Kritik Kepemimpinan Nasional, Kajian Politik Merah Putih: Macan Asia Dimakan Kodok Solo

- Sabtu, 01 Maret 2025 | 09:35 WIB
Kritik Kepemimpinan Nasional, Kajian Politik Merah Putih: Macan Asia Dimakan Kodok Solo


Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi politik dan kepemimpinan nasional dalam analisis terbarunya yang berjudul “Macan Asia Dimakan Kodok Solo”. Dalam kajiannya, Sutoyo menyoroti bagaimana Indonesia, yang pernah dijuluki Macan Asia, kini menghadapi tantangan serius akibat praktik politik yang dinilainya melemahkan negara.

Sutoyo Abadi menggunakan metafora Macan Asia untuk menggambarkan potensi besar Indonesia, terutama dalam hal ekonomi dan geopolitik di kawasan Asia. Namun, menurutnya, kekuatan ini terancam oleh kebijakan politik yang lebih menguntungkan kelompok elite tertentu dibanding rakyat secara luas.

“Istilah Kodok Solo bukan tanpa alasan. Ini menggambarkan bagaimana kepemimpinan yang berasal dari Solo justru lebih banyak menggerogoti kekuatan bangsa daripada memperkuatnya,” ujar Sutoyo kepada redaksi www.suaranasional.com Jakarta, Sabtu (1/3).

Meski tidak secara eksplisit menyebut nama, banyak pihak menafsirkan bahwa kritik ini mengarah pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan dinasti politik yang berkembang di sekitarnya, termasuk putranya yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka.

Dalam kajiannya, Sutoyo menilai bahwa kepemimpinan saat ini kurang berpihak kepada rakyat dan justru memperkuat oligarki politik serta kepentingan asing. Ia menyoroti sejumlah kebijakan yang dinilainya tidak memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat, seperti ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, ketergantungan pada investasi asing, serta pengelolaan sumber daya alam yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan nasional.

“Jika terus seperti ini, Indonesia akan kehilangan taringnya. Dari Macan Asia, kita bisa berubah menjadi negara yang lemah dan tidak lagi diperhitungkan di kancah internasional,” tegasnya.

Sutoyo juga mengkritisi maraknya politik uang dan korupsi yang semakin mengakar. Menurutnya, praktik ini tidak hanya merusak sistem demokrasi, tetapi juga melemahkan daya saing Indonesia di tingkat global.

“Kita melihat bagaimana kebijakan yang seharusnya untuk rakyat justru menjadi alat bagi segelintir orang untuk mempertahankan kekuasaan. Ini berbahaya dan harus dihentikan,” tambahnya.

Sementara itu, di media sosial, banyak netizen yang mendukung pernyataan Sutoyo dan menganggap bahwa kajian ini mencerminkan realitas politik yang sedang terjadi.

“Setuju! Indonesia harusnya semakin maju, bukan malah semakin dikuasai oligarki,” tulis seorang pengguna media sosial di platform X (sebelumnya Twitter).

Namun, tidak sedikit pula yang menganggap kritik ini berlebihan dan terlalu tendensius.

Kajian “Macan Asia Dimakan Kodok Solo” menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih kritis dalam melihat arah kebijakan nasional. Sutoyo Abadi menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi dan politik di Asia, asalkan kepemimpinan yang ada benar-benar berpihak pada rakyat dan mengutamakan kepentingan nasional.

“Jika kita tidak segera melakukan perubahan, maka bukan tidak mungkin Indonesia benar-benar kehilangan statusnya sebagai Macan Asia,” tutup Sutoyo.

Foto: Ilustrasi Macan Asia Dimakan Kodok Solo/Net

Komentar

Terpopuler