paradapos.com -- Mengapa Pria Lebih Rentan Terhadap Bunuh Diri: Melihat Faktor-faktor dan Tindakan Pencegahan
Apakah kalian masih ingat dengan berita mengguncang dari Korea Selatan pada akhir tahun 2023? Lee Sun Kyun, bintang film Parasit, ditemukan meninggal dunia di dalam mobilnya akibat bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan, termasuk tekanan yang tinggi di dunia hiburan Korea Selatan.
Ada kenyataannya, angka kematian akibat bunuh diri pria lebih tinggi daripada perempuan.
Menurut Yayasan Amerika untuk Pencegahan Bunuh Diri (AFSP), pada tahun 2021, kematian akibat bunuh diri pria lebih tinggi 3.90 kali lipat dibandingkan perempuan di Amerika. Bahkan di Indonesia, data estimasi SIAPA tahun 2019 mencatat 6.544 kasus bunuh diri, dengan 5.096 dilakukan oleh pria.
Mungkin cukup mengejutkan, mengingat stigma bahwa pria dianggap lebih kuat dan tegar dibanding perempuan.
Artikel ini bertujuan untuk menggali penyebab di balik fakta ini dan mengajak kita semua untuk menyadari bahwa penyebab bunuh diri bersifat kompleks dan tidak memandang jenis kelamin.
Semua orang memiliki hak emosional yang sama dan tidak dapat diukur secara sepihak.
Penyebab Pria Lebih Rentan Bunuh Diri:
1. Penilaian yang Menyulitkan Pria untuk Menangis
Di seluruh dunia, stigma bahwa pria harus lebih kuat dan tegar seringkali membuat mereka merasa malu jika ingin menangis di depan orang lain. Hal ini menciptakan tekanan emosional yang sulit diatasi.
2. Kesulitan Berbagi Masalah
Pria cenderung menutupi permasalahan mereka dan enggan meluapkan emosi. Mereka lebih suka memikirkan masalah dan mencari solusi sendiri, tanpa mengungkapkan beban mereka pada orang lain.
3. Tekanan Ekonomi
Sebagai kepala rumah tangga, pria merasa memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan finansial keluarga. Tekanan ekonomi yang besar, terutama jika sudah berkeluarga, dapat membuat mereka merasa gagal dan putus asa.
Tindakan Pencegahan yang Penting:
Bunuh diri adalah masalah yang kompleks, dan tindakan pencegahan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Pria memiliki hak untuk meluapkan emosinya, dan stigma terhadap hal ini perlu dihilangkan.
1. Keluarga sebagai Pendukung Utama
Keluarga memiliki peran penting dalam mencegah perilaku bunuh diri. Membangun ikatan yang kuat, memberikan dukungan, dan menciptakan suasana rumah yang nyaman adalah langkah penting agar seseorang tidak merasa sendirian.
2. Peran Agama
Agama juga dapat menjadi benteng yang kuat. Iman kepada Tuhan dapat memperkuat seseorang saat menghadapi masalah. Penting untuk memfasilitasi ruang peduli kesehatan mental yang mudah dijangkau tanpa takut akan stigma orang lain.
Dengan memahami faktor-faktor ini dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat bersama-sama mengurangi angka bunuh diri dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental bagi semua. Mari kita bersatu melawan stigma dan memberikan dukungan satu sama lain.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: hariankami.com
Artikel Terkait
Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Disabilitas
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Bocor, Sudirman Terpidana Kasus Vina Terciduk Lagi Asik di Hotel bukan di Sel, Benarkah?
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!