Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, kini berada dalam kegelapan yang semakin pekat. Krisis multidimensi yang melanda mencerminkan bagaimana politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kedaulatan negara perlahan-lahan diobrak-abrik oleh kepentingan kelompok tertentu. Konstitusi yang seharusnya menjadi landasan utama dalam menjalankan negara justru sering kali ditafsirkan demi keuntungan segelintir orang. Inilah cerminan dari Indonesia yang kian gelap.
Salah satu aspek paling mencolok dari Indonesia gelap adalah pergeseran sistem politik dari demokrasi menuju oligarki. Demokrasi yang seharusnya menjadi wadah bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan kini semakin dikendalikan oleh segelintir elite politik dan pemilik modal. Pemilu yang diharapkan menjadi ajang kompetisi gagasan telah berubah menjadi ajang transaksi kekuasaan.
Partai politik yang seharusnya menjadi instrumen perjuangan rakyat justru lebih berfungsi sebagai kendaraan politik pribadi. Rekrutmen politik didasarkan pada loyalitas dan kekuatan finansial, bukan kapabilitas dan integritas. Sistem dinasti politik kian mengakar, mempersempit ruang bagi rakyat biasa untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan nasional.
Hukum di Indonesia semakin kehilangan marwahnya. Prinsip keadilan yang seharusnya menjadi pilar utama sistem hukum kini dipermainkan demi kepentingan pihak tertentu. Kasus-kasus besar yang melibatkan elite politik atau pengusaha besar sering kali berakhir dengan hukuman ringan atau bahkan impunitas. Sebaliknya, rakyat kecil yang tersandung kasus hukum lebih sering mendapatkan hukuman berat tanpa ada pertimbangan yang adil.
Reformasi hukum yang diharapkan membawa angin segar justru berujung pada semakin menguatnya kekuatan oligarki dalam sistem peradilan. Independensi lembaga hukum, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terus dipertanyakan karena intervensi politik yang begitu nyata. Rakyat yang menginginkan keadilan semakin kehilangan harapan terhadap sistem hukum yang ada.
Di tengah derasnya arus informasi dan digitalisasi, masyarakat Indonesia justru semakin terpecah-belah. Polarisasi sosial akibat perbedaan pandangan politik semakin tajam, menciptakan jurang perpecahan yang sulit dijembatani. Penyebaran hoaks dan propaganda politik semakin memperkeruh keadaan, membuat rakyat semakin sulit membedakan antara kebenaran dan kebohongan.
Di sisi lain, krisis moral semakin terlihat dalam berbagai aspek kehidupan. Korupsi yang sudah menjadi budaya di kalangan elite kini merambah ke lapisan masyarakat bawah. Sifat individualistis semakin kuat, menggerus semangat gotong royong yang selama ini menjadi identitas bangsa. Akibatnya, kesenjangan sosial semakin melebar, menciptakan ketimpangan yang sulit untuk diperbaiki.
Ekonomi Indonesia juga tidak lepas dari permasalahan serius. Alih-alih berpihak kepada rakyat, kebijakan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu, terutama korporasi besar dan pemilik modal. Sumber daya alam yang melimpah tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas karena lebih banyak dikuasai oleh asing dan konglomerat.
Kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Harga kebutuhan pokok yang terus meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. Upah pekerja tetap rendah, sementara biaya hidup terus melonjak. Sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi justru kesulitan berkembang akibat minimnya dukungan kebijakan pemerintah.
Salah satu hal yang paling menyedihkan dalam realitas Indonesia saat ini adalah lunturnya kedaulatan negara. Banyak kebijakan yang lebih menguntungkan kepentingan asing dibandingkan dengan kepentingan nasional. Investasi yang masuk sering kali tidak disertai dengan perlindungan bagi tenaga kerja lokal dan lingkungan hidup.
Sektor pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur banyak dikuasai oleh perusahaan asing yang hanya memanfaatkan sumber daya tanpa memberikan manfaat jangka panjang bagi rakyat. Sementara itu, kekuatan militer dan pertahanan negara juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan. Hal ini membuat Indonesia semakin rentan terhadap intervensi asing, baik secara ekonomi maupun politik.
Konstitusi yang seharusnya menjadi pijakan utama dalam bernegara justru sering kali dimanipulasi demi kepentingan politik tertentu. Amandemen yang dilakukan tidak jarang lebih menguntungkan elite dibandingkan rakyat. Reformasi yang diharapkan dapat memperkuat sistem demokrasi malah berujung pada semakin kuatnya kontrol segelintir elite terhadap sistem pemerintahan.
Banyak undang-undang yang dibuat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap rakyat. Rancangan Undang-Undang (RUU) sering kali disusun secara tertutup tanpa partisipasi publik yang memadai. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan lebih menguntungkan elite dan mempersempit ruang demokrasi bagi rakyat.
Meskipun kondisi Indonesia tampak semakin gelap, bukan berarti tidak ada harapan. Perubahan hanya bisa terjadi jika rakyat memiliki kesadaran kolektif untuk melawan ketidakadilan dan menuntut transparansi serta akuntabilitas dalam pemerintahan. Beberapa langkah yang bisa diambil untuk keluar dari kegelapan ini antara lain:
1. Meningkatkan Kesadaran Politik: Rakyat harus lebih kritis dalam memilih pemimpin dan tidak terjebak dalam politik transaksional.
2. Reformasi Hukum yang Nyata: Penegakan hukum harus benar-benar independen dan tidak tunduk pada kekuasaan politik.
3. Memperkuat Solidaritas Sosial: Menghidupkan kembali semangat gotong royong dan memperkuat komunitas lokal untuk mengurangi ketimpangan sosial.
4. Mendorong Kemandirian Ekonomi: Memberikan dukungan yang lebih besar bagi UMKM dan membatasi dominasi asing dalam sektor strategis.
5. Menegakkan Kedaulatan Negara: Memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan nasional.
6. Menegakkan Konstitusi dengan Tegas: Memastikan bahwa konstitusi tidak disalahgunakan oleh elite politik demi kepentingan mereka sendiri.
Indonesia gelap bukanlah sesuatu yang tak bisa diubah. Namun, perubahan hanya bisa terjadi jika ada keberanian dan kesadaran kolektif untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dan penyimpangan. Saatnya rakyat bersatu untuk menyalakan kembali cahaya harapan bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Oleh: Untung Nursetiawan
Pemerhati Sosial Kota Pekalongan
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan PARADAPOS.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi PARADAPOS.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Kita Sayang Prabowo: Audit Forensik Depkeu dan BUMN, FDI akan Masuk Demi Masa Depan Indonesia
Intip Ngerinya Minggu Neraka! Ujian Berat Calon Prajurit Kopassus di Nusakambangan
Prabowo Heran: 80 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Kenapa Masih Ada Anak Kelaparan?
Hasto Sebut Jokowi Titip RUU KPK untuk Amankan Gibran, ProJo Bantah: Jangan Diputarbalikan!