Sejak awal reformasi, peran oligarki dalam politik Indonesia menjadi semakin dominan. Salah satu oligark yang sering dikaitkan dengan dinamika politik adalah Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group, yang dikenal memiliki kedekatan dengan berbagai pemimpin nasional, termasuk mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Indonesia saat ini Prabowo Subianto. Hubungan antara ketiganya mencerminkan bagaimana kepentingan bisnis dan kekuasaan saling berkelindan dalam sistem politik Indonesia.
Jokowi, yang awalnya dianggap sebagai sosok anti-oligarki karena latar belakangnya sebagai pengusaha mebel dan wali kota Solo, dalam perjalanan politiknya tidak dapat menghindari kepentingan oligarki. Sejak menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta hingga dua periode sebagai presiden, Jokowi semakin bergantung pada dukungan kelompok bisnis besar untuk mendanai proyek-proyek infrastrukturnya.
Aguan adalah salah satu oligark yang mendapat manfaat besar dari kebijakan Jokowi, terutama dalam proyek reklamasi Jakarta dan pengembangan kawasan ekonomi terpadu. Proyek reklamasi, yang sempat ditentang oleh banyak pihak, pada akhirnya tetap berjalan dengan berbagai penyesuaian. Ini menunjukkan bahwa kepentingan oligarki tetap memiliki pengaruh kuat terhadap kebijakan negara.
Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden Indonesia, juga tidak lepas dari pengaruh oligarki. Sebagai mantan jenderal dengan jaringan kuat di dunia militer dan bisnis, Prabowo memiliki hubungan dekat dengan berbagai konglomerat, termasuk Aguan.
Sejak masuk dalam kabinet Jokowi pada 2019, Prabowo semakin mendapatkan dukungan dari kelompok bisnis besar, termasuk mereka yang sebelumnya berafiliasi dengan pemerintahan Jokowi. Hal ini menandakan adanya kesinambungan dalam pola hubungan antara oligarki dan pemimpin politik, di mana pengaruh mereka tetap kuat meskipun ada perubahan dalam konfigurasi politik.
Aguan dan Kepentingan Bisnisnya dalam Politik
Aguan dikenal sebagai oligark yang pragmatis. Ia tidak hanya mendukung satu kelompok politik, tetapi memastikan bahwa kepentingannya tetap terjaga terlepas dari siapa yang berkuasa. Ini terlihat dari bagaimana Agung Sedayu Group tetap berkembang pesat baik di era Jokowi maupun saat Prabowo mulai mendapat peran lebih besar di pemerintahan.
Salah satu indikasi kuatnya peran Aguan dalam politik adalah bagaimana proyek-proyek properti strategisnya tetap mendapatkan kemudahan izin dan akses terhadap kebijakan pemerintah. Dalam beberapa kasus, pemerintah daerah yang semula menolak proyek Aguan akhirnya menyetujui setelah ada campur tangan dari pemerintah pusat, yang menunjukkan bahwa oligarki memiliki pengaruh besar terhadap birokrasi dan regulasi di Indonesia.
Dominasi oligarki dalam politik Indonesia menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan demokrasi dan kebijakan publik. Ketika kepentingan bisnis lebih diutamakan dibanding kepentingan rakyat, maka kebijakan yang dihasilkan cenderung berpihak pada segelintir orang. Proyek reklamasi dan pembangunan infrastruktur yang dikuasai oleh kelompok bisnis besar sering kali mengorbankan masyarakat kecil, baik dalam bentuk penggusuran maupun akses yang terbatas terhadap manfaat ekonomi dari proyek tersebut.
Selain itu, dengan semakin eratnya hubungan antara oligarki seperti Aguan dengan elite politik, ruang bagi reformasi yang lebih inklusif menjadi semakin sempit. Demokrasi yang idealnya bertumpu pada kepentingan rakyat justru semakin dikendalikan oleh kekuatan modal yang memiliki akses langsung ke pengambil kebijakan.
Hubungan antara Jokowi, Prabowo, dan oligarki seperti Aguan menunjukkan bahwa politik Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kepentingan bisnis besar. Jokowi yang awalnya dianggap sebagai pemimpin populis akhirnya tidak bisa menghindari ketergantungan pada oligarki. Sementara itu, Prabowo sebagai kandidat potensial di masa depan juga menunjukkan keterkaitan erat dengan kelompok bisnis yang sama.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan utama demokrasi Indonesia bukan hanya pada persoalan politik elektoral, tetapi juga pada bagaimana kekuatan modal terus memainkan peran dominan dalam menentukan arah kebijakan negara. Jika tidak ada reformasi yang serius dalam regulasi dan transparansi hubungan antara bisnis dan politik, maka oligarki akan terus menjadi kekuatan dominan dalam pemerintahan, yang pada akhirnya menggerus kepentingan publik demi keuntungan segelintir elite ekonomi.
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan PARADAPOS.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi PARADAPOS.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
KPK Jangan Takut Usut Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarga
Dedi Mulyadi Hibahkan Mobil Dinas Jadi Rumah Sakit Keliling Buat Warga
Update Pagar Laut Tangerang, Menteri Nusron Pastikan 209 Sertifikat Sudah Dibatalkan!
Template Sukatani di Instagram Story Tiba-tiba Hilang, Warganet Geram: Katanya Bebas Bersuara