PARADAPOS.COM - Kantor berita yang berkantor pusat di Paris, Perancis, Agence France-Presse (AFP) belum lama ini menerbitkan artikel berjudul "Indonesians seek escape as anger rises over quality of life".
Dalam artikel itu, mereka menyoroti nasib salah satu warga Indonesia yang sudah bekerja bertahun-tahun tetapi penghasilan tetap sama.
Warga Indonesia yang kisahnya diungkap AFP adalah seorang guru les privat bernama Patricia.
Disebutkan bahwa, perempuan 39 tahun itu telah belajar bahasa Jerman selama dua tahun dan punya mimpi untuk pindah ke Eropa karena minimnya peluang, stagnasi ekonomi, dan kurangnya harapan di Tanah Air.
AFP menyebut, ia merupakan salah satu dari ribuan warga Indonesia yang mempopulerkan tagar #KaburAjaDulu di media sosial.
Menurut AFP, Patricia, yang berasal dari Jakarta, mengaku telah bekerja selama bertahun-tahun tetapi penghasilan atau pendapatannya tetap sama.
"Setelah bekerja selama bertahun-tahun, penghasilan saya tetap saja sama. Sementara kebutuhan saya terus meningkat. Saya tidak memiliki rumah atau mobil. Jika terus bekerja seperti ini, mungkin itu tidak akan pernah cukup," tulis AFP, mengutip pernyataan dari Patricia.
Dalam artikel yang diterbitkan pada Senin (10/3/2025) itu, AFP kemudian mengungkap bahwa pada bulan lalu, tagar #KaburAjaDulu ramai dibicarakan di Indonesia, termasuk mendapatkan ribuan mention dan menjangkau lebih dari 65 juta akun di X berdasarkan analisis dari Brand24.
Lonjakan ini bertepatan dengan protes mahasiswa terhadap efisiensi anggaran oleh pemerintahan baru. AFP menyinggung, pemotongan anggaran tersebut dilakukan pemerintah untuk dialihkan ke dana investasi negara bernilai miliaran dollar AS.
Patricia pun disebut telah teguh dengan keputusannya untuk pergi ke luar negeri. Ia mengaku sedang mengajukan lamaran sebagai relawan di Jerman, berharap bisa menemukan pekerjaan berbayar setelahnya.
"Saya ingin berjuang di sana demi pekerjaan yang lebih baik, hidup yang lebih baik, penghasilan yang lebih baik. Jika sudah punya tempat di sana, saya tidak akan kembali ke Indonesia," akunya.
AFP juga mewawancarai pekerja Indonesia lain yang ingin pula pindah tinggal dan kerja di luar negeri.
"Setelah banyak kebijakan aneh, saya merasa harus pindah ke luar negeri. Ini sudah menjadi kebutuhan utama. Saya benar-benar merasakannya. Saya tidak mendapatkan bantuan sosial, dan uang yang saya miliki sangat terbatas. Bekerja hanya untuk bertahan hidup dari hari ke hari, bulan ke bulan, bukan bekerja dengan penuh gairah," lapor AFP, mengutip keterangan dari Chyntia Utami (26).
Chyntia merupakan pekerja di sektor teknologi di Jakarta.
Media Asing itu juga mengungkapkan, bahwa beberapa warga Indonesia bahkan telah rela mengambil pekerjaan fisik yang lebih berat di luar negeri demi keluar dari kondisi ini.
Misalnya, Randy Christian Saputra. Disebutkan, pria 25 tahun itu telah meninggalkan pekerjaannya di perusahaan konsultan multinasional di Indonesia untuk bekerja sebagai buruh di perkebunan tomat di Australia.
"Saya lelah dengan sistem di Indonesia. Jika kita lihat ke luar negeri, mereka biasanya memiliki sistem yang lebih baik," kata Randy, sebagaimana diberitakan AFP.
Menurut AFP, standar hidup yang buruk di Jakarta juga menjadi alasan utama banyak orang ingin pergi.
"Semakin lama saya tinggal di Jakarta, semakin sulit karena polusi dan kemacetan. Ini lebih berkaitan dengan standar hidup. Saya merasa lelah dan kehilangan harapan," tulis AFP menukik perkataan Favian Amrullah (27).
Favian disebut adalah seorang lulusan perangkat lunak yang akan pindah ke Amsterdam untuk bekerja di startup teknologi pada April.
AFP menyinggung, beberapa perusahaan asing telah memanfaatkan tren ini, termasuk perusahaan perekrutan asal Jepang yang mulai mencari tenaga kerja terampil dari Indonesia melalui iklan online.
Menurut pakar, media sosial menjadi sarana bagi warga Indonesia untuk menyalurkan keluhan mereka.
"Ini menunjukkan emosi publik," kata Ika Karlina Idris, profesor di Monash University Indonesia kepada AFP.
Ia menambahkan, tagar tersebut menyoroti kekhawatiran masyarakat terhadap pekerjaan dan nepotisme serta kebijakan publik yang tidak terarah.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia per Agustus 2024, terdapat hampir 7,5 juta pengangguran di Indonesia.
"Angka ini memperburuk kemarahan terhadap kualitas hidup yang buruk, di tengah kesenjangan yang semakin melebar antara masyarakat kaya dan miskin serta tekanan ekonomi terhadap kelas menengah," tulis AFP.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Kompas.com, berita AFP soal nasib miris pekerja Indonesia tersebut telah direproduksi oleh sejumlah media asing lain, termasuk media Arab Arab News dan media Singapura The Straits Times.
Sumber: kompas
Artikel Terkait
Kakak-Adik Masuk Islam, Seorang Cewek Ikrar Syahadat Air Matanya Langsung Mengalir
Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Akan Dibuka Sekitar April 2025
Bos Pelaku Manipulasi Takaran MinyaKita Ditangkap di Karawang
Korban Penipuan Kacab Maybank Rp30 Miliar Meninggal Dunia, Depresi Berujung Serangan Jantung