Rakyat Kesusahan, Elite di Negeri Ini Pesta Korupsi

- Sabtu, 08 Maret 2025 | 13:40 WIB
Rakyat Kesusahan, Elite di Negeri Ini Pesta Korupsi


Pagi itu, matahari baru saja naik di Desa Sukajaya. Ibu Sri, seorang pedagang sayur di pasar tradisional, mengeluhkan harga bahan pokok yang semakin mahal. “Dulu saya bisa beli beras 5 kg dengan uang Rp50 ribu, sekarang segitu cuma dapat 2,5 kg. Semua mahal, Mbak,” ujarnya sambil menata dagangan.

Di ujung lain desa, Pak Joko, seorang petani, baru saja pulang dengan wajah lesu. Musim tanam kali ini lebih berat karena pupuk bersubsidi sulit didapat. “Dulu ada subsidi, sekarang hilang entah ke mana. Katanya ada bantuan dari pemerintah, tapi yang dapat cuma mereka yang punya kenalan di kelurahan,” keluhnya.

Di kota, cerita yang sama juga terdengar dari buruh pabrik, ojek online, dan pedagang kaki lima. Harga kebutuhan pokok naik, lapangan kerja sulit, sementara bantuan sosial lebih sering jadi alat politik daripada solusi nyata.

Namun, di saat rakyat kesulitan, para elite justru hidup dalam kemewahan. Kasus demi kasus korupsi terus terungkap, tetapi hukuman bagi para pelaku sering kali ringan, bahkan ada yang tetap mendapat posisi nyaman setelah keluar dari penjara.

Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pemberantasan korupsi, tetapi seperti siklus yang terus berulang, praktik ini seakan tak pernah benar-benar hilang. Skandal demi skandal muncul, dari pengadaan barang fiktif, suap pejabat, hingga mark-up proyek infrastruktur yang anggarannya berasal dari pajak rakyat.

Jika kita melihat data dari KPK, korupsi di Indonesia bukan hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga di daerah. Dari gubernur hingga kepala desa, dari menteri hingga staf kecil di kementerian, banyak yang terlibat dalam permainan kotor ini.

Salah satu kasus terbaru yang menghebohkan adalah korupsi Pertamina. Saat pandemi melanda, ketika rakyat kehilangan pekerjaan dan kesulitan makan, ada oknum yang justru memperkaya diri dengan memotong dana bantuan. Ironisnya, mereka yang tertangkap sering kali hanya menerima hukuman ringan dan tetap memiliki akses ke lingkaran kekuasaan setelah keluar dari penjara.

Fenomena ini menunjukkan bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan individu, melainkan sudah menjadi bagian dari sistem. Banyak elite politik yang tidak hanya menikmati uang hasil korupsi tetapi juga menggunakannya untuk mempertahankan kekuasaan. Uang haram itu digunakan untuk membiayai kampanye, membangun dinasti politik, hingga membeli loyalitas aparat dan birokrat.

Korupsi di Indonesia terus berlangsung karena beberapa faktor utama:

-Hukum yang Tidak Tegas
Banyak kasus korupsi yang akhirnya berakhir dengan vonis ringan atau bahkan remisi yang mengurangi masa tahanan. Para koruptor sering mendapat perlakuan istimewa di dalam penjara, bahkan ada yang tetap bisa berbisnis atau menjalankan jaringan politiknya dari balik jeruji besi.

-Budaya Impunitas
Korupsi tidak hanya dilakukan individu, tetapi sudah menjadi budaya di banyak institusi. Dari proses tender proyek hingga urusan birokrasi kecil, selalu ada praktik suap-menyuap yang dianggap lumrah. Jika ada yang tertangkap, banyak yang berpikir, “Yah, dia cuma kurang beruntung. Yang lain juga melakukan hal yang sama.”

-Politik Uang dan Dinasti Kekuasaan
Banyak pejabat yang terpilih bukan karena kompetensi, tetapi karena kekuatan uang. Kampanye politik sering kali dibiayai oleh hasil korupsi atau sponsor dari oligarki, yang kemudian meminta ‘balas budi’ dalam bentuk proyek dan kebijakan yang menguntungkan mereka.

-Kurangnya Kontrol Publik
Masyarakat sering kali merasa tidak berdaya dalam menghadapi korupsi. Banyak yang apatis karena melihat bahwa laporan atau protes mereka jarang ditindaklanjuti.

Dampak Korupsi: Rakyat yang Menanggung Beban

Korupsi bukan sekadar pencurian uang negara. Dampaknya nyata dan dirasakan oleh rakyat setiap hari. Infrastruktur yang buruk, layanan kesehatan yang mahal dan tidak merata, pendidikan yang tidak berkualitas, hingga harga barang yang terus melambung tinggi—semua itu adalah akibat langsung dari uang rakyat yang disalahgunakan.

Saat jalan-jalan di desa rusak dan sulit dilewati, saat rumah sakit kekurangan fasilitas, saat anak-anak putus sekolah karena biaya pendidikan mahal, di situlah kita bisa melihat dampak nyata dari korupsi.

Lebih menyedihkan lagi, mereka yang paling menderita adalah rakyat kecil. Buruh, petani, nelayan, dan masyarakat miskin di perkotaan yang berjuang untuk hidup sehari-hari justru menjadi korban utama.

Solusi

Korupsi mungkin sulit diberantas sepenuhnya, tetapi bukan berarti kita harus menyerah. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk melawan sistem yang korup ini:

-Penegakan Hukum yang Tegas
Hukuman bagi koruptor harus lebih berat, tanpa kompromi. Tidak ada lagi remisi bagi koruptor, tidak ada lagi perlakuan istimewa di penjara.

-Reformasi Politik
Sistem politik yang mahal dan berbasis uang harus diubah. Mekanisme pendanaan partai harus lebih transparan agar tidak bergantung pada oligarki atau dana hasil korupsi.

-Peran Masyarakat dan Media
Masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi pejabat publik dan berani melaporkan penyimpangan. Media juga harus tetap kritis dan tidak terkooptasi oleh kepentingan elite.

-Pendidikan Antikorupsi Sejak Dini
Anak-anak harus diajarkan sejak dini tentang pentingnya integritas dan dampak buruk korupsi. Jika generasi mendatang memiliki kesadaran lebih tinggi, kita bisa berharap pada perubahan yang lebih baik.

Rakyat bisa memilih: tetap diam dan membiarkan elite pesta di atas penderitaan mereka, atau mulai bergerak melawan. Perubahan tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi jika kesadaran terus tumbuh dan tekanan terhadap pemerintah semakin kuat, ada harapan bahwa suatu hari nanti negeri ini bisa bebas dari belenggu korupsi.

Karena sejatinya, Indonesia bukan milik segelintir elite yang rakus, tetapi milik seluruh rakyat yang mendambakan kehidupan yang lebih adil dan sejahtera.

Oleh: Susiana
Aktivis Aliansi Rakyat Menggugat (ARM)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan PARADAPOS.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi PARADAPOS.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar