Menagih Janji Ulah Gibran Rakabuming Raka: 19 Juta Lapangan Kerja Baru

- Jumat, 14 Februari 2025 | 17:00 WIB
Menagih Janji Ulah Gibran Rakabuming Raka: 19 Juta Lapangan Kerja Baru


Menagih Janji Ulah Gibran Rakabuming Raka: '19 Juta Lapangan Kerja Baru'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Pada debat cawapres yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Senayan, pada 21 Januari 2024, Gibran Rakabuming Raka berjanji akan membuka 19 juta lapangan kerja baru, dengan 5 juta di antaranya merupakan green jobs atau pekerjaan ramah lingkungan. 


Janji tersebut tampak ambisius dan mengundang optimisme, tetapi di awal pemerintahan Prabowo, yang justru terjadi adalah pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara besar-besaran sebesar 25 persen.


Pemangkasan APBN ini menutup peluang usaha dan lapangan kerja baru yang dijanjikan. 


Bahkan, lebih jauh lagi, pemerintah justru menghapus pegawai honorer, yang seharusnya bisa menjadi bagian dari solusi ketenagakerjaan. 


Kondisi ini menunjukkan bahwa janji yang disampaikan dalam debat tampaknya hanya sekadar retorika politik tanpa rencana implementasi yang konkret.


Realitas Pemangkasan Anggaran dan Efeknya


Pemangkasan APBN dalam skala besar membawa dampak langsung pada ekonomi rakyat. 


Dengan anggaran yang lebih sedikit, pemerintah akan mengurangi investasi dalam proyek-proyek infrastruktur, pemberdayaan UMKM, dan program-program ekonomi lainnya yang berpotensi menciptakan lapangan kerja. 


Bahkan, dalam kondisi ini, janji untuk membuka 19 juta lapangan pekerjaan menjadi semakin sulit terwujud.


Lebih ironis lagi, kebijakan penghapusan pegawai honorer justru memperparah angka pengangguran. 


Ribuan tenaga kerja yang sebelumnya bergantung pada pekerjaan honorer kini harus mencari alternatif baru dalam situasi ekonomi yang semakin sulit. 


Ini bertolak belakang dengan janji kampanye Gibran yang menekankan perluasan kesempatan kerja, bukan justru penyempitan peluang.


Hilirisasi dan Tantangan di Lapangan


Gibran menyebut bahwa hilirisasi menjadi salah satu strategi utama dalam menciptakan lapangan kerja baru. Namun, perlu diingat bahwa hilirisasi tidak bisa dilakukan dalam sekejap mata. 


Proses ini membutuhkan investasi besar, kesiapan infrastruktur, tenaga kerja yang terampil, serta kepastian hukum bagi investor. 


Tanpa perencanaan yang matang dan dukungan kebijakan yang konsisten, hilirisasi hanya akan menjadi wacana tanpa hasil nyata.


Selain itu, hilirisasi di sektor pertanian, maritim, dan digital yang dijanjikan juga menghadapi tantangan tersendiri.


Sektor pertanian, misalnya, masih berjuang dengan masalah lahan, efisiensi produksi, dan harga komoditas yang fluktuatif. 


Sementara itu, sektor maritim masih minim investasi dan infrastruktur, serta terkendala regulasi yang belum optimal.


Green Jobs: Realitas dan Ilusi


Salah satu aspek yang menjadi sorotan dalam janji Gibran adalah penciptaan 5 juta green jobs. 


Secara konsep, green jobs memang terdengar menarik dan relevan dengan tren global menuju ekonomi berkelanjutan. 


Namun, dalam praktiknya, banyak pekerjaan yang dikategorikan sebagai green jobs tidak selalu layak dari segi kesejahteraan pekerja. 


Banyak di antara pekerjaan ini justru memiliki upah rendah, kondisi kerja yang tidak aman, dan kurangnya perlindungan tenaga kerja.


ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa meskipun green jobs berpotensi mengurangi dampak lingkungan, tidak semua pekerjaan yang disebut ramah lingkungan benar-benar memiliki dampak positif. 


Beberapa sektor seperti daur ulang dan energi biomassa masih memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan kerja dan kesejahteraan pekerja. 


Tanpa regulasi yang ketat dan pengawasan yang baik, konsep green jobs hanya akan menjadi kedok bagi pekerjaan murah dengan kondisi kerja yang jauh dari ideal.


Cawapres Tidak Boleh Punya Visi Sendiri


Dalam sistem pemerintahan Indonesia, cawapres sejatinya berperan sebagai pendamping presiden dan menjalankan kebijakan sesuai dengan visi-misi pemerintahan yang lebih luas. 


Janji Gibran untuk membuka 19 juta lapangan kerja seharusnya tidak berdiri sendiri, tetapi harus sejalan dengan kebijakan utama yang diusung Prabowo sebagai presiden. 


Namun, dengan kondisi pemangkasan anggaran yang drastis, janji tersebut tampaknya tidak menjadi prioritas utama pemerintahan baru.


Jika seorang cawapres memiliki visi sendiri tanpa adanya dukungan konkret dari kebijakan nasional, maka janji tersebut hanya akan menjadi sekadar wacana politik tanpa realisasi. 


Dengan demikian, peran Gibran sebagai cawapres harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, yakni apakah janji-janji yang ia lontarkan benar-benar mendapat dukungan kebijakan atau hanya menjadi alat kampanye semata.


Kesimpulan


Janji Gibran untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja, termasuk 5 juta green jobs, tampaknya bertolak belakang dengan realitas yang terjadi di awal pemerintahan Prabowo. 


Pemangkasan APBN sebesar 25 persen dan penghapusan pegawai honorer justru mempersempit peluang kerja, bukan menciptakannya. 


Selain itu, tantangan dalam hilirisasi dan pelaksanaan green jobs juga masih jauh dari kata ideal.


Situasi ini mengingatkan kita bahwa janji kampanye harus selalu dikritisi dan ditagih realisasinya. 


Jika tidak, masyarakat hanya akan menjadi korban dari retorika politik yang tidak membawa perubahan nyata. 


Pemerintahan yang baru harus mempertanggungjawabkan janji-janji yang telah diucapkan, bukan hanya menjadikannya sekadar janji manis saat kampanye. ***


👇👇



Sumber: FusilatNews

Komentar