Arah Pidato Prabowo Itu, Sesungguhnya Untuk Siapa?

- Sabtu, 15 Februari 2025 | 06:10 WIB
Arah Pidato Prabowo Itu, Sesungguhnya Untuk Siapa?


'Arah Pidato Prabowo Itu, Sesungguhnya Untuk Siapa?'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam acara silaturahmi Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Hambalang pada 14 Februari 2025 menarik perhatian publik. 


Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa mereka yang ingin mengabdi kepada bangsa harus mengesampingkan kepentingan pribadi serta menanggalkan dendam dan kebencian. 


Pernyataan ini memunculkan pertanyaan besar: kepada siapa sebenarnya pesan ini ditujukan? 


Apakah ini sindiran halus kepada Presiden Jokowi yang dinilai lebih mementingkan kepentingan pribadi melalui Prabowo? 


Atau justru kepada kelompok yang menginginkan adanya jarak antara Prabowo dan Jokowi tanpa kejelasan siapa mereka sebenarnya?


Menampar Jokowi?

Sejak bergabungnya Prabowo dalam kabinet Jokowi pada 2019, banyak pihak menilai bahwa keputusan tersebut lebih menguntungkan Jokowi secara politik dibandingkan Prabowo. 


Jokowi dianggap menggunakan pengaruhnya untuk mengamankan kepentingan politik dan keluarganya melalui Prabowo. 


Kini, dengan pidato Prabowo yang menekankan kepemimpinan tanpa dendam dan benci, muncul spekulasi bahwa ini adalah bentuk pernyataan mandiri dari Prabowo, sebuah sinyal bahwa ia tidak lagi ingin menjadi sekadar alat politik Jokowi.


Dalam pemerintahan Jokowi, kebijakan-kebijakan strategis sering kali dikaitkan dengan kepentingan politik dinasti. 


Dengan semakin dekatnya Prabowo ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden Republik Indonesia, pesan bahwa kepemimpinan harus mengutamakan kepentingan rakyat bisa saja dimaksudkan sebagai kritik terselubung terhadap praktik politik Jokowi. 


Prabowo mungkin ingin menegaskan bahwa di bawah kepemimpinannya, orientasi kebijakan akan berbeda—lebih berfokus pada kepentingan nasional daripada agenda individu tertentu.


Menjaga Jarak atau Menyatukan?

Di sisi lain, ada pula pihak yang ingin melihat Prabowo menjauh dari bayang-bayang Jokowi. 


Mereka menilai bahwa Prabowo harus menjadi pemimpin dengan arah yang lebih independen, bukan sekadar meneruskan kebijakan Jokowi yang kontroversial. 


Namun, Prabowo tampaknya memilih jalur diplomasi dengan tetap menunjukkan sikap inklusif kepada semua pihak, termasuk Jokowi dan para pendukungnya.


Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan pentingnya persatuan dan kepemimpinan yang sejuk. Ini bisa diartikan bahwa ia tidak ingin terjebak dalam pertarungan politik balas dendam. 


Dengan menghadirkan SBY dan elite parpol KIM dalam acara tersebut, Prabowo mengirimkan sinyal bahwa koalisinya harus tetap solid dan inklusif, tanpa terbebani dendam masa lalu.


Pesan untuk Masa Depan

Pidato Prabowo bisa diinterpretasikan sebagai upaya menata ulang dinamika politik di Indonesia. 


Ia ingin menghapus narasi permusuhan politik dan menggantinya dengan semangat rekonsiliasi. 


Namun, pertanyaan besar tetap mengemuka: apakah Prabowo benar-benar akan lepas dari bayang-bayang Jokowi? 


Ataukah ini hanya strategi komunikasi politik untuk meredakan kegelisahan publik?


Apapun niatnya, satu hal yang pasti: Prabowo kini berada di persimpangan sejarah. 


Apakah ia akan menorehkan kepemimpinan yang benar-benar baru, atau tetap berjalan dalam bayang-bayang kompromi politik lama? Jawabannya akan terungkap dalam kebijakan dan tindakan nyata setelah ia resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. ***


Sumber: FusilatNews

Komentar