Prabowo Akui Tanpa Didukung Jokowi Tidak Akan Menang Pemilu: 'Bukti Cawe-Cawe!'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Dalam dunia politik yang penuh kepalsuan dan rekayasa, jarang sekali kita menemukan seorang tokoh yang dengan jujur mengakui bagaimana ia meraih kekuasaan.
Maka, ketika Prabowo Subianto, Presiden sekaligus pemimpin tertinggi negara, dengan lapang dada menyatakan bahwa kemenangannya adalah buah tangan Jokowi, kita patut berdecak kagum.
Kejujuran adalah barang langka di negeri ini, dan kejujuran seperti ini harus dihargai—atau mungkin, dalam konteks hukum kita yang unik, justru harus dihukum?
Pernyataan Prabowo itu bukan sekadar bualan di warung kopi, tetapi pengakuan yang terucap dari bibir pemimpin negara tertinggi.
Sungguh sebuah momen yang menggugah! Bayangkan, setelah bertahun-tahun politik Indonesia dipenuhi dengan dalih-dalih demokrasi, tiba-tiba ada seorang pemenang yang blak-blakan menyatakan bahwa dirinya “dibantu” oleh kepala negara.
Kata “dibantu” di sini tentu saja bukan sekadar soal dukungan moral atau kata-kata penyemangat, melainkan sebuah “cawe-cawe” tingkat dewa yang memungkinkan kemenangan terjadi.
Kita perlu bertanya, bukankah intervensi seorang Presiden dalam proses pemilu bertentangan dengan prinsip demokrasi?
Ah, tapi siapa peduli! Demokrasi di Indonesia toh sudah lama menjadi benda hiasan di etalase konstitusi.
Yang terpenting adalah hasil akhirnya: Prabowo menang, dan Jokowi berhasil mengamankan suksesi kekuasaannya.
Apakah rakyat memiliki suara dalam proses ini? Tentu saja! Hanya saja suara mereka telah dipandu dengan sangat baik oleh narasi besar yang dibangun oleh penguasa.
Namun, mari kita bicara hukum. Seorang Presiden yang menggunakan kekuasaannya untuk memastikan kemenangan kandidat pilihannya jelas melanggar prinsip netralitas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sebuah demokrasi.
Ini bukan lagi sekadar “cawe-cawe,” tetapi sebuah perbuatan yang patut dipertanggungjawabkan secara hukum.
Konstitusi kita mengatur bahwa pemilu harus berlangsung secara jujur, adil, dan bebas dari intervensi kekuasaan.
Jika seorang kepala negara dengan terang-terangan ikut menentukan hasilnya, bukankah itu artinya pemilu telah cacat sejak awal?
Maka, jika negara ini masih memiliki rasa keadilan, pernyataan Prabowo harus menjadi bukti awal untuk penyelidikan lebih lanjut.
Seharusnya, Mahkamah Konstitusi, KPK, hingga lembaga-lembaga pengawas pemilu segera bergerak untuk membongkar sejauh mana “bantuan” Jokowi dalam kemenangan ini.
Sayangnya, kita tahu bahwa harapan itu tidak lebih dari mimpi di siang bolong. Sebab, di negeri ini, hukum sering kali lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Jika seorang rakyat jelata mencuri ayam, ia bisa dihukum berat. Tetapi jika seorang penguasa mencuri demokrasi, ia justru akan dielu-elukan sebagai negarawan.
Namun, mari tetap bersikap optimis. Mungkin, dalam semesta politik yang absurd ini, kejujuran Prabowo bisa menjadi awal dari sebuah perubahan besar.
Mungkin, hanya mungkin, ini adalah titik balik di mana rakyat sadar bahwa demokrasi telah lama menjadi permainan segelintir orang.
Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti kita benar-benar akan melihat seorang pemimpin yang dipilih oleh rakyat, bukan hasil dari “bantuan” seorang penguasa lama.
Sampai saat itu tiba, mari kita terus bersyukur atas satu hal: setidaknya, ada seorang politisi yang jujur di negeri ini meskipun kejujurannya justru membuka tabir gelap demokrasi kita. ***
Prabowo: Kita Berhasil Karena Didukung Oleh Presiden Ke-7, Hidup Jokowi! pic.twitter.com/XRtq4hda6p
— Jejak digital. (@ARSIPAJA) February 15, 2025
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Update Pagar Laut Tangerang, Menteri Nusron Pastikan 209 Sertifikat Sudah Dibatalkan!
Template Sukatani di Instagram Story Tiba-tiba Hilang, Warganet Geram: Katanya Bebas Bersuara
Harta Kekayaan Agnez Mo: Isu Royalti Mencuat, Intip Sumber Nominalnya yang Fantastis!
Nusron Wahid Soal Sertifikat Pagar Laut Aguan Batal Dicabut: Itu Tidak Benar!