Pemerhati Hukum: Kejagung Jangan Ragukan Tetapkan Tersangka Ahok Dugaan Korupsi Pertamina

- Kamis, 27 Februari 2025 | 05:55 WIB
Pemerhati Hukum: Kejagung Jangan Ragukan Tetapkan Tersangka Ahok Dugaan Korupsi Pertamina


Kejaksaan Agung tidak ragu untuk menetapkan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam dugaan korupsi Pertamina. Korupsi Pertamina yang merugikan negara 193, 7 triliun saat Ahok menjadi Komisaris Pertamina.

Demikian dikatakan pemerhati hukum Ghalib Wahyu Pramuka dalam pernyataan yang dikutip dari www.suaranasional.com, Kamis (27/2/2025).  “Ahok sebagai kader PDIP dan menjabat Komisaris Pertamina tidak tahu korupsi yang merugikan negara Rp193,7 triliun. Tugas komisaris itu mengawasi. Ini mengindikasi ada pembiaran atau tidak berjalannya fungsi pengawasan yang dilakukan Ahok,” paparnya.

Kasus Ahok mengingatkan bahwa korupsi adalah masalah sistemik yang membutuhkan solusi komprehensif. Penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten dan adil, tanpa memandang status atau popularitas seseorang. Di sisi lain, masyarakat juga harus kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi-narasi yang bersifat politis.

“Harapannya, kasus ini dapat diselesaikan dengan baik, memberikan keadilan bagi semua pihak, dan menjadi pelajaran berharga bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kejagung, sebagai institusi penegak hukum, harus memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan integritas dan profesionalisme, sehingga kepercayaan publik terhadap sistem hukum dapat terus dibangun,” tegasnya.

Modus Korupsi Pertamina yang mengoplos Ron 90 (pertalite) menjadi Ron 92 (pertamax) terungkap oleh Kejagung, negara rugi Rp. 193,7 triliun. Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini.

Melansir BBC News Indonesia, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan para tersangka meliputi empat orang dari anak perusahaan PT Pertamina serta tiga orang lainnya yang berasal dari sektor swasta.

Dari ketujuh tersangka tersebut, salah satunya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS). Melansir tempo.co, Riva melakukan pengadaan produk kilang dengan membeli Ron 92 (Pertamax). Namun, faktanya yang dibeli adalah Ron 90 (Pertalite) yang memiliki kualitas lebih rendah. Setelah itu, melakukan proses pencampuran di depo untuk meningkatkan kadar Ron menjadi 92. Qohar menegaskan bahwa tindakan tersebut jelas terlarang.

Kejagung menetapkan enam tersangka lainnya, yakni Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Melansir tribunnews.com, berikut peran ketujuh tersangka kasus korupsi ini:

RS, bersama SDS dan AP, memenangkan tender atau bertindak sebagai perantara dalam perdagangan minyak mentah serta produk kilang yang diduga dilakukan dengan cara yang melanggar hukum.

DW dan GRJ berkomunikasi dengan tersangka AP untuk menetapkan harga tinggi (spot) sebelum persyaratan terpenuhi serta memperoleh persetujuan dari SDS dalam proses impor produk kilang.

Dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang, Kejagung menemukan adanya mark up kontrak pengiriman oleh Yoki selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Akibatnya, negara mengeluarkan biaya tambahan sebesar 13 hingga 15 persen secara tidak sah, yang kemudian menguntungkan tersangka MKAR dari transaksi tersebut.

Sumber: suara
Foto: Ghalib Wahyu Pramuko (IST)

Komentar