Mengadili Jokowi & Melengserkan Gibran: Gerakan Sosial Sebagai Pemantik

- Jumat, 07 Maret 2025 | 09:55 WIB
Mengadili Jokowi & Melengserkan Gibran: Gerakan Sosial Sebagai Pemantik


Mengadili Jokowi & Melengserkan Gibran: 'Gerakan Sosial Sebagai Pemantik'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan KUHP)


Saat ini, gerakan sosial yang bersifat individu dan kelompok telah marak, dan momentum menuju gerakan sosial kolektif tinggal menunggu pemantik yang tepat.


Misi prioritas yang harus disepakati lebih dahulu oleh pimpinan atau tokoh kelompok adalah mengkritisi pola kepemimpinan Jokowi yang amburadul, otoriter, dan kerap melakukan pembiaran (disobedient) terhadap kewajibannya sebagai kepala negara. 


Jokowi bahkan diduga melakukan obstruksi terhadap penegakan hukum demi melindungi kepentingan pribadi, keluarga, serta kroni-kroninya. 


Tidak jarang, rezimnya melakukan persekusi dan kriminalisasi terhadap aktivis serta tokoh ulama yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingannya.


Sebaliknya, Jokowi memanfaatkan ketua umum partai yang terpapar korupsi dengan menghalangi proses hukum mereka dan menjadikan mereka sebagai alat kepentingannya. 


Di akhir kekuasaannya, Jokowi menyisakan berbagai kasus yang merugikan bangsa dan negara, termasuk dugaan penggunaan ijazah palsu dari UGM, proyek IKN yang mangkrak, kasus Rempang, serta PSN PIK 2 yang penuh dengan praktik jahat. 


Tak hanya itu, ia juga diduga terlibat dalam berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), termasuk yang melibatkan keluarganya—Gibran, Bobby, dan Kaesang.


Salah satu skandal terbesar adalah pencalonan Gibran sebagai cawapres dalam Pilpres 2024, yang tidak memenuhi persyaratan usia dan pendidikan. 


Hal ini menunjukkan bagaimana hukum dipermainkan demi kepentingan dinasti politik. 


Ditambah dengan utang negara yang semakin menumpuk, janji-janji yang tak terealisasi, serta tokoh-tokoh korup yang tetap berkuasa, semakin jelas bahwa negeri ini membutuhkan perubahan drastis.


Menegakkan Rule of Law terhadap Jokowi dan Gibran

Tuntutan penegakan hukum terhadap Jokowi dan Gibran semakin relevan, mengingat secara sosial mereka terbukti memiliki moralitas yang rendah. 


Gibran jelas tidak pantas mendapat legitimasi untuk memimpin negara yang berbasis pada nilai moral dan adab budaya Pancasila.


Gerakan sosial kolektif hanya menunggu tokoh pemantik yang dikenal luas. Setelah itu, sektor ekonomi dan moralitas akan mengikuti sesuai dengan tatanan hukum. 


Politik sejatinya adalah instrumen untuk menegakkan hukum demi kepentingan bangsa dan negara di segala sektor.


Gerakan Sosial Kolektif: Arah Perlawanan

Gerakan sosial kolektif harus dilakukan melalui aksi protes, kampanye di media sosial, petisi daring, dan demonstrasi oleh aktivis. 


Gerakan ini harus diawali oleh seruan tokoh publik yang memiliki jiwa pemersatu perjuangan. 


Dengan dukungan ratusan ribu massa, gerakan ini dapat mendesak MPR RI dan DPR RI untuk mengeluarkan TAP MPR guna membatalkan legitimasi politik Gibran sebagai wapres yang cacat prosedural dan etika.


Karakteristik gerakan sosial terhadap Jokowi dan Gibran berbasis pada nilai-nilai yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 


Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap berbagai kebijakan korup dan manipulatif yang dilakukan rezim Jokowi.


Selama ini, aktivis sudah banyak melakukan protes sporadis, tetapi belum terorganisir secara kolektif. Kini, momentum semakin matang untuk menyatukan gerakan dalam satu misi: Mengadili Jokowi dan Gibran atas kejahatan politik dan hukum mereka.


Legitimasi Hukum untuk Menurunkan Gibran dan Mengadili Jokowi

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menyatakan bahwa Ketua MK Anwar Usman melanggar kode etik dalam putusan yang memungkinkan Gibran maju sebagai cawapres. 


Putusan MKMK ini memperkuat argumen bahwa pencalonan Gibran merupakan hasil praktik KKN yang terang benderang. Oleh karena itu, secara hukum, Gibran layak dilengserkan.


Bangsa ini berdaulat dalam menentukan pemimpinnya. Gibran sejak awal menunjukkan tanda-tanda akan merusak tatanan hukum, politik, dan moralitas bangsa. Demi keselamatan rakyat, hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto) harus ditegakkan. 


Selain menggugat legitimasi Gibran, aparat penegak hukum juga harus segera memproses Jokowi atas dugaan berbagai kasus KKN selama satu dekade kepemimpinannya (2014–2019 dan 2019–2024). ***

Komentar