Cerita RI Pernah Hampir Bangkrut Gegara Presiden Salah Urus Negara

- Selasa, 11 Maret 2025 | 10:25 WIB
Cerita RI Pernah Hampir Bangkrut Gegara Presiden Salah Urus Negara




PARADAPOS.COM - Indonesia pernah berada di ambang kebangkrutan yang disebabkan oleh kegagalan pemimpin Tanah Air mengurus negara. 


Kisah ini bukan fiksi, tapi benar terjadi di akhir-akhir masa kepemimpinan Presiden Soekarno sekitar tahun 1965-1966.


Hitung mundur 59 tahun lalu, Indonesia di era Demokrasi Terpimpin larut dalam retorika politik Presiden Soekarno. 


Masa-masa itu Soekarno mencanangkan banyak proyek-proyek mercusuar yang membuat Indonesia dipandang hebat negara lain. 


Sebut saja seperti Gelora Bung Karno, Monumen Nasional (Monas), hingga Hotel Indonesia. 


Semua itu membutuhkan banyak uang. Pemerintah akhirnya mengambil langkah cepat, yakni mencetak banyak uang untuk mendanai semua proyek mercusuar dan membayar utang yang mencapai US$2,36 miliar. 


Akibatnya, hiperinflasi mencapai 650% yang berakibat pada kenaikan harga bahan-bahan pokok. 


Sejarawan Jan Luiten Van Zanden & Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan (2013) menyebut, hiperinflasi dibarengi juga oleh utang besar menggunung yang dibarengi pelemahan ekspor dan penurunan pendapatan per kapita.


Belum lagi, sektor politik yang memanas membuat ekonomi bertambah buruk. 


Saat itu, Soekarno sedang melancarkan perang kepada Malaysia yang tentu berdampak pada besarnya pengeluaran anggaran.


Semua permasalahan itu membuat majalah asal Amerika Serikat The New Yorker edisi 23 November 1968 menulis Indonesia terancam bangkrut akibat retorika politik Presiden Soekarno. 


"Akibat Soekarno salah mengurus negara ini masih dalam kondisi bangkrut & selama beberapa tahun ke depan akan diramal akan bergantung pada bantuan asing," tulis The New Yorker. 


Berbagai masalah tersebut memang tak diurai oleh Presiden Soekarno, melainkan ditangani oleh Soeharto.


Tepat hari ini 59 tahun lalu, Soeharto menerima instruksi dari Presiden Soekarno untuk mengatasi masalah keamanan lewat secarik kertas bernama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).


Lewat Supersemar, Soeharto perlahan bergerak mengambilalih kekuasaan, yang menurut berbagai sejarawan disebut kudeta merangkak atas kekuasaan Soekarno. 


Akhirnya, kita semua tahu, Soeharto, yang awalnya hanya diminta mengendalikan keamanan, terpilih menggantikan Soekarno sebagai Presiden RI ke-2 pada 1968. 


Pada titik ini, berbagai masalah warisan Demokrasi Terpimpin menjadi momok yang harus dihadapi Soeharto. 


Guy Fauker dalam "The Indonesian Economic and Political Miracle" (1973) menyebut, langkah awal Soeharto mengurus ekonomi adalah mengubah arah dari pro-Timur dan anti-Barat menjadi pro-Barat dan anti-Timur.


Lalu, Soeharto juga membentuk tim ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 


Semua tim itu merupakan lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS).


Tim yang kemudian disebut Mafia Berkeley itu sangat memengaruhi arah kebijakan ekonomi Orde Baru kala itu.


Salah satunya adalah meyakinkan negara-negara Barat untuk memberikan kredit kepada Indonesia. 


Meski begitu, upaya itu sulit dilakukan sebab Indonesia sudah dicap buruk sebagai negara yang tak mampu bayar cicilan atau bunga atas utang luar negeri.


Singkat cerita, upaya itu berhasil lewat pembentukan konsorsium negara kreditur bernama IGGI (Inter-Govermental Group on Indonesia) tahun 1967. 


Konsorsium tersebut berisi Inggris, Italia, Amerika Serikat, Bank Dunia, banyak negara Barat lain.


Semuanya memberikan dana segar kepada Indonesia untuk melunasi utang-utang yang tentu harus dibayar di kemudian hari. 


Tercatat, ada ratusan juta dolar AS bantuan dari IGGI kepada Indonesia. Dari sini, permasalahan utang mulai terurai dan ekonomi bisa bergerak. 


Pada akhirnya, Indonesia pun lolos dari kebangkrutan. Suka atau tidak suka, ekonomi pintu terbuka ala Soeharto yang dimulai pada 1968 berperan penting membawa perubahan. 


Meskipun selama 32 tahun berkuasa, satu per satu masalah bermunculan di kekuasaan Soeharto, mulai dari korupsi hingga ketimpangan sosial. 


Sumber: CNBC

Komentar