Ketika Prabowo Dipermalukan Oleh TKI: Aku Tak Akan Pulang ke Negeri yang Tak Memberi Harapan!

- Kamis, 20 Februari 2025 | 10:35 WIB
Ketika Prabowo Dipermalukan Oleh TKI: Aku Tak Akan Pulang ke Negeri yang Tak Memberi Harapan!


Ketika Prabowo Dipermalukan Oleh TKI: 'Aku Tak Akan Pulang ke Negeri yang Tak Memberi Harapan!'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Pemerintahan Prabowo belum genap seumur jagung, tetapi mesin propaganda sudah bekerja seperti lokomotif yang baru dicat ulang: mengilap di luar, meskipun mesinnya tetap tua dan berkarat. Para pejabat berlomba-lomba menyajikan narasi optimisme. 


Indonesia akan menjadi negara superpower! Ekonomi kita akan melesat bak roket, dan investasi akan datang berduyun-duyun seperti tamu undangan pernikahan pejabat. 


Bahkan, rakyat dijanjikan makanan bergizi setiap hari, seakan-akan semua akan disuapi dengan sendok emas.


Namun, sehebat-hebatnya Public Relation pemerintah, ada satu hal yang mereka lupa: realitas. 


Dalam satu kalimat sederhana, seorang Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri membuyarkan semua mimpi indah tersebut. Katanya, “Saya tidak akan pulang ke negeriku yang tidak memberi harapan.”


Ah, betapa kurang ajarnya orang ini! Sudah merantau, mencari nafkah di negeri orang, lalu malah berani-beraninya mengkritik negara asalnya. 


Tidakkah dia tahu bahwa Indonesia kini sedang bangkit? 


Tidakkah dia mendengar bahwa kita telah menandatangani berbagai proyek strategis yang katanya akan membawa kemakmuran? 


Tidakkah dia menyimak janji-janji mulia tentang kemandirian pangan, industri canggih, dan pembangunan yang merata dari Sabang sampai Merauke? 


Atau mungkin, dia hanya memilih percaya pada kenyataan, bukan ilusi?


Pemerintah dan para pendukung setianya tentu punya jawaban siap saji untuk orang-orang seperti ini. 


“Kurang nasionalis!” “Tidak cinta tanah air!” “Dasar pengkhianat!” Begitulah label yang sering disematkan kepada mereka yang memilih tinggal di luar negeri dan enggan kembali. 


Tapi mari kita renungkan sejenak: jika negeri ini benar-benar memberikan harapan, haruskah ada rakyat yang berpikir dua kali untuk pulang? 


Jika janji-janji pemerintah memang terasa nyata di kehidupan sehari-hari, haruskah ada rakyat yang lebih memilih menjadi warga kelas dua di negara orang daripada menjadi bagian dari kebangkitan nasional?


Pernyataan seorang WNI di luar negeri ini adalah refleksi pahit dari realitas yang tidak bisa ditutupi dengan baliho raksasa atau konferensi pers mewah. 


Ia mencerminkan betapa sulitnya kehidupan di negeri sendiri, di mana harga kebutuhan pokok melambung, lapangan pekerjaan seret, dan kebijakan seringkali lebih menguntungkan para oligarki daripada rakyat biasa. 


Ketika pemerintah sibuk membangun ibu kota baru, rakyat di kota lama masih berjuang mencari air bersih dan listrik yang stabil. 


Ketika pejabat berdansa dengan investor asing, buruh lokal masih digaji dengan angka yang bahkan tak cukup untuk membeli sepetak kontrakan di pinggiran kota.


Tapi tenang, kita bisa selalu menonton acara-acara televisi yang menunjukkan betapa indahnya Indonesia versi pemerintah. 


Kita bisa membaca berita yang penuh dengan angka-angka fantastis tentang pertumbuhan ekonomi, seolah-olah semua rakyat sudah hidup sejahtera. 


Dan jika semua itu tidak cukup, kita bisa mengikuti anjuran untuk berpikir positif. Toh, katanya “rakyat yang bahagia tidak banyak mengeluh.”


Jadi, untuk WNI yang berkata, “Saya tidak akan pulang ke negeriku yang tidak memberi harapan,” mungkin pemerintah bisa menawarkan solusi kreatif: hapus saja kewarganegaraannya! Dengan begitu, statistik kepuasan rakyat bisa sedikit lebih baik. 


Dan bagi kita yang masih bertahan di sini, mari bersiap-siap: barangkali dalam beberapa tahun ke depan, kita pun akan sampai pada kesimpulan yang sama. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar