PARADAPOS.COM - Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyatakan, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya daratan di petak-petak yang sebelumnya terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
IOJI mencari fakta-fakta dari waktu ke waktu apakah wilayah itu dahulu daratan atau memang perairan.
"Jadi dari pemeriksaan yang kami lakukan ini membuktikan bahwa di area yang diterbitkan SHGB-nya itu memang dari dulu tidak pernah ada daratan," kata Senior Analyst IOJI Imam Prakoso dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Dalam paparan pada diskusi tersebut, awalnya Imam menunjukkan peta yang bersumber dari Kementerian ATR/BPN yang juga menunjukkan letak Desa Kohod. Di mana menjadi salah satu daerah yang memiliki SHGB soal pagar laut Tangerang.
"Itu kalau kita klik atau kita cek itu adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan. Jadi di situ ada wilayah seluas 370 hektare dan terdiri atas 263 bidang atau kotak-kotak SHGB," ujarnya.
Peta tersebut kemudian sempat viral setelah terjadi penyegelan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap pagar laut di perairan tersebut pada Kamis (9/1/2025).
"Dan orang jadi bertanya ini petak-petak ini kan lokasinya berada di perairan, petak-petak SHGB ini. Kemudian muncul pertanyaan, apa boleh mengeluarkan SHGB di wilayah perairan begitu?" terang Imam.
Kala itu, ada yang berpendapat bahwa SHGB di perairan itu tidak boleh, tapi ada pula yang berpendapat boleh hanya dalam bentuk izin penggunaan wilayah perairan dari KKP berupa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
"Ada juga yang berpendapat bahwa SHGB itu boleh kalau di situ dulunya itu adalah daratan, artinya ada tanah yang lenyap atau tanah yang tenggelam di situ dahulu," jelasnya.
Sehingga atas atas pertanyaan-pertanyaan itu, lanjut Imam, IOJI kemudian mencari tahu fakta-fakta dari waktu ke waktu apakah wilayah itu dahulu daratan atau memang perairan.
Dia mengatakan bahwa pihaknya kemudian melakukan pengecekan melalui Satelit Landsat di mana satelit itu memang sering dipakai untuk mengamati bentang alam di permukaan Bumi.
Dengan menggunakan teknik penginderaan jauh, Indeks Perbedaan Air Dinormalisasi (Normalized Difference Water Index/NDWI) pihaknya bisa membedakan mana yang laut, mana yang darat atau mana yang perairan, mana yang daratan utamanya di SHGB pagar laut Tangerang.
"Pada 2024 jelas itu merupakan wilayah perairan atau laut begitu. Nah pagar laut di situ juga terlihat samar-samar dari citra satelit, tapi kita bisa amati garis-garisnya beberapa di antaranya begitu," katanya.
"Di sini tidak ditemukan daratan yang luas, seluas area petak-petak tadi di tahun 2024. Kemudian kita coba flashback dari tahun-tahun sebelumnya. Jadi Landsat ini sebetulnya dia konstelasinya mulai mengorbit sejak tahun 1982," tambahnya.
Selanjutnya, setelah pihaknya memeriksa bahwa foto citra satelit yang representatif untuk Desa Kohod mulai ada di tahun 1988 dari Landsat.
Diketahui, Satelit Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang tersedia untuk publik.
Peta itu lalu di-overlay dengan garis pantai yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial edisi tahun 2022.
Lalu ditemukan bahwa pada tahun 1988, wilayah tersebut rupanya laut bukan darat.
"Kalau kita lihat sedikit ada daratan memang yang menjorok ke utara, tapi itu tidak berada di utara Kohod, agak di sebelah barat begitu. Itu dulu ada daratan di situ, di tahun 1988. Makanya itu agak menjorok ke lebih utara dibandingkan dengan garis pantainya begitu," kata dia.
Dia menyebutkan bahwa posisi itu terus sama dengan kondisi di tahun 2010, 2015, 2020, 2022 bahkan hingga 2024.
"Kemudian kami memeriksa di tahun 2024. Nah ini jelas, lebih jelas karena citra-citranya mungkin kualitasnya lebih bagus, memang di tempat-tempat petak-petak SHGB itu dulu laut," ucap dia.
Menurut dia, memang akan ada kemungkinan sedikit perubahan garis pantai, tapi akan tidak mencapai yang seluas yang ditampilkan di peta ATR/BPN.
"Memang ada daratan yang mungkin nanti lambat laun akan terkena abrasi tapi itu tidak signifikan. Jadi, temuan kami ini untuk konfirmasi apa yang sudah kita dengar dari pemberitaan, memang demikian keadaannya," kata Imam.
Di tempat yang sama, Program Director IOJI Andreas Aditya Salim mengatakan bahwa berdasarkan Permen KP Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Pasal 36, disebutkan 1 mil pertama dari garis pantai itu diprioritaskan untuk perlindungan ekosistem, perikanan tradisional, akses umum, pantai umum, pertahanan keamanan.
"Kok bisa HGB terbit? Kalau kemudian itu mau bangun pangkalan militer, kita masih bisa paham lah, oke karena ada alasan pertahanan keamanan, tapi kok ini pasalnya sudah ada, masih juga terbit HGB," kata Andreas.
Sumber: Republika
Artikel Terkait
Ternyata Ini Sebab Rumah Ridwan Kamil Digeledah Pertama di Kasus bank bjb
Ternyata Korupsi Iklan bank bjb Rugikan Negara Rp222 Miliar
KPK Sita Deposito Hingga Bangunan di Kasus Korupsi bank bjb
Lecehkan Tiga Anak di Bawah Umur, Eks Kapolres Ngada Resmi Kenakan Baju Tahanan