Penjara Sosial Jokowi: 'Hukuman Yang Menyiksa Dirinya'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
“You can fool all the people some of the time, and some of the people all the time, but you cannot fool all the people all the time.” (“Kamu bisa menipu semua orang dalam beberapa waktu, dan sebagian orang sepanjang waktu, tetapi kamu tidak bisa menipu semua orang sepanjang waktu.”)
Di era digital yang serba terbuka ini, kritik terhadap penguasa bukanlah hal baru.
Namun, intensitas kecaman, ancaman, dan caci maki yang tertuju pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di berbagai platform media sosial tampaknya mencapai titik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hampir setiap saat, media sosial dipenuhi oleh suara-suara yang menuduhnya berbohong, menipu rakyat, mempraktikkan nepotisme, bahkan memalsukan ijazah.
Dengan derasnya gelombang kritik tersebut, muncul pertanyaan: apakah ini menjadi bentuk penjara sosial bagi Jokowi? Jika ya, sejauh mana dampaknya terhadap batinnya sebagai manusia?
Kritik yang Tak Terhindarkan
Sebagai pemimpin negara, Jokowi tentu tidak bisa menghindari kritik. Namun, kritik yang dialamatkan kepadanya bukan sekadar soal kebijakan atau kinerja pemerintahan, melainkan juga menyangkut aspek personal yang meragukan integritasnya.
Tuduhan kebohongan, manipulasi, hingga pelanggaran moral menjadi bagian dari narasi yang berkembang luas di masyarakat.
Bagi sebagian besar rakyat, berbagai janji manis yang diucapkannya berakhir sebagai ilusi belaka.
Janji mengenai pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, pemberantasan korupsi, serta netralitas politik dalam pemilu justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.
Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa Jokowi adalah produk dari sistem politik yang memang sudah korup dan pragmatis.
Namun, di sisi lain, banyak yang menilai bahwa ia secara sadar memilih untuk bermain dalam pusaran kuasa yang menindas rakyat, bukan sebagai pemimpin yang berusaha membebaskan mereka dari belenggu ketidakadilan.
Keputusan-keputusan politiknya yang kerap dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil semakin menegaskan citra negatif yang berkembang di media sosial.
Apakah Ini Penjara Sosial?
Dalam teori sosial, penjara tidak selalu berbentuk fisik. Konsep “penjara sosial” merujuk pada kondisi di mana seseorang dikekang oleh opini publik, dijauhi dari penerimaan sosial, dan kehilangan legitimasi moral di mata rakyat.
Dalam konteks ini, Jokowi bisa dikatakan tengah mengalami bentuk penjara sosial yang cukup serius.
Setiap langkahnya selalu dipantau, setiap kebijakannya dicurigai, dan setiap kata-katanya dinilai penuh tipu daya.
Rakyat tidak lagi memberikan kepercayaan, bahkan sebagian besar melihatnya sebagai sosok yang telah mengkhianati amanah.
Bagi seorang pemimpin, kehilangan kepercayaan rakyat adalah hukuman yang lebih menyakitkan dibandingkan sanksi hukum sekalipun.
Apalagi di era digital, di mana jejak rekam seseorang bisa dengan mudah dilacak dan dijadikan bukti atas segala kebohongan yang pernah dilakukan.
Jokowi mungkin masih memiliki kekuasaan secara struktural, tetapi dalam hati rakyat, ia telah menjadi pemimpin yang kehilangan legitimasi moral.
Seperti yang dikatakan Abraham Lincoln, “You can fool all the people some of the time, and some of the people all the time, but you cannot fool all the people all the time.” (“Kamu bisa menipu semua orang dalam beberapa waktu, dan sebagian orang sepanjang waktu, tetapi kamu tidak bisa menipu semua orang sepanjang waktu.”)
Siksaan Batin yang Tak Terelakkan
Sebagai manusia, sangat sulit untuk membayangkan bahwa Jokowi tidak merasakan dampak psikologis dari situasi ini.
Kritik yang bertubi-tubi, tuduhan yang terus menerus muncul, serta keengganan publik untuk mempercayainya tentu memberikan tekanan batin yang besar.
Jika seseorang memiliki hati nurani, kecaman yang tiada henti bisa menjadi beban mental yang luar biasa berat.
Bahkan, bagi sebagian orang, tekanan sosial seperti ini lebih menyakitkan daripada hukuman fisik.
Namun, apakah Jokowi benar-benar merasakan penderitaan batin akibat situasi ini?
Itu tergantung pada bagaimana ia memandang dirinya sendiri dan bagaimana ia menginternalisasi semua kritik tersebut.
Jika ia memiliki kesadaran moral yang tinggi, maka setiap tuduhan kebohongan dan pengkhianatan rakyat akan menjadi duri dalam daging yang terus menyiksa.
Sebaliknya, jika ia telah membangun tembok tebal yang membuatnya kebal terhadap kritik, maka penjara sosial ini mungkin tidak terlalu berdampak baginya.
Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi, “The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others.” (“Cara terbaik untuk menemukan dirimu adalah dengan mengabdikan diri kepada orang lain.”)
Jika Jokowi benar-benar melayani rakyat dengan tulus, ia tidak akan mengalami kecaman sebesar ini.
Akhir dari Narasi Kekuasaan
Sejarah mencatat bahwa pemimpin yang kehilangan kepercayaan rakyat pada akhirnya akan menghadapi konsekuensi yang berat, baik secara politik maupun sosial.
Mungkin saat ini Jokowi masih bisa berlindung di balik kekuasaan dan jejaring politiknya, tetapi waktu akan berbicara.
Ketika masa jabatannya berakhir, ketika kekuatan politiknya memudar, dan ketika sejarah mulai menilai kepemimpinannya dengan lebih objektif, penjara sosial ini akan semakin terasa nyata.
Pada akhirnya, setiap pemimpin akan dikenang bukan hanya karena apa yang mereka bangun secara fisik, tetapi juga karena bagaimana mereka memimpin dengan integritas.
Bagi Jokowi, mungkin saat ini ia bisa mengabaikan suara-suara rakyat yang kecewa.
Namun, dalam hati nurani yang paling dalam, bisakah ia benar-benar lepas dari siksaan batin yang disebabkan oleh pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat?
Waktu akan menjadi hakim yang adil, dan sejarah akan mencatat apakah Jokowi benar-benar seorang pemimpin yang membawa perubahan atau sekadar penguasa yang terperangkap dalam penjara sosial yang ia ciptakan sendiri.
***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Fedi Nuril Bikin Zarry Hendrik yang Bela Revisi UU TNI Bungkam Seribu Bahasa
PPI Jepang Kritik Keras RUU TNI: Kami Khawatir Mahasiswa di Luar Negeri Enggan Kembali
PM Terpilih Jens-Frederik Nielsen Tolak Jual Greenland ke Trump
Publik Curiga Ada Draft Selundupan dalam Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah