Ahmad Khozinudin Soroti Dugaan Permainan Oligarki dalam Skandal Pagar Laut PIK-2

- Jumat, 07 Maret 2025 | 16:30 WIB
Ahmad Khozinudin Soroti Dugaan Permainan Oligarki dalam Skandal Pagar Laut PIK-2


Pengacara Ahmad Khozinudin mengkritisi dugaan permainan oligarki dalam kasus pagar laut di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dianggapnya sebagai bentuk penguasaan wilayah laut secara ilegal.

Ia mempertanyakan sikap pejabat negara yang seakan-akan menutup mata terhadap masalah ini.

"Kita ajak para pejabat penyelenggara negara hari ini, termasuk Presiden Prabowo Subianto, untuk berpikir apakah kita mau mengorbankan negara kita hanya untuk melindungi segelintir oligarki yang merusak negara kita?" ujarnya yang dikutip dari unggahan Youtube Abraham Samad Speak Up, Kamis (6/3/2025).

Ia menyoroti bahwa pagar laut sepanjang 30 KM tersebut tidak hanya berada di Desa Kohod, tetapi juga tersebar di 16 desa dan 6 kecamatan di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang.

Namun, ia heran mengapa kasus ini hanya difokuskan pada Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip.

"Bahkan dilokalisir hanya di Desa Kohod. Padahal kita tahu pagar laut 30 KM ada di 16 desa dan 6 kecamatan di Kabupaten Tangerang, tambahan ada di Kabupaten Serang beberapa kecamatan. Jadi memang jauh sekali," tegasnya.

Ia juga mempertanyakan keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang luasnya mencapai puluhan ribu hektar.

Menurutnya, tanggung jawab dalam kasus ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Kantor Pertanahan (Kantah), karena ada hierarki kewenangan hingga tingkat menteri.

"BPN selama ini melokalisir seolah-olah itu hanya tanggung jawab Kantah. Makanya RDP dengan Komisi II DPR RI, Menteri ATR/BPN pernah memberikan rekomendasi akan mengevaluasi pemberian kewenangan kepada Kantah untuk menerbitkan SHGB. Dalihnya tanahnya besar sekali. Padahal sudah ada layer-layer kewenangannya itu di mana," katanya.

Dalam konteks hukum, ia menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa hanya menjerat pejabat desa.

Semua pihak yang terlibat, termasuk notaris, kantor jasa surveyor berlisensi, dan penerima manfaat sertifikat, harus bertanggung jawab.

"Orang yang turut serta melakukan tindak pidana kan tidak bisa kita lokalisir di kepala desa. Harusnya sampai BPN karena terbitnya kan di BPN, juga kepada penerima manfaat dari sertifikat, yaitu korporasinya. Nggak bisa kita simpulkan bahwa karena ada kepala desa yang membantu, terus dianggap ini case close. Emang bodoh kita 280 juta penduduk Indonesia?" tegasnya.

Terkait dengan denda Rp 48 miliar yang harus dibayar oleh Arsin bin Asip, ia mempertanyakan logika di balik tuntutan tersebut.

"Yang harus kita teliti itu masuk akal nggak Arsin membangun sendirian? Kan pagar itu miliaran juga biayanya. Nggak mungkin. Apalagi mau membayar denda," ujarnya.

Ia juga menyoroti pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono, yang menyebut bahwa Arsin siap membayar denda tersebut, padahal kuasa hukum Arsin membantah adanya pengakuan semacam itu.

"Kuasa hukumnya ketika dikonfirmasi masalah denda ini dia bilang, ‘kami belum pernah tahu, klien kami enggak tahu. Tahunya juga baca di medsos.’ Kurang hati-hati nih berarti, di penjara bisa medsosan," ungkapnya.

Ahmad Khozinudin menekankan bahwa penanganan kasus ini tidak boleh hanya berhenti pada denda, tetapi juga harus menegakkan pidana terhadap pihak-pihak yang terlibat.

"Kalau kita bicara tentang pagar laut, itu bukan hanya sanksi denda. Pidananya dulu yang harus jalan," tutupnya.

Ahmad Khozinudin terus menekankan seluruh pihak untuk mengusut tuntas skandal pagar laut PIK-2 dan memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan transparan.

Sumber: suara
Foto: Pengacara Ahmad Khozinudin (Youtube)

Komentar

Terpopuler