IRONI! Anak-Anak Disuruh Makan, Bukan Sekolah: Polemik Program Prabowo di Tanah Papua

- Kamis, 20 Februari 2025 | 13:25 WIB
IRONI! Anak-Anak Disuruh Makan, Bukan Sekolah: Polemik Program Prabowo di Tanah Papua




PARADAPOS.COM - Makan Bergizi Gratis menjadi program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto. Demi program itu, anggaran dipangkas, termasuk dari sektor pendidikan dan kesehatan. Sebagian hasil efisiensi juga mengalir ke Danantara.


PELAJAR Sekolah Menengah Atas di berbagai daerah di Tanah Papua turun ke jalan untuk berunjuk rasa pada Senin, 17 September 2025. Mereka menyuarakan penolakan program Makan Bergizi Gratis (MGB). 


Para siswa memiliki tuntutan sendiri: pemerintah menyediakan pendidikan gratis dan peningkatan fasilitas sekolah.


Unjuk rasa itu diwarnai penangkapan siswa oleh polisi. Aparat turut menembakkan gas air mata. 


Amnesty International Indonesia menyebut tindakan mencegat hingga menangkap siswa yang hendak berunjuk rasa tanpa alasan hukum yang dibenarkan adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia atau HAM.


“Penggunaan tembakan peringatan serta gas air mata dalam merespons aksi pelajar yang sedang berdemonstrasi jelas berlebihan,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.


Menurutnya, anak-anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan melakukan protes damai, dan wajib dilindungi sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Konvensi Hak-Hak Anak.


Usman meminta pemerintah mendengar masukan dari para pelajar terkait program MGB.


“Apa yang terjadi di Papua ini merupakan bagian dari taktik yang digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam meredam suara kritis terkait program MBG di berbagai daerah lainnya di Indonesia,” katanya.


“Negara harus terbuka menerima kritik dari siswa bukan malah meredamnya.”


Direktur Eksekutif Pusat Kajian Strategis dan Internasional atau CSIS Indonesia Medelina Hendytio menilai penolakan MBG di Tanah Papua seharusnya sejak awal diantisipasi pemerintah.


“Bagaimana penyajian makanan yang belum ideal ataupun problem-problem dalam implementasi itu memang seharusnya sudah diantisipasi,” kata Medelina dalam diskusi virtual, Selasa (18/2/2025).


Sebagai janji kampanye Presiden Prabowo, Medelina menyebut MBG perlu diterapkan. 


Namun, sangat penting program itu dikomunikasikan dengan baik, termasuk cara pemerintah mendengar masukan dari publik. Selain itu, MBG juga harus dilaksanakan tanpa tersentralisasi.


“Penanganan Makan Bergizi Gratis secara terpusat ini perlu dipikirkan ulang, bagaimana memanfaatkan institusi atau lembaga yang selama ini ada di pusat dan daerah sehingga kesan sentralistis itu bisa dihindari,” ujar Medelina.


Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyebut perencanaan program MGB hanya terdapat di tataran kertas. 


Tapi praktiknya disebut bagian dari manajemen “letupan” atau yang terpikir oleh Prabowo lalu dikemukakan dan dianggap sebagai kebijakan.


Menurut Ray, keinginan melaksanakan MBG sesegera mungkin untuk mengejar target 100 hari kerja. 


Dengan begitu, kata dia, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah mencapai 80 persen.


“Lakukan saja dulu, sambil jalan kita perbaiki,” katanya.


MBG Mengabaikan Pelayanan Publik Lain


Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Fitria Muslih menilai pemerintah harus memandang program MGB sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar janji politik. 


Sebab, pelaksanaan program MGB yang butuh anggaran besar telah mengorbankan pelayanan publik yang lain.


“Pendidikan dan kesehatan sekarang bukan lagi prioritas, tapi prioritas pendukung. Anak-anak kita disuruh makan, dibandingkan bersekolah,” kata Fitria.


“Menurut saya MBG ini mengabaikan pelayanan publik yang lain.”


Jika menjadikan MBG investasi jangka panjang, kata Fitria, pemerintah harus membuat kerangka kerja dan indikator capaian yang jelas. 


Ia melihat saat ini MBG seperti sporadis dan belum ada indikator untuk meningkatkan SDM anak Indonesia.


“Menurut saya perlu menempatkan sesuatu yang jelas bahwa program itu harus dilihat sebagai investasi jangka panjang, tidak hanya sekadar menghabiskan dana, tapi tidak jelas output dan indikator capaiannya,” ujarnya.


Fitria mendukung efisiensi anggaran yang salah satunya digunakan untuk membiayai program MGB. 


Apalagi selama ini banyak pemborosan anggaran di pusat dan daerah. Efisiensi anggaran disebut momentum tepat untuk memakai uang rakyat secara efektif dan efisien.


“Kami mendukung adanya efisiensi tapi harus jelas bagaimana transparansi dan akuntabilitas,” kata Fitria.


Menurut Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, anggaran awal MBG semula Rp71 triliun untuk 15-17,5 juta penerima manfaat. 


Namun jumlah itu harus ditambah karena Presiden Prabowo Subianto menargetkan 82,9 juta penerima pada 2025. 


Alhasil, anggaran MBG diminta tambah Rp100 triliun sehingga total Rp171 triliun.


“Karena Pak Presiden ingin melakukan percepatan-percepatan, maka dibutuhkan tambahan biaya,” kata Dadan.


Prabowo menginstruksikan kementerian dan lembaga menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 yang ditargetkan mencapai Rp306,6 triliun. 


Perintah Prabowo tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari 2025. 


Efisiensi anggaran belanja negara itu terdiri atas kementerian dan lembaga Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,5 triliun.


Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mendukung efisiensi anggaran karena mengatasi pemborosan operasional perkantoran, perjalanan dinas, studi banding, percetakan, dan publikasi. Namun, efisiensi anggaran itu berdampak serius dalam pembangunan di daerah. 


Sebab, daerah tidak dilibatkan membahas pemangkasan anggaran, meski Rp50,5 triliun transfer ke daerah dipangkas.


“Hasil pemangkasan itu diarahkan untuk program prioritas pemerintah pusat, padahal kita tahu, pemerintah daerah juga punya program prioritasnya,” kata Herman.


“Inpres ini bisa dikatakan tidak berpihak pada penguatan otonomi daerah.”


Selain MBG, Mengalir ke Mana Anggaran Hasil Efisiensi?


Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Ghaliya Putri Sjafrina, mengkritisi efisiensi anggaran dan menyebut bahwa hasilnya tidak seratus persen untuk meningkatkan pelayanan publik.


“Ada porsi efisiensi anggaran lain yang lebih besar, belum tahu diperuntukkan untuk apa. Kemungkinan terkait juga dengan penyiapan anggaran Danantara yang akan diluncurkan,” kata Almas.


Karena itu, ia melihat dari hasil efisiensi itu terdapat sedikit porsi untuk MBG sehingga seolah-olah kepentingannya akan kembali ke publik melalui bantuan makanan untuk siswa atau ibu hamil.


“Tapi porsinya tidak signifikan kalau dilihat dari sekian ratus triliun efisiensi anggaran tahap satu yang sudah dilakukan pemerintah. Rasanya akan lebih besar di Danantara. Sampai sekarang kita juga belum tahu bagaimana skema Danantara ini,” ujarnya.


Adapun Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai pemerintah perlu membuat dashboard hasil efisiensi anggaran dan penggunaannya.


“Agar dapat dikontrol oleh publik,” katanya.


Prabowo dalam perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra mengatakan efisiensi anggaran itu secara total mencapai Rp750 triliun yang dilakukan dalam tiga tahap. Pemangkasan pertama Rp300 triliun. 


Sementara tahap kedua ditargetkan Rp308 triliun, tapi Rp58 triliun akan dikembalikan ke kementerian atau lembaga.


Sementara tahap ketiga dilakukan melalui dividen dari Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. 


Dari total dividen yang diperkirakan mencapai Rp300 triliun, sekitar Rp100 triliun di antaranya akan dialokasikan kembali untuk modal kerja BUMN.


Alhasil, secara keseluruhan total anggaran penghematan Rp750 triliun. Dana hasil penghematan ini akan digunakan untuk investasi di Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dan program MBG.


Danantara konsolidasi semua kekuatan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan BUMN yang bakal diluncurkan pada 24 Februari 2025. 


Prabowo menyebut USD 24 miliar dari total anggaran tersebut akan dialokasikan untuk program MBG, karena ia ingin memastikan anak-anak Indonesia tidak mengalami kelaparan, terutama bagi mereka yang membutuhkan.


“Dari sisa anggaran, kita akan memiliki sekitar USD 20 miliar (Rp324,3 triliun) yang tidak akan digunakan dan akan diserahkan kepada Danantara untuk diinvestasikan,” kata Prabowo.


Sumber: Suara

Komentar