Rakyat Menunggu UU Hukuman Mati dan Perampasan Aset

- Rabu, 16 April 2025 | 02:30 WIB
Rakyat Menunggu UU Hukuman Mati dan Perampasan Aset


PARADAPOS.COM - Kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menyeret empat hakim sungguh memalukan. 

"Apa yang salah dengan penegakan hukum kita? Apalagi ini dilakukan oleh para penegak hukum," kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Solo, Nurmadi H. Sumarta kepada RMOL, Rabu 14 April 2025. 

Melihat kenyataan tersebut, menurut Nurmadi, sudah sepantasnya vonis hukuman mati dan perampasan aset korupsi segera diterapkan. 

"Hukuman ini diharapkan bisa memberikan efek jera bagi para pelaku. Bahkan bisa ikut mencegah korupsi berulang dan membuat takut orang melakukannya," kata Nurmadi.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang hakim sebagai tersangka dalam kasus suap pengaturan putusan lepas (onslag) dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) atau korupsi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Keempatnya adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta tiga anggota majelis hakim, yaitu Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarief Baharuddin sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.

Ketiga anggota majelis hakim itu ditunjuk langsung oleh Arif Nuryanta, yang diduga menerima suap senilai Rp 60 miliar, untuk menangani perkara korupsi ekspor CPO. 

Pada 19 Maret 2024, majelis hakim memutus perkara tersebut dengan vonis onslag. Kasus ini melibatkan tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Selain empat hakim, Kejagung turut menetapkan empat tersangka lainnya, yakni pengacara korporasi Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, Ariyanto selaku pengacara dan MSY selaku  Head Social Security Legal PT Wilmar Group.

Sumber: rmol

Komentar