PARADAPOS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah substansi dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Yang diubah adalah frasa "orang lain" karena dinilai multi-tafsir.
Pengubahan tersebut dilakukan MK usai mengabulkan sebagian permohonan Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Putusan dibacakan Selasa (29/4).
Berikut bunyi pasal sebelum diubah:
- Pasal 27A UU 1/2024
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
- Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024
Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Berikut pemaknaan frasa "orang lain" yang diputus MK:
... tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.”
Dengan demikian, pencemaran nama baik hanya bisa dilaporkan oleh perorangan atau individu. Sehingga tidak berlaku jika diarahkan kepada institusi atau lembaga pemerintah.
Hakim MK, Arief Hidayat menyebut, pada dasarnya kritik dalam kaitan Pasal 27A UU 1/2024 tersebut merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Sehingga untuk menerapkan Pasal 27A UU 1/2024 harus mengacu pada ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang mengatur mengenai pencemaran terhadap seseorang atau individu. Dengan kata lain, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan kepada orang perseorangan.
Arief mengatakan antara Pasal 27A UU 1/2024 dengan Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024 yang terkait dengan pelanggaran terhadap ketentuan larangan dalam Pasal 27A UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan (delik aduan) yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana atau orang yang dicemarkan nama baiknya.
Dalam hal ini, kata Arief, kendati badan hukum menjadi korban pencemaran maka ia tidak dapat menjadi pihak pengadu atau pelapor yang dilakukan melalui media elektronik. Sebab hanya individu yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum.
Atas hal ini agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menerapkan frasa "orang lain" pada Pasal 27A UU 1/2024, MK menegaskan bahwa yang dimaksud frasa "orang lain" adalah individu atau perseorangan.
Oleh karenanya, dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 jika yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
"Dengan demikian, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka terhadap Pasal 27A UU 1/2024 harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa "orang lain" tidak dimaknai "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan,” ucap Hakim Konstitusi Arief.
Kemudian, ada frasa lain yang dipertegas oleh hakim MK terkait pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 itu. Yakni terkait dengan frasa "suatu hal". Sebab, dalam petitumnya, pemohon menilai frasa ini menimbulkan ketidakjelasan.
Menurut MK, frasa "suatu hal" berkaitan dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. Norma tersebut mengatur tentang larangan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan "menuduhkan suatu hal" melalui sistem elektronik.
Untuk mencegah perluasan tafsir, menjamin kepastian hukum yang adil, dan mencegah penyalahgunaan hukum pidana sebagai instrumen pembungkaman kebebasan berekspresi, menurut MK, frasa "orang lain" harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan".
"Sementara itu, frasa "suatu hal" dalam norma Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang"," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sumebr: kumparan
Artikel Terkait
Perubahan UU ITE: MK Putuskan Penyebaran Hoaks Hanya Bisa Dipidana Jika Timbulkan Kerusuhan Fisik
Minta Prabowo Serius Bentuk Tim Independen Pemakzulan Gibran, Elite PDIP: Tabrak Konstitusi & Tak Mampu Memimpin!
Pintu Masuk Pencopotan Wapres Gibran: Cacat Etik & Hukum Lahir dari Putusan MK?
Pakar HTN Ini Beberkan Kondisi-Kondisi Pemakzulan Wakil Presiden