PARADAPOS.COM - Usai ramai vandalisme Adili Jokowi di sejumlah kota termasuk Jakarta.
Kini muncul aksi demo Adili Jokowi, sebanyak 500 pendemo dari Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) mengepung Polda Metro Jaya.
Mereka mendesak Polri mengusut tuntas sejumlah kasus yang mereka anggap mangkrak di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, seperti IKN hingga PIK 2.
Dalam aksi tersebut, massa membawa berbagai atribut seperti spanduk dan bendera bertuliskan "Adili Jokowi" dan "Usut KKN & Hukum Dinasti Jokowi".
500 Orang Demo, Minta Polda Metro Usut Tuntas Kasus yang Libatkan Jokowi dan Keluarga
Sekira 500 orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) menggelar aksi demonstrasi di depan Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025) siang.
Massa aksi mendesak Polri umengusut tuntas sejumlah kasus yang mereka anggap mangkrak di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Massa aksi menilai Presiden Jokowi lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, namun gagal memenuhi aspek hukum terlebih dahulu.
Mereka menyoroti sejumlah proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan investor, sementara kepentingan publik dan keadilan dianggap terabaikan.
Beberapa proyek yang disorot antara lain Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, Rempang, dan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Polri Dituntut Netral Usut Tuntas Kasus yang Libatkan Jokowi dan Keluarga
Dalam orasinya, Humas ARM Devis Mamesah menyampaikan dukungan kepada Polri untuk mengusut tuntas berbagai kasus yang melibatkan pejabat pemerintah dan keluarga Presiden Jokowi.
Devis menekankan bahwa Korps Bhayangkara diharapkan bertindak netral dan adil tanpa pandang bulu.
"Keinginan kami datang ke Polda agar Polri tetap netral dalam menangani berbagai kasus, karena ke siapa lagi kita meminta perlindungan kalau bukan ke Polri?," kata Devis.
Devis juga menyebutkan sejumlah kasus yang harus segera diselidiki, termasuk kasus Pagar Laut di Tangerang, dugaan korupsi Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS), TransJakarta, dana KONI, dana DJKA, Blok Medan, gratifikasi penggunaan jet pribadi, serta kebijakan kelangkaan gas LPG 3 kg yang berdampak pada masyarakat kecil.
Selain itu, massa juga meminta agar Polri dan KPK memeriksa kekayaan Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi. Mereka berharap aliran dana dapat terungkap secara jelas dan transparan.
"Kami juga meminta Polri untuk kembali menjadi 'Polisi Rakyat' yang independen, berpegang teguh pada konstitusi, dan tidak berpihak pada siapapun selain pada hukum, kebenaran, dan keadilan," tegas Devis.
Dalam aksi tersebut, massa membawa berbagai atribut seperti spanduk dan bendera bertuliskan "Adili Jokowi" dan "Usut KKN & Hukum Dinasti Jokowi".
Respons Jokowi soal Maraknya Vandalisme Adili Jokowi
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), menanggapi kemunculan coretan bertuliskan ‘Adili Jokowi’ yang tersebar di berbagai titik di Indonesia, termasuk di Kota Solo, Jawa Tengah.
Jokowi menganggap coretan itu sebagai cara masyarakat menyalurkan ekspresi.
"Ya itu cara mengungkapkan ekspresi. Cara mengungkapkan ekspresi," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (7/2/2025) sore.
Ketika ditanya apakah dirinya merasa terganggu dengan coretan yang bersifat provokatif, Jokowi hanya diam sejenak dan mengulang jawaban yang sama.
"Ya, itu kan cara mengungkapkan ekspresi," jelasnya
Polresta Yogyakarta Buru Pelaku Vandalisme 'Adili Jokowi'
Polresta Yogyakarta masih memburu pelaku vandalisme 'Adili Jokowi' yang muncul di sejumlah titik di Kota Yogyakarta.
Beberapa kamera rekaman CCTV telah diperiksa untuk mengetahui aksi pelaku yang belum diketahui.
"Kami masih dalami, sudah cek CCTV di lokasi," kata Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Dharma, kepada awak media, Kamis (6/2/2025).
Aditya menuturkan anggotanya belum mengungkap identitas maupun petunjuk yang mengarah kepada pelaku.
Selain memeriksa rekaman CCTV, Polisi juga berencana memeriksa sejumlah saksi-saksi.
"Anggota kami juga sudah turun ke lapangan untuk meminta keterangan (warga) dari sekitaran lokasi siapa tahu ada saksi yang melihat, ada beberapa titik," ujarnya.
Dia berharap anggotanya segera menemukan petunjuk untuk mengungkap pelaku vandalisme tersebut.
"Karena mereka bikin resah membuat coret-coret merusak pemandangan," imbuhnya.
Disinggung soal sanksi yang akan diterapkan terhadap pelaku nantinya, mantan Kapolres Banggai Kepulauan ini menyatakan masih akan didalami lebih lanjut.
Pasalnya, coretan yang ditampilkan pelaku bukan hanya merusak keindahan, namun bernada provokatif.
"Nanti kami dalami (sanksi yang mungkin diterapkan)," tegasnya.
15 Titik Vandalisme Adili Jokowi Bertebaran di Kota Yogyakarta
Vandalisme bertuliskan 'Adili Jokowi' bertebaran di penjuru Kota Yogyakarta, Rabu (5/2/2025).
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, mengatakan pihaknya mendapati coretan-coretan tersebut di 15 titik sekaligus.
"Kami melakukan monitoring ke lokasi, setelah dilakukan pemetaan di beberapa tempat yang ada vandalisme profokatif itu," katanya.
Beberapa lokasi yang jadi sasaran aksi vandal antara lain, Pagar Stadion Mandala Krida, Halte Trans Jogja di Jalan Sultan Agung, Jembatan Layang Lempuyangan, hingga kawasan Simpang Empat Jetis.
"Kami arahkan ke teman-teman BKO yang ada di 14 kemantren untuk ikut memonitor sekaligus menindaklanjuti jika ada temuan," ujarnya.
Octo pun memastikan, coretan 'Adili Jokowi' di beberapa lokasi, seperti di Pagar Stadion Mandala Krida, saat ini sudah diblok dengan cat semprot.
"Ya, (cat semprot) itu dari kami, semuanya sedang dalam proses (pembersihan)," pungkas Kasatpol PP.
Mural Adili Jokowi Bisa Dimaknai Sebagai Kritikan terhadap Kekuasaan
Coretan dinding bertuliskan 'Adili Jokowi' baru-baru ini muncul di Jakarta, Medan Sumatra Utara Solo serta Jogya.
Pengamat politik dan pakar komunikasi Emrus Sihombing mengatakan hal itu bisa dimaknai sebagai mural kritikan terhadap kekuasaan.
Mural tersebut adalah ekspresi dan hak berpendapat setiap warga negara.
Terkait mural 'adili Jokowi' tersebut, Emrus menilai hal itu biasa di negara demokrasi.
Menurut Emrus, ada dua hal terkait munculnya mural tersebut.
Pertama adalah kepada Presiden Joko Widodo saat menjabat presiden dan ketidakpuasan kepada Jokowi sebagai individu.
"Ketidakpuasan terhadap pemerintahan dan ketidakpuasan terhadap perilaku politik kepada Joko Widodo sebagai individu sehingga masyarakat menyampaikan pandangan 'adili Jokowi' melalui mural," kata Emrus saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (4/2/2025).
Oleh karena itu, kata Emrus, penting bagi pembuat mural memperhatikan segala aspek.
Menurut dia, alangkah lebih baik jika si pembuat mural menguraikan alasan Jokowi harus diadili.
Harus dijelaskan apa kekurangan dan kesalahan sehingga muncul isi mural tersebut.
Emrus memahami hal itu tidak mungkin bisa dimuat di mural.
Oleh karena itu, di mural tersebut dipadukan dengan teknologi yakni melalui media sosial.
"Bisa diakses di akun medsos tertentu sehingga masyarakat bisa akses medsos itu sehingga masyarakat punya kesadaran kemengapaan mural tersebut. Sehingga masyarakat tidak sekadar melihat 'adili Jokowi' tapi si pembuat mural harusnya cantumkan akun medsos yang bisa diakses warga," kata Emrus.
Setelah masyarakat membaca informasi yang lengkap, lanjut Emrus, masyarakat akhirnya bisa menilai apakah layak diadili atau kemungkinan kedua pesan mural tidak benar alasannya.
"Supaya masyarakat semakin cerdas. Oleh karena itu orang yang membuat kritikan melalui mural harusnya juga berikan tanggung jawab moral kemengapaan (mural itu dibuat)," kata Emrus.
Emrus menekankan ketika pesan disampaikan ke ruang publik, sudah menjadi kewajiban kepada si pemberi pesan agar memberikan informasi yang utuh agar masyarakat tidak dimanipulasi persepsinya.
"Karena ruang publik milik bersama. Jadi cantumkan alamat media sosial yang memuat alasan mural tersebut," pungkasnya
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Respon Jokowi Soal Anggaran Megaproyek IKN “Karyanya” Ditinjau Ulang Oleh Pemerintah Prabowo
Mantan Pendukung Jokowi Buka Kedok Mengapa Rumah Jokowi Diserbu Warga, OH TERNYATA!!
Profil Prajogo Pangestu, Konglomerat Indonesia yang Hartanya Anjlok hingga Rp 148,5 T
Sosok 3 Polisi Terlibat Kasus Pemerasan Anak Pengusaha Dipecat Tidak dengan Hormat