Pakar Hukum: Masyarakat Berhak Lihat Ijazah Jokowi Karena Dilindungi Undang-Undang!

- Kamis, 17 April 2025 | 04:25 WIB
Pakar Hukum: Masyarakat Berhak Lihat Ijazah Jokowi Karena Dilindungi Undang-Undang!




PARADAPOS.COM - Isu seputar keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat setelah Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi kediaman Jokowi dan meminta agar ijazah asli ditunjukkan ke publik. 


Namun, Jokowi dengan tegas menolak permintaan itu. Menurutnya, tak ada kewajiban bagi dirinya untuk memperlihatkan ijazah kepada pihak mana pun, apalagi kepada kelompok yang dinilainya tak memiliki kewenangan.


"Beliau-beliau ini meminta untuk saya bisa menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya menunjukkan ke mereka," ujar Jokowi usai menerima perwakilan TPUA di Solo, Rabu, 16 April 2025.


Sikap Jokowi ini lantas menimbulkan berbagai reaksi, termasuk dari seorang pakar hukum tata negara yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. 


Dalam sebuah wawancara di YouTube Mahfud MD Official, Mahfud menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya memiliki hak untuk mengetahui keaslian dokumen publik, termasuk ijazah presiden, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.


“Ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, di mana di situ dikatakan masyarakat berhak sepenuhnya untuk mengetahui dokumen-dokumen dan meminta dokumen-dokumen itu dibuka kepada publik demi transparansi,” kata Mahfud MD.


“Kalau tidak mau buka, ada pengadilannya, namanya Komisi Informasi. Itu dia bisa mengadili, ya semacam peradilan, semua yang keputusannya mengikat,” sambungnya,


Mahfud juga menyinggung posisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sebelumnya telah menyatakan bahwa Jokowi benar-benar tercatat sebagai mahasiswa dan lulus dari Fakultas Kehutanan pada 5 November 1985. 


Menurut Mahfud, seharusnya UGM tak perlu terlalu jauh terseret dalam polemik ini, karena lembaga tersebut adalah penerbit ijazah, bukan pihak yang dituduh melakukan pemalsuan.


"UGM itu yang mengeluarkan ijazah, bukan yang memalsukan ijazah. Iya kan? UGM tinggal mengatakan, 'Loh, saya sudah mengeluarkan dulu ijazah ini,' menjelaskan saja kepada orang yang mempertanyakan," kata Mahfud.


Lebih lanjut, Mahfud menyoroti proses hukum terkait isu ini yang menurutnya tidak proporsional. 


Ia menyatakan bahwa jalur hukum yang selama ini ditempuh belum menyentuh akar persoalan.


Apalagi, tuduhan pemalsuan ijazah seharusnya masuk ranah pidana, bukan perdata. 


Sementara itu, belum ada pihak yang benar-benar dibuktikan secara hukum telah melakukan pemalsuan.


"Yang melakukan pemalsuan belum diadili. Yang menuduh malah yang ditangkap lebih dulu. Ini tidak diclearkan. Sebenarnya kalau masuk ke pidana, bisa," tegasnya.


Mahfud juga membantah klaim sebagian pihak bahwa bila ijazah Jokowi terbukti palsu, maka semua keputusan yang ia buat sebagai presiden otomatis batal demi hukum.


Dalam pandangan hukum tata negara dan administrasi, keputusan yang sudah dikeluarkan secara sah tetap mengikat.


"Kalau hanya presiden tidak benar lalu keputusannya batal, itu salah. Dalam hukum tata negara ada asas kepastian hukum. 


Keputusan yang sudah dikeluarkan secara sah tidak boleh dibatalkan, tetap mengikat. Nanti ada perhitungan ganti rugi, bukan membatalkan kontrak," ujar Mahfud.


Sumber: VIVA

Komentar