Indonesian Coruption Watch (ICW) menolak wacana hukuman mati bagi pelaku korupsi, terutama koruptor yang kini menjadi tersangka dalam dugaan rasuah tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero).
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan bahwa penetapan hukuman mati bagi koruptor bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).
Ketimbang hukuman mati, Wana mendesak agar penegak hukum memiskinkan koruptor.
"Berkaitan dengan statemen Jaksa Agung mengenai pelaku korupsi dapat dihukum mati, ICW sangat tidak sependapat dan menentang," kata Wana kepada Suara.com, Jumat (7/3/2025).
Menurutnya, pendekatan hukuman mati kepada koruptor juga tidak bisa menyelesaikan akar persoalan yang terjadi.
"Selain karena melanggar hak asasi manusia, pendekatan hukuman mati dalam perkara korupsi tidak menyelesaikan akar persoalan," katanya.
Ia mencontohkan, China sebagai negara yang telah menerapkan hukuman mati. Namun, indeks korupsi di negara tirai bambu ini tidak menurun secara signifikan.
"Hukuman mati digunakan dengan dalih membuat efek jera pelaku korupsi. Namun faktanya, negara yang masih menerapkan hukuman mati seperti China tidak juga lebih baik berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi," ungkapnya.
Lantaran itu, ia mengatakan lebih tepat bila koruptor dimiskinkan. Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah segera mempercepat pengesahan RUU Perampasan Aset.
Sahkan RUU Perampasa Aset
"Upaya efek jera pelaku korupsi adalah dengan cara memiskinkan dan mempercepat proses RUU Perampasan Aset sebagai instrumen untuk melaksanakan hal tersebut," katanya.
Salah satu koruptor kasus tata kelola tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero). [Suara.com/Faqih]
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, sedang menimbang ancaman hukuman berat kepada para tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan KKKS tahun 2018 sampai 2023.
"Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat. Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati,” Burhanuddin, di kantornya, Kamis (6/3/2025).
Meski demikian, Burhanuddin mengaku bahwa putusan hukuman masih menunggu proses penyidikan yang masih berlangsung.
"Kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini," jelasnya.
Hingga kini, Kejagung telah menjerat 9 orang tersangka dalam dugaan korupsi tata kelola Pertamina. Mereka yakni:
- Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga;
- Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk;
- Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping;
- Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional;
- Muhammad Kerry Andrianto Riza atau MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. Kerry diketahui merupakan anak dari saudagar minyak Riza Chalid;
- Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim;
- Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak;
- Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat Pertamina Patra Niaga;
- Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.
Sumber: suara
Foto: Jaksa Agung ST Burhanuddin. [Suara.com/Alfian Winanto]
Artikel Terkait
Geger Video Klip Lagu Iclik Cinta, Ternyata Lirik Lagunya Bikin Netizen Geleng-geleng, Isinya...
Ganjar Dimintai Tanda Tangan Bocah SD Usai Isi Ceramah di Masjid UGM, Netizen: Tanda Tangan Tarawih Paling Mahal
Didiuga Oknum Polisi Polda Sulsel Bebaskan Pelaku Pengguna Narkoba Usai Bayar Rp 15 Juta
Jatuh Hati Melihat Ibadah Shalat, Pemain Asing Ini Putuskan Mualaf di Indonesia