PARADAPOS.COM - Pengurus Gerakan Nurani Bangsa, Alissa Wahid menyoroti sederet bahaya jika anggota aktif TNI makin banyak yang menduduki jabatan sipil.
Putri sulung mendiang Presiden ke-4 Abdurrahmad Wahid alias Gus Dur itu mengatakan kalau rakyat yang nantinya akan paling menderita akibat hidupnya kembali dwifungsi TNI.
"Kalau tentara aktif kemudian harus bertugas di lembaga-lembaga sipil, aktif berarti masih punya jalur kepada angkatan bersenjata, orang yang memiliki senjata, masih ada jalur koordinasi, jalur komando. Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkendak yang sama dengan penguasa," kata Alissa saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Tindakan tidak wajar dari TNI yang menggunakan senjata kepada masyarakat sipil sebenarnya telah terjadi saat ini.
Alissa yang juga pengurus jaringan Gusdurian itu mengungkapkan kalau organisasi itu banyak sekali mendampingi warga yang terdampak langsung proyek strategis nasional (PSN) yang pengamanannya dijaga langsung oleh TNI.
"Mereka berhadapan dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka tidak punya wewemang. Kalau diberikan akses ini, maka kehadiran mereka jadi legal," imbuhnya.
Atas dasar itu, Gerakan Nurani Bangsa yang terdiri dari berbagai tokoh lintas agama itu menekankan agar revisi UU TNI harusnya dibatalkan.
Kalaupun perlu dilakukan revisi, anak sulung Preaiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menekankan harusnya reviai digunakan untuk perkuatan profesionalitas militer.
"Bukannya untuk mengembalikan peran-peran (dwifungsi TNI) tersebut. Walaupun namanya bukan dwifungsi abri, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, sama saja. Jangan sampai kita kembali, justru mengulang kesalahan yang sama," tegas Alissa.
Dia mengenang masa di mana dwifungsi abri terjadi selama 32 tahun orde baru.
Menurut Alissa, selama itu sebenarnya masyarakat sipil juga berjuang untuk mewujudkan supremasi hukum dan supremasi sipil, bukan supremasi senjata.
"Jangan sampai kita menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan berikan ruang. Ruang itu tidak akan dipakai sekarang, tapi pintunya sudah dibuka, itu yang berbahaya," pungkasnya.
Sepakat untuk Disahkan jadi UU
Hari ini, Komisi I DPR RI bersama Pemerintah akhirnya menyetujui untuk membawa Revisi UU TNI ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Dalam pengambilan keputusan tingkat I yang digelar di Gedung DPR RI pada Selasa dihadiri perwakilan pemerintah di antaranya adalah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Dalam pengambilan keputusan, delapan fraksi menyetujui revisi UU TNI untuk segera disahkan dalam rapat paripurna.
Sebelum pengambilan keputusan, masing-masing perwakilan fraksi menyampaikan pandangan mini fraksi secara terbuka.
Kemudian, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengambil keputusan terhadap revisi UU TNI. Komisi I bersama pemerintah menyetujui revisi UU TNI dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
"Selanjutnya saya mohon persetujuannya Apakah RUU tentang perubahan atas undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia untuk selanjutnya di bawah pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang apakah dapat disetujui?," tanya Utut.
"Setuju," jawab kompak anggota yang hadir.
Sebelumnya, tiga fokus utama revisi UU TNI adalah pasal 3, pasal 53 dan pasal 47. Serta ada tambahan pada pasal 7 ayat 2 tentang operasi militer selain perang.
Pasal 3 mengatur terkait kedudukan TNI. Dimana penegasan pengerahan dan penggunaan kekuatan militer di bawah presiden, serta mengatur kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
Lalu ada pasal 53 mengubah batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Dalam UU saat ini, batas usia pensiun dibagi menjadi dua klaster, yakni 58 bagi perwira dan 53 bagi tamtama dan bintara.
Sementara, dalam Revisi UU TNI berdasarkan naskah DIM, batas usia pensiun dirinci kembali berdasarkan pangkat. Rinciannya yakni sebagai berikut:
Bintara dan tamtama paling tinggi 55 tahun, perwira sampai pangkal kolonel paling tinggi 58 tahun, perwira bintang 1 paling tinggi 60 tahun, perwira bintang 2 paling tinggi 61 tahun dan perwira bintang 3 paling tinggi 62 tahun.
Sementara perwira bintang 4 paling tinggi 63 tahun dan bisa diperpanjang satu tahun maksimal dua kali.
Kemudian pasal 47 tentang penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga.
Ada penambahan kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit TNI aktif menjadi 15.
Yaitu kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (sar) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
Dalam pembahasan, ada dinamika yang awalnya 16 kementerian/lembaga, tetapi Kementerian Kelautan dan Perikanan dicabut.
Kemudian, perubahan pada pasal 7 ayat 2 ditambah operasi di luar militer yaitu pertahanan siber.
Awalnya diusulkan ada dua tambahan, selain pertahanan siber, juga bidang narkotika. Tetapi belakangan, penugasan di bidang narkotika dicabut.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Rahasia Pencerahan Para Nabi dan Ilmuwan
Warga Ngamuk dan Bakar Polsek Kayangan, Dipicu ASN Bundir usai Diperiksa Polisi Dituduh Mencuri
Pakar Telematika Roy Suryo: Rismon Benar, Memperkuat Analisis Saya Tahun 2020 Tentang “Skripsi dan Ijazah” (Palsu) JKW
MIRIS! Program Makanan Bergizi Gratis Untungkan Industri China, Produsen Lokal Indonesia Tertekan