Tom Lembong Jadi Tersangka: Kebijakan Gula Yang Salah atau Titik Balas Dendam?

- Rabu, 12 Maret 2025 | 06:08 WIB
Tom Lembong Jadi Tersangka: Kebijakan Gula Yang Salah atau Titik Balas Dendam?




PARADAPOS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Eks Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) masih bergulir.


Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) kembali menetapkan sembilan tersangka baru dalam perkara ini.


Kasus yang terus bergulir ini masih menjadi pertanyaan banyak orang, tak terkecuali bagi para pakar.


Mereka seolah ikut menyelidiki ada kasus apa dibalik ditetapkannya Tom Lembong sebagai tersangka.


Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengaku bahwa dirinya sendiri heran dengan kesalahan apa yang telah diperbuat oleh Tom Lembong, sehingga namanya diseret menjadi tersangka.


Menurut Refly, kebijakan seharusnya tetaplah kebijakan, tidak boleh disalahgunakan bahkan dikriminalkan.


“So far kita itu tidak melihat apa kesalahan Tom Lembong. Kalau soalnya karena kebijakan, ya kebijakan tidak boleh dikriminalkan,” sebut Refly, dikutip dari youtube, Selasa (11/3/25).


Refly menebak-nebak apakah memang ada dan terbukti secara nyata bahwa uang tersebut mengalir di Tom Lembong.


Pasalnya, jika tidak terbukti secara jelas dan gamblang, maka menurut Refly semua ini hanyalah bentuk politik balas dendam Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.


“Dan yang kita tunggu adalah apakah ada uang yang mengalir di Tom Lembong itu yang paling penting,” ujarnya.


“Kalau tidak ada (uang yang mengalir) ya jangan. Dan kelihatan betul ini adalah politik balas dendam Jokowi,” sambungnya.


Sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula pada 2015-2023 di Kementerian Perdagangan pada Oktober 2024.


Fakta baru dalam persidangan kasus tersebut mengungkapkan bahwa Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi milik TNI/Polri untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Langkah tersebut dinilai telah melanggar aturan.


Tom Lembong dinilai tidak mengikuti prosedur yang berlaku, yaitu mengandalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan harga dan distribusi gula.


Sebaliknya, Tom Lembong justru menunjuk koperasi -koperasi yang terafiliasi dengan TNI/Polri, seperti induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.


Dengan sejumlah dakwaan yang cukup serius, Tom Lembong menghadapi tuntutan pidana merujuk Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang tentang pencegahan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


👇👇



Pertanyakan Status


Pada sidang terakhir, Tom Lembong juga mempertanyakan kenapa hanya dirinya, Menteri Perdagangan, yang ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Tom keberatan atas tanggapan eksepsi yang disampaikan jaksa.


"Ini kami sangat keberatan karena penyidikan ini harusnya 2015-2023. Kenapa tempusnya ini hanya tempus pada saat Pak Tom Lembong menjabat? itu keberatan kami majelis," kata Ari Yusuf Amir, Selasa (11/3/2025).


Ditemui usai sidang, Tom mengatakan penyidikan kasus ini dimulai tahun 2015-2023.


Menurutnya, Kejaksaan Agung seharusnya konsisten dan tak tebang pilih karena kebijakan impor gula juga dilakukan Menteri Perdagangan lain di era tersebut.


"Jadi kenapa hanya saya yang didakwa atau bahkan ditersangkakan? Itu kan tidak konsisten ya. Karena kalau memang perkara yang didakwa itu 2015 sampai 2023, ya harus konsisten. Semua Menteri Perdagangan yang menjabat, karena semuanya juga melakukan hal yang sama persis seperti saya, juga atas dasar hukum yang sama seperti saya," kata Tom usai sidang.


Tom mengatakan tanggapan jaksa tak menjawab eksepsinya. Dia menyebut tak ada penyelewengan dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan.


"Tidak ada yang diselewengkan, tidak ada yang melanggar hukum. Jadi ini seperti milih-milih," kata Tom.


Sumber: Suara

Komentar