekankan bahwa RUU TNI tidak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

"Tiga hal yang menjadi perbincangan yang diisukan, dicurigai, InsyaAllah tidak akan terjadi," kata Puan Maharani.

Puan Maharani turut menjelaskan bahwa kehadiran PDIP dalam pembahasan revisi UU TNI bertujuan untuk meluruskan hal-hal yang dianggap tidak sesuai.

Fedi Nuril sendiri sebelumnya mempertanyakan esensi rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR dan pemerintah di Hotel Fairmont, Jakarta pada 14 dan 15 Maret untuk membahas RUU TNI.

"Rapat digelar tertutup di hotel dan sampai malam. Katanya efisiensi?" tanya Fedi Nuril, juga lewat sebuah tulisan di X.

Sikap bungkam para peserta rapat saat akan meninggalkan lokasi juga dianggap Fedi Nuril jauh dari komitmen Presiden Prabowo Subianto soal transparansi penyelenggaraan negara.

"Tidak transparan. Ditanya wartawan pembahasannya apa, tidak dijawab. Ini masih sama aja kayak kemarin-kemarin," keluh Fedi Nuril dalam lanjutan tulisannya.

Fedi Nuril pun sempat mengeluhkan tidak adanya draf UU TNI di laman resmi DPR RI ke eks Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqqie.

"Kepada Prof. @JimlyAs, sampai dengan UU TNI disahkan, @DPR_RI tidak mengunggah 'Rancangan Peraturan Perundang-undangan' TNI di laman resminya," tutur Fedi Nuril, lagi-lagi lewat akun X.

Dipertanyakan juga oleh Fedi Nuril, kemungkinan DPR RI melanggar ketentuan tentang pembentukan undang-undang atas dugaan ketidakterbukaan saat membahas revisi UU TNI.

"Apakah menurut Prof. Jimly, DPR telah melanggar Pasal 96 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?," tanya Fedi Nuril ke Jimly Asshidiqqie.

Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sendiri memuat ketentuan tentang hak masyarakat atas akses yang mudah terhadap naskah akademik, dan atau rancangan peraturan perundang-undangan.

Sumber: suara
Foto: Fedi Nuril/Net

Komentar