Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp82 Triliun Menguap? ICW Ungkap Kejanggalan!

- Sabtu, 08 Maret 2025 | 08:45 WIB
Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp82 Triliun Menguap? ICW Ungkap Kejanggalan!




PARADAPOS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) mengevaluasi menyeluruh pelaksanaan program makan bergizi gratis atau MBG. 


Sebab program ambisius Presiden Prabowo Subianto itu dinilai cacat dari sektor anggaran, kebijakan teknis, pelaksanaan, hingga pengawasannya.


Peneliti ICW Dewi Anggraeni mengungkap, selama dua bulan pelaksanaan MBG sejak 6 Januari 2025, ICW setidaknya menemukan tiga 'borok' atau masalah mendasar dalam program tersebut. 


Salah satunya; tidak ditemukan adanya kebijakan yang mengatur tata kelola dan mekanisme pelaksanaan MBG secara komprehensif. 


Berdasar hasil penelusuran, ICW menyimpulkan kebijakan yang dilahirkan itu hanya sebatas mengakomodir ambisi Prabowo agar MBG bisa berjalan di awal kepemimpinannya.


"Rentetan kebijakan MBG itu dapat terlihat dari terbitnya Perpres 83/2024 tentang pembentukan BGN sebagai Koordinator Pelaksana Program MBG yang dikeluarkan Presiden Jokowi pada 15 Agustus 2024," kata Dewi, Sabtu (8/3/2024).


Empat bulan setelah itu, program MBG dijalankan di seluruh wilayah Indonesia. 


Tak lama, terdapat pemotongan anggaran negara untuk membiayai program tersebut. 


Dari tentetan itu, Dewi mengatakan terlihat perencanaan program MBG dilakukan dalam waktu singkat, minim transparansi informasi dan pelibatan stakeholders maupun publik.


"Ini membuka peluang besar terjadinya korupsi," jelas Dewi.


Persoalan kedua terkait perhitungan kebutuhan anggaran. ICW menilai perhitungan anggaran program MBG nampak dilakukan secara serampangan hingga berdampak pada pemangkasan anggaran belanja Kementerian dan Lembaga lewat Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025.


"Menteri Keuangan menyebutkan bahwa anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp306,6 triliun dengan Rp100 triliun yang dikumpulkan akan diberikan kepada BGN. 


Sedangkan Kepala BGN menyebutkan bahwa program MBG hanya membutuhkan anggaran Rp1 triliun per bulan, artinya dalam 12 bulan yang dibutuhkan adalah Rp12 triliun. Bagaimana penggunaan Rp82 triliun sisanya?" tutur Dewi.


ICW menduga anggaran Rp82 triliun itu akan dipakai untuk operasional BGN yang bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan untuk mencetak Sarjana Penggerak Pertumbuhan Indonesia (SPPI) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditargetkan mencapai 5000 SPPG.


"Mirisnya, di tengah banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengurangan penggunaan fasilitas publik, SPPI diproyeksikan akan menjadi Aparatur Sipil Negara BGN," jelas Dewi.


Persoalan ketiga, menyangkut mekanisme pengadaan MBG yang tidak transparan. 


ICW menyisir data SPPG yang dipublikasi di media, setidaknya per akhir Januari baru terdapat 190 SPPG dari target BGN sebanyak 500-937 SPPG selama bulan Januari-Februari 2025.


Dari penelusuran tersebut, ICW menemukan adanya SPPG yang menguasai lebih dari satu wilayah kecamatan misalnya di Provinsi Kepulauan Riau, dengan alamat dapur yang sama. 


Padahal jika merujuk pada petunjuk teknis BGN terdapat ketentuan lokasi SPPG harus dalam radius 6 km dan/atau waktu tempuh 30 menit ke lokasi penerima manfaat.


"Tertutupnya informasi pengadaan MBG ini berdampak pada kualitas makanan yang diterima penerima manfaat, dan tidak terserapnya bahan pangan lokal. Selain itu, minimnya informasi latar belakang SPPG berpotensi tinggi menimbulkan konflik kepentingan dengan verifikator BGN, monopoli, bahkan persaingan usaha yang tidak sehat," pungkasnya.


Sumber: Suara

Komentar