Kabinet Gemuk Diisi Loyalis Jokowi, Pengamat Intelijen: Membahayakan Prabowo

- Kamis, 06 Maret 2025 | 13:45 WIB
Kabinet Gemuk Diisi Loyalis Jokowi, Pengamat Intelijen: Membahayakan Prabowo


Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto yang disi loyalis mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan. Pengamat intelijen Amir Hamzah mengingatkan bahwa komposisi kabinet yang terdapat loyalis Jokowi dapat menjadi ancaman bagi stabilitas pemerintahan Prabowo ke depan.

Menurut Amir, dalam politik, loyalitas merupakan faktor krusial yang menentukan arah kebijakan dan soliditas pemerintahan. Jika sebagian besar menteri dalam kabinet lebih setia kepada mantan presiden dibandingkan kepada kepala pemerintahan baru, maka potensi terjadinya konflik internal dan penghambatan kebijakan akan semakin besar.

“Situasi ini mirip dengan yang terjadi menjelang kejatuhan Presiden Soekarno. Ketika itu, Kabinet Dwikora II yang dibentuk pada 24 Februari 1966 berisi sekitar 100 orang, namun sebagian besar di antaranya lebih mendengarkan pihak lain ketimbang Soekarno sendiri. Akibatnya, kekacauan politik semakin tak terkendali,” kata Amir yang dikutip dari www.suaranasional.com, Kamis (6/3/2025).

Salah satu risiko dari kabinet gemuk yang diisi oleh loyalis Jokowi adalah potensi adanya faksi di dalam pemerintahan. Faksi ini bisa saja lebih mengutamakan kepentingan politik mantan presiden daripada kebijakan strategis Prabowo. Hal ini dikhawatirkan akan menciptakan ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan.

“Kita harus melihat bahwa kepemimpinan yang efektif bergantung pada kesatuan komando. Jika dalam kabinet ada dua kutub kepentingan yang berbeda, yaitu Prabowo dan Jokowi, maka bisa terjadi tarik-menarik kepentingan yang menghambat efektivitas pemerintahan,” tegas Amir.

Amir juga menyoroti bagaimana sejarah mencatat bahwa kabinet yang terlalu besar dan tidak solid sering kali berujung pada ketidakstabilan pemerintahan. Kabinet Dwikora II, misalnya, yang dipenuhi berbagai kepentingan, justru mempercepat kejatuhan Soekarno. Situasi ini patut menjadi pelajaran bagi Prabowo agar tidak mengulangi kesalahan serupa.

“Prabowo harus memastikan bahwa kabinetnya loyal kepada dirinya, bukan kepada presiden sebelumnya. Loyalitas yang terbagi hanya akan menimbulkan ketidakpastian dalam kebijakan dan bisa merusak kredibilitas pemerintahannya di mata publik,” ujar Amir.

Selain itu, kabinet yang terlalu besar juga dinilai tidak efisien dari sisi anggaran dan efektivitas kerja. Banyaknya pos kementerian justru bisa memperlambat proses pengambilan keputusan karena birokrasi yang semakin berbelit-belit. “Efisensi anggaran tetapi anggota cabinet gemuk. Ini sangat bertolak belakang,” pungkasnya.

Foto: Amir Hamzah (IST)

Komentar